I didn’t see this coming. Baru membaca di bagian “Sungai Kisah yang Mengalir ke Arahmu” lah kok udah mewek aja. Di tempat umum begitu ya masa mau nangis-nangis. Gengsi amat hahahaha. Padahal itu baru TULISAN PENGANTAR! *panik*.
Sungguh keputusan yang gegabah membawa buku ini buat dibaca santai waktu nemenin anak-anak ke playground di suatu minggu sore yang cerah. Sambil duduk ngeliatin anak-anak main, maksudnya mau duduk-duduk manja sambil baca buku ini aja biar enggak bosen-bosen amat. Karena bapaknya juga nemenin anak-anak maen bola –> this is why, perhaps we need to have another girl in this family! #ehGimana.
Sejujurnya dulu sekalian beli #dearRiver untuk optimasi ongkir aja sih pas beli buku “Berjalan Jauh”. Kedua buku ini penulisnya SAMA.
Karena terkesan banget dengan “Berjalan Jauh”, makanya cepat-cepat pengin baca #dearRiver ini.
#DearRiver kumpulan tulisan Fauzan Mukrim buat putranya, River. Mirip dengan “Berjalan Jauh” tapi tulisan-tulisannya beda semua. Jadi ini 2 BUKU YANG BERBEDA. #DearRiver ditulis sebelum River lahir.
Selama ini kita sering terjebak dengan mengunci parenthood sebatas motherhood saja. Father-nya gimanaaaaaa?
Beban pendidikan anak, secara sosial, lebih sering dibebankan kepada Ibu. Padahal, peran Bapak/Ayah ya sama pentingnya.
Para suami dan calon ayah pun sebenarnya punya kegelisahan, deg-degan plus takut jugak mau punya anak dst dst dst dengan intensitas yang kurang lebih sama dengan para istri dan calon ibu. Mungkin selama ini para suami dan calon Ayah lebih suka memendamnya dalam hati. Untunglah ada Ayah Fauzan Mukrim yang mau membagikan isi hatinya kepada kita :).
Sudah macam masokis baca buku ini. Baca, nangis, baca, nangis, baca, nangis. Tapi gak kapok-kapok.
Esai “Ketika Kau Sakit” pedihnya dobel. Karena selain bernostalgia dengan paniknya kita di masa-masa anak sakit, Fauzan juga bercerita tentang posisinya sebagai anak. Membahas orang tua juga. Jadi yah, sebel karena gosok-gosok mata terus padahal lagi perawatan pakai eye cream biar kerutannya tidak memburuk. Bagusnya memang buku ini dibaca dengan wajah polos. No skincare at all. Percuma jugak. Pasti luntur semua, Cyiiiiin -_-.
Tidak sedikit pembahasan tentang orang tua karena Fauzan Mukrim banyak berkaca dari orang tuanya sebagai memori untuk bekal membesarkan anak-anaknya kelak. Karena itulah kita tidak boleh ngasal-ngasal, ya, membesarkan anak karena pengaruhnya bisa sampai jauh ke depan sana.
“Ibu Juga Ingin Naik Haji” misalnya. Indah sekali. Luar biasa ibunya, Kak. Kirim salam, ya <3.
Tentang Bapak juga banyak.
Almarhum Bapak saya meninggal waktu saya masih SD. It’s been while. I started to forget things about him or at least never really think about it anymore. Udah lama banget ya rasanya. Sampai kadang ada beberapa yang akhirnya lupa sendiri. Tapi beberapa tulisan ndi #dearRiver makes them all coming back to me … once again.
Saya rindu sekali jadinya sama almarhum Bapak. Walau cuma punya satu foto, saya tidak pernah lupa pada wajahnya yang ganteng hehehe <3.
