Tragedi Farkhunda, Antara Agama -Misogini – dan Politik

“Allahu Akbar!” Pekikan ini terdengar saat iring-iringan manusia mengantarkan jenazah Farkhunda ke tempat peristirahatan terakhir.

Ironisnya, pekikan yang sama, “Allahu Akbar” juga digunakan oleh para pelaku saat membunuh Farkhunda beramai-ramai di salah satu pusat kota Kabul, Afghanistan. Dimana dalam kasus ini, kata membantai mungkin lebih tepat.

Gambar : operationworld.org
Gambar : operationworld.org

 

Tanggal 19 Maret 2015, sebuah video amatiran yang direkam oleh banyak orang (ada yang mengklaim ratusan) tersebar viral di media sosial. Orang-orang yang menyebarkan video dengan bangga mengklaim bahwa mereka adalah bagian dari “tim penyelamat agama” oleh seorang perempuan atheis bernama Farkhunda.

Farkhunda dituduh membakar alquran. Massa yang merubung, diklaim sekitar seribu laki-laki, (SERIBU LAKI-LAKI) yang dari usia abege sampai tua, secara spontan memukuli, menampar, menendang, menyeret tubuhnya dengan mobil sejauh ratusan meter, menaruhnya di tepi sungai, melempari batu hingga akhirnya membakar jasadnya.

Setelah insiden ini, orang tua Farkhunda mengakui kalau putri mereka mengidap gangguan jiwa. Belakangan klaim ini tidak benar. Keluarga Farkhunda dipaksa mengatakan soal penyakit jiwa agar mereka terhindar dari amuk massa. Bahkan orang tuanya sempat diminta meninggalkan kota Kabul untuk sementara waktu.

Gambar : thegrindstone.com
Gambar : thegrindstone.com

 

Sehari setelahnya, kaum ulama dan beberapa petinggi pemerintahan ikut mengecam Farkhunda dan “mendukung” pembantaian tersebut sebagai “tindakan membela agama”. Walau presiden menginstruksikan investigasi dan menolak klaim bersalah terhadap Farkhunda sebelum ada bukti.

Hasil investigasi menunjukkan Farkhunda tidak pernah membakar alquran. Tuduhannya palsu.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Di depan sebuah masjid yang juga ramai dikunjungi orang karena berfungsi sebagai tempat wisata, suatu pagi di hari yang sama, Farkhunda menegur seorang laki-laki, Zainuddin, penjual cinderamata di depan masjid.

Farkhunda meminta Zainuddin menghentikan kegiatannya menjual benda-benda kecil yang berisi tulisan-tulisan alquran yang bisa dianggap sebagai jimat. Farkhunda menganggap hal tersebut sebagai bid’ah dan tidak sesuai tuntunan agama.

Zainuddin, bukan hanya penjual cinderamata tapi juga dikenal sebagai ulama lokal di sana. Sementara Farkhunda juga lulusan sebuah sekolah agama yang saat itu juga bekerja sebagai tenaga pengajar agama secara sukarela.

Saat berdebat, Zainuddin berteriak kepada orang-orang yang ramai lalu lalang di sana, “Hei, hei kemarilah. Perempuan ini membakar alquran.”

Tuduhan tersebut menyulut perhatian. Dari situ para lelaki mulai berdatangan dan berkerumun. Di sini, sudah banyak yang mulai merekam.

Farkhunda membantah tuduhan tersebut. Tuduhan juga melebar kepada tuduhan antek Amerika, mata-mata, dsb. Massa makin memanas. Hadehhh, enggak di mana-mana ya. Isu beginian selalu “laku dijual” :'(.

Farkhunda dihajar oleh banyak laki-laki sampai babak belur hingga jilbabnya terbuka dan wajah berlumuran darah. Permohonan ampun dan bantahannya sama sekali tidak ditanggapi. Orang makin ramai berteriak-teriak. Jangan nonton videonya kalau enggak kuat.

Polisi pun tidak sanggup menahan serbuan massa. Malah ada indikasi polisi diam saja saat massa makin membludak. Kalau lihat videonya mungkin benar jumlahnya bisa mencapai seribu orang. Seribu laki-laki membantai SATU PEREMPUAN karena tuduhan membakar alquran yang BELUM ADA BUKTINYA.

Watch your anger, gambar : pixabay.com
Watch your anger, gambar : pixabay.com

Polisi-polisi yang dianggap lalai saat kejadian hanya dihukum 1 tahun itu pun dibebaskan setelah beberapa bulan dengan jaminan bersyarat.

Saat pemakaman yang biasanya “terlarang” bagi wanita, jenazah Farkhunda digotong ramai-ramai oleh para perempuan saja. Laki-laki dilarang mendekat.

