Sekularisme, Kasus Citizenship di Jerman, dan Tragedi Pemenggalan di Perancis

Ada 2 kasus yang sedang saya ikuti di daratan Eropa.

Peristiwa gagalnya seorang imigran muslim mendapatkan kewarganegaraan Jerman gara-gara menolak berjabat tangan dengan ibu-ibu petugas imigrasi.

Ybs sudah lulus ujian dan tinggal belasan tahun di Jerman serta berprofesi sebagai seorang dokter. Hanya gara-gara menolak bersentuhan dengan ibu tadi, sertifikatnya ditahan. Sampai ke level pengadilan pun, si imigran ini ‘kalah’.

Alasannya, si imigran dianggap gagal berintegrasi dalam kehidupan sosial di Jerman. Lah, memangnya berjabat tangan adalah salah satu syarat wajib untuk mendapatkan status warga negara?

kacang tanah untuk diet

Padahal si pemohon selama ini oke-oke saja performancenya sebagai dokter. Belasan tahun loh.

Kalau si ibu tadi sebagai individu merasa baper ya oke, kita bisa apa. Masa perasaan orang diatur-atur.

Tapi, kalau sampai selevel institusi PENGADILAN NEGARA pun ikutan baper? Piyeeee πŸ˜…πŸ™.

Kasus satunya lagi di Perancis mengorbankan nyawa seorang guru. Seorang guru dipancung oleh oknum murid karena dianggap mengolok-olok Nabi Muhammad. Yup, oknum murid seorang muslim.

For info, si Pak Guru menayangkan gambar olok-olok tersebut untuk mengajarkan soal kebebasan berpendapat. Hal ini cukup umum di Perancis ternyata.

Mayoritas mengecam keras insiden pembunuhan tersebut.

Jerman, Perancis, dan mayoritas Eropa rata-rata negara penganut sekularisme.

Kutip dari Wikipedia, “Dalam istilah politik, sekularisme adalah pergerakan menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini dapat berupa hal seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama negara, menggantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan pembedaan yang tidak adil dengan dasar agama.”

Tujuannya sih tidak salah. Untuk menjamin hak semua orang tanpa memandang agama. Namun, dalam praktiknya … complicated.

Penerapan sekularisme Eropa vs US juga beda. Misalnya, di Perancis nih, atribut keagamaan apa pun cenderung TERLARANG di ruang publik. Sebaliknya, di US, bebaaaaaassssss.

Misalnya di Texas, anak laki-laki kalau izin shalat Jumat HARUS diperbolehkan di jam pelajaran. Kalau dilarang berarti melanggar hak asasi. Pakai jilbab, cadar, kalung salib, sorban khas Syikh (India) juga monggoooooo.

Republik Irlandia agak di tengah. Dalam keseharian sih, bebas-bebas aja hehehehe. Malah pemerintah mendanai beberapa sekolah berbasis Islam loh. Jumlahnya masih sedikit. Untuk mengimbangi public school yang hampir 100% menggunakan “kurikulum Katolik”.

Tapi mohon pahami, “kurikulum Katolik” (tanda kutip yak, kutidak paham apa istilah benerannya hahahaha) berbeda dengan doktrin agama Katoliknya. Memang ada pelajaran agama tapi kalau gak mau ikut ya gak papa hehehe.

Tapi di US, semua sekolah publik atau apa pun yang bersentuhan dengan SUBSIDI PEMERINTAH harus bebas dari pengaruh/simbol agama apa pun. Di hari Natal, kagak boleh itu pasang-pasang pohon Natal di sekolah publik atau instansi pemerintah.

Simbol agama apa pun di tempat umum (termasuk agama mayoritas Nasrani) boleh dihancurkan kalau publik tidak berkenan.

Pemerintah mendanai kegiatan, fasilitas umum, atas nama agama tertentu? Tet toooottt, tidak boleeeeeehhhh :D.

Tapiiiiiii, kalok pasang pohon Natal di mal ya boleh. Pasang gambar ketupat pas lebaran di mal ya monggo aja :D. Dan kalau kalian lihat di berbagai jalanan utama di kota-kota besar di US, rumah ibadah boleh didirikan oleh komunitas agama apa pun.

Selama semuanya adalah campur tangan swasta (non pemerintah), penyembah iblis pun boleh mendirikan rumah ibadah :p.

