8 MEI

Sudah berapa dekade berlalu sejak beliau meninggalkan rumah dengan motor Vespa hijaunya. Hendak bermain bulutangkis bersama rekan-rekan di hari Jumat malam seperti biasa.

Dua jam kemudian telepon berdering, Bapak mendadak tumbang di lapangan. Dilarikan ke UGD. Setengah jam kemudian telepon berbunyi lagi. Hanya 5 menit di UGD, serangan jantung membawa beliau pergi untuk selamanya.

Gambar : paradise4women.com

8 Mei 1992.

Hari itu hari jumat. 2 hari setelah saya selesai EBTANAS SD. Tidak berapa lama setelah itu ada acara perpisahan sekolah yang mana tadinya Mama bilang enggak usah dateng.

Tapi guru mengharapkan saya datang karena katanya NEM nya paling tinggi di sekolah. Saya dikasih tahu duluan biar mau dateng. Gak jadi surprais dah :p.

I was very happy that night. Dandan manis pakai bando, bedak minta ditebelin dikit karena mau naik panggung ye kan hihihihi *ngikikCentil*.

Tapi akhirnya suasana jadi drama karena sama Pak Guru diumumin kalau bapak saya baru saja meninggal. Yang tadinya saya senyum lebar seneng banget sama hasil Ebtanas dan sudah mati-matian enggak mau inget soal Bapak. Hadeeeehhh -_-.

Tapi terus semua orang pada diem terus abis itu pada nangis, ya eike pun akhirnya mewek parah di atas panggung.

πŸ˜…

Duh, males kalok inget, macam sinetron aje hahahaha.

Sejujurnya almarhum bapak saya sangat konservatif soal anak perempuan. Apalagi saya, anak perempuan pertama dari ortu setelah Mama 5 kali hamil dan melahirkan, keluarnya lakik semua hehehe.

Beliau pernah mendebat Mama karena nampaknya kurang setuju kalau Mama terlalu gimanaaaa gitu menyemangati saya urusan sekolah. Bapak ingin saya lebih banyak mengerjakan tugas rumah tangga sementara Mama mendorong saya fokus belajar.

Menurut almarhum Bapak, anak perempuan di sekolah biasa-biasa ajalah. Tidak perlu membuang waktu. Toh nantinya bakal mengurus keluarga dan masuk dapur.Well, considering “where I am now”, he was quite right hihihi.

Foto Bapak dan Mama hehehehe. Enggak tahu ini tahun berapa. Dikasih sama Mama via WA kemarin :D. Dulu, gak mau nyimpen foto Bapak. Takut baper hahahaha.

Waktu saya lulus UMPTN dan harus hengkang ke Jakarta dianterin Mama naik kapal laut, she told me, β€œKalau Bapakmu masih ada, gak mungkin dapat izin kuliah ke luar kota. Kakakmu dulu saja mau kuliah di Surabaya, mati-matian diurus biar bisa pindah ke Makassar.”

Mama tidak bermaksud mensyukuri kepergian Bapak yang begitu cepat loh. Bukan begitu. Soalnya sebelum itu saya bilang ke Mama kalau saya kangen sama Bapak dan saya tanya ke Mama kira-kira kalau Bapak masih ada, apa saya boleh kuliah sampai ke Jakarta?

For info ya Pak, after you’re gone, things were totally different.

Saya bahkan sejak SMP jalan kaki pulang pergi sekolah sampai rumah. After 3 years, Mama ‘menyerah’. We had to let go the house, the business, everything! Bangkrut, euy! Semua-mua terpaksa dijual hehehehe.

Sejak SMA terpisah dari Mama, saya tinggal menumpang di rumah Tante, saya rajin membantu Tante merapikan rumah dan mencuci baju sendiri. But it did not stop me from being number 1 at school #kibasPoni.

Belajar masak yang agak telat, Pak. Setelah menikah dan dibawa merantau sampai jauuuuuuh baru bisa piawai beraksi di dapur hehehe. The power of kepepet.

Waktu kecil semasa Bapak masih hidup, Bapak melarang saya dan adik perempuan saya ke luar rumah buat main. Ke luar rumah buat sekolah aja. Gedenya malah mainnya sampai jauh begini.

πŸ˜…
Hiking at Gurten Bern Swiss pic by Dani Rosyadi
Follow me! πŸ˜€

Never imagine how it will be andaikan beliau diberi umur lebih panjang. Tentu saja, kalau MASIH BOLEH MEMILIH, saya PASTI penginnya beliau diberi umur lebih panjang. Menemani kami semua sampai dewasa, menjadi wali nikah saya dan adik saya, hingga ketemu cucu-cucu.

But well … β€œThere’s nowhere you can be that isn’t where you’re meant to be…”― John Lennon

No matter how “patriarchy” you were (hehehe), I will always love you that much. Wish you were here to witness how a girl can be smart as well as being able to cook.

😘

Al Fatihah buat Bapak

πŸ₯°