Ironisnya, para pelaku, massa laki-laki yang diamuk amarah ini bukan kalangan relijius yang biasanya tinggal di daerah-daerah terpencil atau di perbukitan. Mereka adalah orang-orang perkotaan Kabul yang hidup dan besar di daerah urban.

Lebih sadis lagi, sama sekali tidak terlihat tanda-tanda ada yang berusaha menolong apalagi melerai. Malah ramai-ramai merekam!!! . Ya itu tadi, polisi saja tidak terlihat upaya maksimal untuk meredakan massa.

Polisi baru terlihat datang dan membubarkan massa saat jasad Farkhunda sudah dilalap api di tepi sungai. Telat ajeeeee .
Kalau nonton videonya di Youtube terus mantengin komentar-komentarnya, ya pasti isu agama menjadi sasaran empuk deh 🙁. Padahal isu agama dalam hal ini tidak berdiri sendiri. Toh, di berbagai belahan dunia lainjuga banyak negara konflik terlepas apa agama yang mayoritas di sana.

Walau kita juga tidak bisa melepaskan fakta bahwa urusan agama memang masih sering dijadikan “tameng politik” dari dulu sampai sekarang. Unfortunately, it worked very well. Makanya masih banyak yang suka “mencari celah” via ayat-ayat suci .

Tragedi Farkhunda salah satu dari banyak penguat betapa masih beratnya melepaskan Afghanistan dari trauma instabilitas politik bahkan sampai level perang Afghanistan selama beberapa dekade.

Di masa penguasaan komunis via Uni Soviet, ada beberapa peraturan yang melegakan misalnya pelarangan kawin paksa dan pengenalan hak politik bagi perempuan. Tapi korbannya tidak sedikit. Banyak sekali warga yang berseberangan ideologi yang terbunuh dan tertindas.

Dari sini, banyak pihak luar yang mencari kesempatan, misalnya hadirnya kalangan Mujahidin yang disponsori oleh lawan-lawan politik Sovyet untuk membebaskan Afghanistan dari komunisme. Usahanya berhasil. Tapi tidak membuat kondisi politik Afghanistan “adem”.

Perang Afghanistan (gambar ilustrasi saja)
Gambar : pixabay.com

 

Perang Afghanistan adalah perebutan kekuasaan yang terjadi diantara sesama golongan yang tadinya bersatu mengusir komunisme. Hingga akhirnya Taliban berkuasa sejak tahun 1995. Di era Taliban yang mengklaim dirinya sebagai “Moslem Estate”, represi terhadap kaum perempuan benar-benar “berjaya”.

Dari kewajiban menutup tubuh (benar-benar dari ujung rambut ke ujung kaki), batasan dalam menuntut pendidikan, kawin paksa/perkawinan di usia sangat muda, dsb :. Namun, tak sedikit kalangan Islam baik internal maupun di luar Afghanistan yang mengkritik hal ini sebagai “very wrong idea of Islam.”

Taliban mungkin sudah bisa “ditaklukkan”. Tapi efek kehidupan sosial budaya yang mengarah ke misoginisme -nya mungkin butuh satu atau lebih generasi lagi untuk perbaikan ke depan .

Puluhan orang ditangkap dalam insiden ini saat terbukti Farkhunda ‘bersih’. Sedihnya, beberapa bulan kemudian, hukuman mati yang dijatuhkan kepada beberapa orang malah dibatalkan diganti dengan hukuman 10-20 tahun penjara. Itu pun keputusannya berlangsung dalam ruang tertutup, tidak dibuka untuk publik .

Sebenarnya, tidak sedikit dana yang digelontorkan oleh banyak pihak untuk pemulihan kondisi di Afghanistan. Tapi korupsi yang merajalela makin melumpuhkan harapan perbaikan di sana. Penegakan hukum ya masih jauh dari sempurna .

Perlawanan terhadap kelompok Talliban dll masih berlangsung. Sambil melawan kelompok ekstrimis, perjuangan internal juga diwarnai dengan pemberantasan korupsi. Hingga kini, Afghanistan masih masuk dalam 5 besar negara paling korup di dunia.

Korupsi melumpuhkan kondisi ekonomi di sana. Kondisi ekonomi yang stagnan dan cenderung lemah punya andil besar dalam kondisi psikologis yang menjalar kepada budaya dan sosial masyarakat setempat. Apalagi ini negara yang puluhan tahun hidup dalam suasana perang.

Perbaikan tingkat pendidikan seharusnya bisa menjadi salah satu pemutus ketidakberdayaan masyarakat dalam banyak hal. Tapi kalau duitnya diembat sama pejabat ya bagaimana mau memulai semuanya?

Setidaknya Farkhunda memantik semangat perlawanan dari kalangan aktivis perempuan di Afghanistan dan semoga membuka mata masyarakat di sana untuk bersama memperjuangkan hidup ke arah lebih baik. Aamiin.

