Pengaruh media sosial

Ruang Privasi vs Ruang Publik di Era Medsos?


FB masih mentok bahas Bu Tedjo. Twitter dan IG lagi rame bahas IG story seseadek artis yang lagi naik daun.

Wow, dia post video public di IG story akunnya sendiri. Besar kemungkinan lagi mabok 🙈🙈🙈.

Langsung direpost membabibuta di akun gosip 😰😰😰. Duh, serem euy. Konon titel brand ambassador di beberapa produk langsung dicabut 😰.
Tiati Dek. Namanya public figure. Kalo mabok jangan main hape? 😳.

Susah juga mau nahan netijen yang julid. Secara praktik, batas penerapan UU ITE juga sulit diterapkan. Apalagi dese tenarnya gara-gara film yang memberi pesan moral soal bahayanya seks bebas pada usia sekolah 😥.

Iya, itu hak/urusan pribadi. Who are we to judge. Tapi ya kalo ke-post di IG secara public ya gimana dah 👀.

Kalau sudah masuk ruang publik, ada konsekuensi yang mau gak mau harus diterima.

Era medsos menata ulang definisi “ruang publik”. Inilah masalahnya. Jadi sering terbentur, “Ah itu kan urusan pribadi”, “Jangan julid entar karma loh”.

Problemnya, media sosial itu bukan diari. Bahkan bukan media lokal. Selevel selebritis hampir selalu menggunakan status PUBLIC. Yang artinya apa pun yang mereka posting akan menjadi konsumsi SELURUH DUNIA. Literally!

Pengaruh media sosial

Bahkan media cetak nasional semisal tabloid gosip di era 90an belum tentu aksesnya beneran ke seluruh nusantara. Tapi internet mematahkan keterbatasan ini. Dunia online membuat informasi melayang sepuasnya sampai jauh dengan kecepatan luar biasa.

Gambar : hongkiat.com

Sejak kembali membuka gembok akun IG, saya pikir 10x sebelum posting story. No more story tentang keseharian, biasanya posting rutinitas yoga pagi. Posting kegiatan anak2 sore2. Posting tentang kegalauan mau beli sofa bla bla bla hahaha.

Sekarang ya isinya kayak FB. Gak posting soal kegiatan sehari-hari lagi 😁😁😁 .

Sejak media sosial merajalela, sepertinya kesempatan untuk mendapat perhatian publik makin “merata”. Maksudnya bukan hanya artis atau selebritis di dunia nyata yang mudah mendapatkan penggemar/follower/susbcriber.

Batasan soal apa yang harus diposting segala macam jadi sangat debatable. Apalagi sekarang ada profesi endorser. Endorser menjadi profesi yang lumayan dikejar apalagi di era pandemi ini.

Walau makin mudah untuk mendapat tempat di “publik” tapi resikonya kan juga tidak sedikit. Salah posting sedikit saja, biar langsung duaaaarrrrr :(.

Definisi bijak bermedsos pun jadi abu-abu. Banyak kesempatan yang muncul, namun makin tinggi pula resiko yang harus ditanggung.

Jadi, balik ke era offline aja apa gimana hehehehe.