Makanya di Texas tuh ya, segala masjid dari semua mazhab adaaaaaa hehehe. Itungin tuh, ada masjid Syiah yang ternyata juga punya beberapa aliran beda-beda. Ada masjid Sunni yang juga terbagi-bagi. Ada Sinagog, ada aneka rupa gereja yang mana Nasrani ini “kelompok”nya juga amat sangat bervariasi hehehe.

Jadi jangan sampai salah masuk masjid hahaha :p.

US menjamin kebebasan beragama selama pemerintah tidak ikut terlibat. Sebaliknya di Eropa ada beberapa negara yang malah MENGEKANG atribut keyakinan apa pun di ruang publik!

Tapi inget loh, di Perancis tetap boleh pakai jilbab di luar sekolah atau instansi yang mengeluarkan aturan pelarangan.

Tidak semua Eropa begini. Kalau kalian lihat di UK, pemerintahnya lebih “ramah” terhadap kaum muslim. Republik Irlandia juga mirip.

Bebas pakai jilbab di Ireland πŸ˜‰

Malah nih di Ireland, cenderung ingin memfasilitasi semua agama. Di kota tempat tinggal saya dulu, kelompok muslim sempat dianjurkan untuk mengajukan proposal dana kepada pemerintahan setempat loh :).

Kayak di Indonesia ya hehehehe. Cuma kalau begini, secara otomatis, agama mayoritas diuntungkan. Pasti kucuran dana dan perhatian lebih besar untuk agama mayoritas, simply karena penganutnya lebih banyaaaaak :D.

Terus soal Islam sendiri memang agak unik dibanding agama lain. Kenapa? Karena di Eropa walaupun mayoritas sudah sekuler dalam kehidupan sehari-hari (agama KTP doang gitulah hihihihi), mereka kan basisnya Nasrani :D.

Jadi lihat kalung salib lebih santai daripada lihat perempuan bercadar misalnya. Proses membaur juga agak sulit. Karena misalnya pernikahan, muslim kan sulit menikah dengan agama lain. Belum lagi soal aturan makanan. Padahal Yahudi juga sama ketatnya bahkan lebih ketat.

Fyi, jumlah Yahudi tidak sebanyak muslim karena Yahudi terikat erat garis keturunan kalau gak salah.

Isu-isu global seperti pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika (yang banyak muslimnya) juga menggerus perekonomian di Eropa Barat dan bikin masyarakat sana yang ekonomi negaranya ngandelin pajak perorangan jadi sewot.

Persoalan beginian ditarik ke ranah agama ujung-ujungnya. Pening yes?

Makin bias dengan kebebasan berpendapat yang diagung-agungkan oleh banyak negara maju. Makin kompleks dengan banyaknya pendatang muslim yang justru nyamannya kabur ke negara-negara Eropa.

Seperti respons dedek Ustaz Dinar Zul Akbar terhadap komentar saya di wallnya, imigran muslim ingin menikmati segala kenyamanan ala negara maju tapi sekaligus takut kehilangan identitas muslimnya di tengah arus liberalisasi?

Dilengkapi fakta bahwa kelompok-kelompok ekstrim lebih lihai dalam berdakwah secara digital. Video-video mereka lebih mudah viral.

Mungkin karena bandul-bandul spiritual yang diyakini akan bergeser ke kiri selama tinggal di negara maju mayoritas non muslim maka kaum imigran muslim melakukan “perlawanan keras” dengan ikut komunitas Islam “garis keras”?

Cobaklah bandulnya digeser ke tengah. Tapi kemudian kita akan berhadapan dengan jargon andalan, “Yang Haq adalah yang haq, yang batil adalah yang batil.” Tidak ada yang namanya keyakinan tengah-tengah. Padahal konon umat Islam diharapkan menjadi umat pertengahan. Ini gimana sih bertolak belakang gini :D.

Ketambahan lagi dengan pandemi berkepanjangan ini. Kejatuhan ekonomi secara global tentu saja punya pengaruh besar terhadap tingkat kebaperan tiap orang terhadap hal apa pun.

Apalagi soal agama, yang konon perintah Tuhan langsung, “Ini bukan kata gue, ini perintah Tuhan tauk!” Lah, gimana cara minta konfirmasinya? Siapakah yang seharusnya menjawab jika kita bertanya, “Tuhan, benarkah ini adalah sabdamu?” πŸ™.

β€œThe mind is its own place, and in itself can make a heaven of hell, a hell of heaven..”― John Milton, Paradise Lost

Think about it ya :).