Jilbab di Sekolah, Now and Then


Pertengahan tahun 1984, sebuah sekolah swasta baru dibuka di Kota Makassar. Seorang kerabat sukses membujuk orang tua saya memasukkan saya ke sekolah tersebut walau biayanya tentu lebih mahal daripada TK negeri.

Wait, kalian udah lahir belom tahun 1984? 😂😂😭😜.

Kok almarhum bapak mau? Karena ada embel-embel sekolah Islaam 😝. Tapi kuncinya di nyokap.

Karena sebenernya almarhum Bapak pengin anak perempuan masuk sekolah agama. Tapi Mama enggak sreg dengan sekolah Islam yang umumnya berlabel Muhammadiyah di kala itu di kota kami.

Sekolah “berlabel Islam” di masa itu dianggap “kurang cihuy” dalam urusan akademis. Masuk pesantren di zaman itu juga kesannya gimanaaaaaa gitu. Enggak kayak sekarang. Malah berlomba-lomba masukin pesantren, dari TK kalok perlu! Hihihi.

Soal ini memang kedua orang tua saya agak bertolak belakang. But remember, “The man is the head of the family, but the woman is the neck!” Film apa hayoooo :p.

Yayasan Perguruan Islam Athirah muncul membawa gagasan baru soal pendidikan “ala Islam”. Bahwa sekolah “islami” pun bisa kok mencetak siswa siswi jagoan matematika dan Bahasa Inggris misalnya.

Mungkin, sekolah Athirah datang untuk memberikan perlawanan atas hegemoni sekolah-sekolah swasta Katolik yang saat itu terkenal dengan prestasi akademis yang gemilang.

Banyak loh anak-anak dari keluarga muslim cukup berada yang masuk swasta Katolik. Karena mupeng dengan pengin sistem pendidikan yang dianggap lebih modern nan keren gitu-gitulah.

Soal busana sekolah?

Athirah di masa itu tidak mewajibkan penggunaan jilbab sama sekali. Anjuran pun gak ada 😅🙈. Ada sih yang pakai jilbab. Tapi bisa dihitung jari. Anak SMPnya juga jarang pakai jilbab, tuh.

Seragam kami keren looohh di masanya 😎. Seragam kotak-kotak hijau tosca ada model skirt-jumpsuitnya segala.

Alhamdulillah memang kualitas Athirah cepat mencuat. Langsung meroket menjadi salah satu sekolah swasta dengan mutu terbaik di Sulsel. Anak bupati dari seantero provinsi banyak yang masuk Athirah jadinya. Enggak lagi kabur ke Jakarta masuk Al Azhar hahahaha.

Wajah Islam saat itu perlahan muncul sebagai jaminan mutu kualitas pendidikan modern di Makassar. Banyak teman saya yang berasal dari keluarga tajir yang kakak-kakaknya masuk sekolah Katolik, tapi sejak Athirah muncul, yang kalangan lebih mudanya masuk Athirah dong, dong, dong :p.

Tapi masa terus bergulir. Kini sudah berubah lagi trennya.

Kalau dulu sekolah Islam ‘berjuang’ untuk bisa menunjukkan kalau Islam itu modern kok, Islam itu ikut perkembangan zaman kok, sekarang nuansa IDENTITAS yang lebih terasa.

Dulu di Athirah, saya nangkepnya gini, “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang berguna bagi banyak orang. Dan ILMU adalah salah satu harta terpenting dan termudah yang bisa dimiliki oleh siapa saja.”

Diceritakan soal sumbangsih para ilmuwan dari berbagai penjuru benua terhadap kehidupan kita sekarang. Berapa banyak penemuan yang mempermudah kehidupan umat manusia.

Nah, definisi ILMU dulu tuh ya SEMUA ILMU. Ada kok hafalan surah pendek sejak TK. Belajar tahsin sampai aneka rupa hukum Mad yang panjang berendeng itu sudah saya cicipi sejak SD hehehe.