Farkhunda jauh di sana, itu juga kejadiannya sudah lebih dari setahun yang lalu. Tapi kita bisa memetik banyak pelajaran, ya. Tentang pentingnya stabilitas politik misalnya. Jangan kalian kira Afghanistan ujug-ujug kacau, ya. Itu banyak penyusupnya dari luar . Termasuk negara-negara besar yang berebut pengaruh.

Hal lainnya terkait…berita bohong. Duh, ini nih masih peer banget. Apalagi di tengah terjangan arus informasi yang super deras. Belajar berenang ya teman-teman, jangan sampai tenggelam karenanya .

Efek berita bohong yang berpotensi menyebar kebencian itu jangan disangka gitu-gitu doang. Selain berujung kepada pembantaian dan pembunuhan kepada satu orang (misalnya kasus Farkhunda), tidak sedikit perang besar di dunia yang salah satu pemantik utamanya adalah … rumor belaka 🙁.

Mobilisasi massa juga harus berhati-hati . Namanya keramaian, apalagi memang tujuannya mau menghujat dan penuh dengan cacian ya pasti potensi bikin orang kejang-kejangnya tinggi.

Salah satu pelaku yang tertangkap karena kelihatan di video di kasus Farkhunda adalah Yaqoob. Usianya masih 16 tahun. Dia bukan anak nakal bahkan sedari kecil rajin bekerja dan sangat melindungi adik-adik perempuannya.

Perang afghanistan
Gambar : pixabay.com

 

Ujug-ujug dia ikut ke dalam keramaian hanya karena mendengar seribu orang berteriak-teriak dan memukuli satu orang perempuan. Yaqoob terlihat melemparkan batu berukuran besar ke tubuh Farkhunda. Orang tua Yaqoob membelanya, “Ya tentu dalam keramaian seperti itu, kita pastilah gampang emosi. Tersulut oleh mayoritas. Dia tidak terpikir bahwa perempuan tersebut tidak bersalah.”

Ya makanya, mbok ya ngumpul-ngumpul itu buat minum teh bareng atau diskusi. Atau memperjuangkan sesuatu yang berfaedah yang bisa menyelamatkan hidup banyak orang atau membawa perbaikan bagi masyarakat. Jangan menghimpun massa untuk mengalirkan amarah 🙁.

Itu di videonya, ada lho anak-anak usia pra remaja yang ikut-ikutan melempar batu dan semacamnya 🙁.

Nama Farkhunda diabadikan sebagai nama jalanan tempat Farkhunda dianiaya dan diseret. Sebuah tugu juga dibuat untuk mengenangnya. Semoga kenangannnya tidak hanya berhenti menjadi label dan bangunan seremonial semata.

Remembering Farkhunda. Remembering the societies where women are still considered as the not more than the second gender .

Masih mempertanyakan mengapa aktivis perempuan suka lebay dan layak didengarkan suaranya?

Gambar : misacor.org
Gambar : misacor.org
7 comments
  1. Serius tanya nih mbk Ji, itu yg fitnah farkhunda akhirnya gimana, kena hukuman jg g ya? Secara dia kan provokatornye.
    *sebelbeud* pengen nimpukin pake panci panas *eh

    1. Dia termasuk yang kena hukuman mati. Tapi kan hukuman matinya dianulir diganti dengan hukuman penjara. Itu juga proses pengadilannya tertutup dan masih terus diprotes oleh aktivis dan keluarga Farkhunda.

  2. Aku kayanya sempat nonton deh videonya ini dan langsung sesak nafas 🙁

  3. Contoh Farkhunda ini bagus diangkat, Ji. Dan dihubungkan dengan Masih mempertanyakan mengapa aktivis perempuan suka lebay dan layak didengarkan suaranya? 🙂
    Pada kenyataannya memang ada hal2 yang perlu dibela atau diperjuangkan. Farkhunda adalah contoh kasus ekstremnya 🙁

  4. sedih membacanya kakk.. hiks…

  5. Ulasan yg sangat baik dan menarik, Jihan.
    Indonesia butuh banyak sekali orang seperti Jihan.
    Jangan pernah merasa lelah dan teruslah mencerah.
    Semoga senantiasa dlm lindungan, rahmah dan barokah dari Allah.
    Amien.

  6. T_T itulah…semua gara-gara hoax..berita bohong.

    Dan setuju banget sama kalimat ini dari tulisan di atas: “Ya makanya, mbok ya ngumpul-ngumpul itu buat minum teh bareng atau diskusi. Atau memperjuangkan sesuatu yang berfaedah yang bisa menyelamatkan hidup banyak orang atau membawa perbaikan bagi masyarakat. Jangan menghimpun massa untuk mengalirkan amarah ?.”

Comments are closed.