Tidak sedikit istri yang mengeluh, kalau laki-laki akan atau sudah punya anak, istrinya entah tarok di mana. Tapi Fauzan Mukrim menyelipkan tidak sedikit kisah-kisah tentang sang istri. Romantis plus terharu di tulisan “Enam Tahun dan Dua Tahun.” Kebayang dulu bininya digempur terus pakai esai-esai di masa pedekate *uhuuuyyyy*.
“Pulang Memancing” melayangkan ingatan ke masa-masa bekerja dulu. Bisa-bisanya ni Ayah Fauzan menuliskan pengalaman bermacet-macet ria yang bisa bikin kita …. ya nangis lagi! Hahahahaha. Geblek, ah. Nangis mulu :p.
Banyak kisah-kisah tentang orang-orang lain di luar kerabat dan teman dekat dari penulis. Tentang seorang tamu yang datang ke kantor di suatu hari di tulisan “Tangan dan Jari-jarinya”. Atau tentang Pak Mansyur yang luar biasa di esai “Guru”.
O ya, diksi atau pemilihan katanya bagus banget, euy. Mungkin karena efek profesi wartawan. Sedih tapi enggak dangdut gitu lah hehehe. Gimana ya neranginnya. Baca sendiri aja dah hehehehe.
Gaya menulisnya juga sangat jenaka. Kesel kan, dibikin gila kita jadinya. Nangis-nangis tapi ketawa jugak. Sudah sedih-sedih membayangkan perasaan orang tua kalau anaknya lagi sakit, ada pula kalimat model begini … “Lemas seluruh badanku, Nak. Satu dua lagu yang aku nyanyikan untuk menghiburmu tidak kau gubris. Kau hanya memandangku lemah seolah-olah aku ini peserta Indonesian Idol yang sebentar lagi dieliminasi.”
“Tertawa Seperti Pocoyo” juga tulisan model begini. Mewek iya, ngakak iya. Ya makanya bacanya pas lagi sendirian aja hihihi.
Satu lagi, potongan-potongan lirik yang ngawur di “Misheard Lyrics” … bisa dibantai kau sama anak Jaksel, Bang Fauzan, hahahahaha.
Di sebuah seminar parenting yang pernah saya hadiri (pesertanya sebagian besar ibu-ibu), fasilitator bertanya kepada kami, “Ibu-ibuuuu, anak itu banyak meminta atau banyak memberi.”
Tanpa dikomando, jawaban kompak kami bergema di seluruh ruangan, “Memintaaaa…”
Ah, kita, para orang tua, suka terkecoh. Kan ada juga tuh kisah-kisah yang mengatakan kalau orang tua adalah malaikat buat anak-anak mereka. Padahal, merekalah malaikat-malaikat kecil yang dihadirkan di dunia untuk membawa kebahagiaan untuk orang-orang di sekitarnya. Jangankan membayangkan bila Tuhan mengambil kembali titipan terindahnya ini, melihat mereka sakit saja, nyawa rasanya sudah hilang separuh.
“Hadirmu semacam power supply baru dalam kehidupanku. Karena setiap aku melakukan atau memikirkan sesuatu untukmu, Nak, dengan sendirinya aku pun merasa semakin menyayangimu. Apa namanya itu? Accelerated Happiness? Mungkin semacam rasa bahagia jika bisa memberikan benda kepada orang lain, alih-alih bersedih karena benda itu lepas dari tangan kita. Rasa bahagia itu yang tak akan pernah bisa dikalkukasi dengan hukum ekonomi yang mendewakan aset dan kepemilikan.” -Fauzan Mukrim, #dearRiver-
Enggak peduli lagi deh Pakde Agus Amrullah bakal berkoar-koar tentang chauvinisme bla bla bla (hahahaha), I give 5 out of 5 stars for this book! <3
Terima kasih Ayah Fauzan yang sudah menulis buku indah ini <3. Ditunggu banget buku #dearRain nya, harus adil dong Ayaaaaahhhhh ;).
Note : bukunya bisa dibeli via River’s Corner, ya.