Tapi enggak fokus utama ke situ. Pokoknya kami dicekokin agar bisa memberikan sumbangsih kepada kemaslahatan hidup orang banyak. Jadi dokter biar bisa menyelamatkan nyawa banyak orang. Jadi insyinyur biar bisa membangun jalan, gedung, atau apa aja buat kepentingan banyak orang dst dst.

Ditekankan soal AKAL adalah anugerah terbesar untuk manusia. Jangan malas, jangan sia-siakan akal. Diasah terus, dipakek buat mikir. Kalau lagi drilling soal-soal matematika segabruk, disemangatinnya gitu, “Gunakan anugerah terbesar dari ALLAH.”

Berpikir adalah kewajiban utama seorang muslim. Kudu banyak mikir, jangan malas.

Urusan Islam di pendidikan sekolahan, merembet terus sampai ke urusan berpakaian. Ajaib juga ya perubahan zaman bisa jungkir balik begini hihihi.

Zaman saya mulai pakai jilbab tahun 1995 silam, mau foto buat ijazah, aih gilak, minta izinnya harus berlapis buat bisa berfoto dengan jilbab. Terpaksa, berfoto tanpa kerudung untuk ijazah daripada ribet.

Dulu ngemis-ngemis biar diizinkan boleh pakai jilbab, sekarang malah bablas … kalok perlu, semua kudu pakek jilbab! Jadi semacam twisted ending inih :p.

Dulu pakai jilbab disinis-in, sekarang enggak pakai jilbab didoain biar cepet dapat hidayah.

Bahkan beberapa sekolah negeri pun kudu pakai jilbab. Bukan cuma di Padang tauk. Ini sudah menjadi kegelisahan beberapa pihak sejak beberapa waktu lalu.

Biasanya sih kebijakan internal. Kalau semuanya ikhlas menuruti ya tidak masalah. Saya kenal salah satu orang tua murid non muslim yang tidak keberatan anaknya pakai rok panjang misalnya. SEneng malah biar lebih feminin katanya hehehe.

KUNCINYA, JANGAN DIPAKSA!

Masalahnya, kadang banyak ortu yang males cari masalah. Daripada anaknya dikeluarin dari sekolah, pusing lagi cari sekolah di masa sekarang tuh. Jadi sekolah negeri pun banyak yang makin “berani” bikin aturan sendiri soal berpakaian.

Akhirnya memendam rasa. Yang begini-begini kalok dibiarin takutnya akan berkembang lebih besar ke arah yang tidak diinginkan :(.

Lebih miris pakai alasan mayoritas minoritas. Anak saya dulu di Ireland sekolah di sekolah publik yang rata-rata memang Katolik. Dipaksa belajar agama aja kagak. Kalo yang Katolik ke gereja, anak-anak non Katolik malah leha-leha di rumah masing-masing hahahaha. Diliburkan cuuuuyyyy :p.

DI Indonesia malah sekolah publik harusnya tidak menjadi dominasi agama tertentu. Iya gak sih? Apa gue yang kelamaan merantau kah? Udah berubah jangan-jangan hahahaha.

Tapi ekslusivitas sekolah-sekolah negeri yang makin ke sini makin gimanaaaa gitu kok ya justru bertentangan dengan semangat global yang ingin agar pendidikan di sekolah-sekolah bersifat inklusif.

Apa masih kurang banyak nestapa yang harus dihadapi oleh kita yang tua-tua ini terkait olengnya kita menyikapi perbedaan?

Then let’s do better for our youngs.

As it’s said, “Inclusion is not tolerance, it is unquestioned acceptance”.

Isn’t it? You tell me 🙏.


2 comments
  1. Hi, salam kenal.
    Ini pertama kali saya membaca post dari Mba Jihan.
    It is really an honest thoughts 🙂

    1. Makasih ya <3

Comments are closed.