Waktu scene soal “haram”nya televisi, saya sempat membatin, “Ini pilem tentang Yahudi apa Salafi neh?” Hahahahha.
Baru saja kemarin ada kerabat yang maen ke rumah dan menghabiskan waktu lebih banyak menonton televisi karena di rumahnya enggak ada TV karena ada kerabat beliau yang menganut paham salafi hehehe.
Shtisel, sebuah keluarga Ultra-Orthodoks Yahudi yang tinggal di sebuah wilayah “ekslusif” di Yerussalem.
Adalah Shulem Shtisel, yang baru saja menduda, seorang guru di sebuah Cheder (sekolah privat berbasis agama Yahudi, semacam madrasah gitu ya kalau dalam Islam), tinggal berdua bersama Akiva Shtisel (anak bungsunya).
Shulem Shtisel memiliki banyak anak. Saya aja gak ngeh sebenernya ada berapa hahahaha. Kayaknya ada 6 atau 7, cmiiw.
Sebenernya ada 2 serial tentang keluarga Yahudi yang direkomendasikan. Satu lagi, Unorthodox. Tapi serial Unorthodox ini terlalu condong ke satu sisi. Banyak yang komplen jadinya seperti hate-speech ke komunitas Ultra-Orthodoks Jewish.
Iya sih, saya juga cuma nonton 2 episode terus berhenti. Kurang adil menyoroti satu komunitas tertentu. Wajar saja karena Unorthodox ini diangkat dari kisah nyata seorang perempuan Orthodox yang pengin hengkang dari komunitasnya.
Sementara Shtisel bener-bener fokus kepada keseharian keluarga Shtisel.
Pada umumnya komunitas Ultra-Orthodoks tinggal bersama di area tertentu. Mereka termasuk sangat patuh kepada aturan-aturan dalam ajaran Yahudi versi Taurat yang mereka yakini.
Tapi saya juga baru tahu kalau Yahudi tidak mengharamkan alkohol. Boleh diminum dalam batas tertentu. Kalau kecanduan ya haram jugak hehehe.
Kebiasaan perempuannya yang pakai wig sempet bikin heran hehehe. Ternyata, perempuan Yahudi yang sudah menikah memang tidak boleh menampakkan kulit kepalanya. Jadi pakai wig (rambut palsu) atau topi saja sudah cukup.
Cara berbusana para perempuan yang sudah hidup di era modern juga cukup konservatif. Pada umumnya mengenakan lengan panjang dengan bawahan di bawah lutut. Sangat sopan untuk ukuran umum :).
Penampilan laki-lakinya lebih khas lagi. Dengan jas dan celana hitam, serta kippah (topi khas Yahudi), pinggiran rambut yang dikepang kecil kiri kanan masing-masing satu, jenggot wajib panjang.
Shulem Shtisel adalah karakter yang sangat kuat dalam cerita ini. Seorang saleh yang walau cukup tegas nan konservatif tapi sangat lentur menghadapi anggota keluarganya.
Misalnya saat ibunya yang tinggal di panti jompo memutuskan untuk membeli sebuah televisi.
Televisi termasuk salah satu yang “diharamkan” dalam kepercayaan komunitas ini. Juga hobi Akiva melukis. Hal-hal seperti ini juga terlarang.
Serial ini hampir tidak menyentuh ranah politik tapi ada juga sekilas digambarkan kalau sebenernya mereka rada-rada anti zionis hehehe. Scene dan dialognya haluuuuusss, tapi lumayan to the point soal ini hehehe.
Sebagian besar cerita menyoroti soal masalah sehari-hari. Baik tentang Shulem, Akiva, maupun Giti (anak perempuan Shulem).
Serial ini banyak dipuji karena skenario yang sangat membumi walau ceritanya fokus kepada sebuah komunitas khusus.
Saya rasa serial ini menggambarkan apa yang sebenernya terjadi dalam banyak agama :). Banyak konflik pribadi dalam sebuah komunitas. Dan tidak semua yang saleh dan alim itu karena doktrin semata, tapi memang ada yang meyakininya secara sadar dan utuh. Dan hal itu oke-oke saja ;).
Dalam dua episode awal saja sudah senang dengan pengenalan karakternya.
Ada kisah cinta, ada persoalan rumah tangga dari hal-hal simpel sampai yang berat-berat. Soal pergaulan, soal persaudaraan, dst dst.
Perempuan-perempuan orthodoks tidak melulu digambarkan lemes dan korban misoginisme yang konon ikut diwariskan via ajaran-ajaran agama samawi.
Giti Shtisel misalnya, cerdas dan tegas, walau tergolong “fanatik” dalam beragama. Perempuan juga boleh bekerja seperti biasa walau sudah menikah.
Jalan ceritanya asyik banget. Fokus masalah berpindah-pindah dengan rapi antar para karakter. Tokoh-tokohnya merata enggak ada karakter hitam-putih. Konfliknya bukan yang menggebu-gebu tapi masalah sehari-hari yang seharusnya mudah dijumpai di belahan dunia mana pun.
Mereka juga digambarkan seperti umumnya “kalangan beragama yang patuh”. Itu loh, hobi “mengejek” orang lain di luar lingkungan mereka. Ada istilah khususnya segala hahahaha. Makanya, semua “agama standar” ya pasti gitu dah, mereka yang di “luar garis” = kafir kabeh :p.
Uniknya, dalam kepercayaan Yahudi ini, ada semacam garis batas yang terlalu kentara. Kalau misalnya sudah sekuler ya udah sekuler 100% dan tidak akan sedikit pun melakukan ritual apa apa.
Kalau dalam Islam, yang pakai rok mini dan rajin shalat kan banyak ya hehehehe. Enggak akan dianggap non-Islam.
Yahudi ini sepertinya ALL or NOTHING. Dan tidak semua orang di Israel itu relijius. Kalangan relijiusnya malah tetap tinggal berkelompok di wilayah tertentu. Terlihat tidak berbaur. Ada wilayahnya sendiri-sendiri.
Menyenangkan banget serialnya. Nonton dicicil-cicil. Mirip sama Virgin River, enggak perlu sampai ngantuk-ngantuk dan maraton. Bisa dinikmati secara perlahan tapi dijamin enggak bosen ;).
Ikatan batin antar anggota keluarga diantara sekian banyak konflik yang muncul tergambar dengan hangat, cukup bikin haru, tapi gak ada cengeng-cengengnya.
Rabbi Shulem Shtisel, alih-alih ditampilkan sebagai seorang alim yang dikit-dikit bawa ayat, banyak digambarkan sebagai laki-laki yang susah move on dari bayangan istrinya dan sebagai orang yang cukup “licin” dan kadang culas jugak dalam mencari solusi masalah hehehe.
Film tuh seharusnya bisa menjadi penengah, ya. Menggambarkan secara utuh, jangan menyorot satu sisi saja. Apa mungkin suatu hari dibuat film yang sama tentang komunitas Taliban?
O ya, bahasa sehari-hari mereka semacam gabungan bahasa Turki dan bahasa Arab. Sementara bahasa Farsi (Iran) juga ya semacam ini-ini jugak. Ya memang aslinya deket-deket aja tuh rumpunnya. Betapa seharusnya perbedaan itu memperkaya ya bukan mengkafir-kafirkan wwwoooiiii hehehehe.
As it’s said, walau tentu enggak bisa ditelen bulet-bulet, “If you understand everything, you’ll forgive everything.”
Enggak sabar menunggu Season 4 :D.
8 out of 10.
Selamat menonton ^_^.