GENDER SEGREGATION, YAY OR NAY ??

Tantangan untuk memperlakukan kasus perkosaan selayaknya tindakan kriminal yang lain memang sangat berat. Gimana gak berat, yang kontra seringnya justru bagian dari kaum perempuan itu sendiri :(.

Di videonya ini Nandini sarkas ya di awal-awal. Nonton sampai habis. Harusnya sih sarkasnya kelihatan banget. Tapi ada aja komen orang yang salah paham.

Ada kasus perkosaan kakek usia 83 tahun kepada cucu perempuannya yang berusia 12 tahun. Seorang ibu-ibu asal Malaysia berkomentar bahwa kita tidak bisa 100% menyalahkan si Kakek.

Kesalahan bisa jadi ada pada si Nenek yang tidak bisa memuaskan nafsu si Kakek. Sehingga Kakek harus nonton film porno terus Kakek ngaceng terus akhirnya memperkosa cucunya sendiri. Kasihan kan si Kakek? ????

Tapi iya kok. Seambruk apa pun logika ini, ini adalah logika yang sangat umum yang diyakini oleh sebagian kaum perempuan juga loh.

Misalnya teman saya pernah komentar soal cara perempuan pakai baju. Dia pakai ilustrasi begini, ada remaja laki-laki nonton acara tentang liputan di pantai. Terus ada cewe-cewe pakai bikini. Si remaja laki-laki terangsang. Eh terus ketemu anak perempuan tetangga. Diperkosanya. Yang salah : embak-embak di TV yang pakai bikini.

1. Apakah semua remaja laki-laki yang menonton perempuan berbikini di pantai akan otomatis pengin memperkosa? Kalau IYA maka logikanya sudah tepat.

Kalau ternyata tidak, justru yang menarik dan bisa dieksplore lebih jauh : mengapa ada remaja laki-laki yang nonton acara begituan dan terangsang juga tapi kok ternyata tidak diikuti oleh tindakan ingin memperkosa?

2. Sulit sekali memaksa seluruh dunia untuk ikut berpegang pada nilai yang kita yakini. Even if you are moslem. Karena PERBEDAAN itu adalah keniscayaan bagian dari takdir.

Kalau si remaja laki-laki susah menahan nafsu, ya jangan nonton gituan. Kecuali dia dipaksa ya? “Pokoknya kamu harus nonton, kalau enggak kamu saya bunuh!”

3. Si embak-embak pakai bikini nun jauh di mungkin di Miami – Florida kenal ama si mas-mas remajanya aja enggak kok ya tahu-tahu si embak yang harus menerima siksa api neraka toh ya *pijetKening*.

Justru jangan-jangan loh justru segregasi yang terlalu tajam antara laki-laki dan perempuan sejak lahir kalau perlu (hahaha) yang memicu sulitnya kedua gender ini merasa SETARA. Ingat ya, SETARA, bukan SAMA DENGAN.

Seperti biru vs merah misalnya. Keduanya sama-sama warna. Enggak bisa bilang biru adalah warna yang lebih mulia. Atau merah seharusnya punya tingkatan lebih tinggi daripada biru. NOPE. Keduanya SETARA.

Dalam beberapa hal, biru lebih pas untuk digunakan. Di hal-hal lainnya, merah dianggap lebih cocok. Tapi dalam banyak hal, keduanya banyak kesempatan untuk dianggap “setara” ;).

Wilayah India dan sekitar yang sangat tajam segregasi perempuan vs laki-laki sejak kecil :(. Makanya pelecehan seksual terhadap perempuan di wilayah ini cukup marak. Sulitnya, pelecehan seksual ini sering sekali bebannya diarahkan ke perempuan :(.

Perempuan yang harus tanggung jawab ini itu. Ngurus anak, ngurus rumah, ditambah lagi, ngurus nafsu seks suami, karena ingat, suami selingkuh atau memperkosa perempuan lain tak lain karena istrinya kurang memuaskan -_-.

Lemahnya penegakan hukum di urusan perkosaan (ya gimana dong ya, kadang lapor ke polisi pun, polisi rata-rata laki-laki, dan pernah ada kasus polisinya malah nanya balik, “Kamu kok ngakunya diperkosa udah 2x kok baru lapor sekarang. Doyan kamu ya?”

W O W . . .

Subhanallah. Emang dikiranya begitu habis diperkosa, detik itu juga, kita bisa langsung buru-buru naik angkot lapor polisi gitu ya. Belum lagi kalau pelakunya orang terdekat.

Kasus laki-laki yang memperkosa adik iparnya yang janda yang tinggal menumpang pada mereka. Dilema banget. Nama baik keluarga bisa terancam. Boro-boro si lakik yang kena, jangan-jangan malah si janda ini yang bisa berantem sama kakaknya sendiri.

KOmentar netijen (PEREMPUAN!) juga dahsyat. “Yah, pasti yang salah yang janda lah. Tau sendiri kan janda. Emang bawaannya godain laki orang. Jauh-jauh dari janda lah pokoknya.”

Ya nanti jandanya dinikahin ama suamimu Mbak, kamu salahin juga jandanya.

Makanya menjadi LAKI-LAKI itu memang PRIVILEGE tersendiri ;).

Saya kebayang itu kasus kakek usia 83 tahun anggaplah istrinya 73 tahun. Terus si Kakek masih minta jatah gitu, ya, pada istrinya yang mungkin mereka udah sama-sama pikun. Tapi terus jadi pembenaran buat POLIGAMI ????.

“Makanya izinkan kami poligami daripada kami perkosa-perkosa anak cucu sendiri ye kaaaaannn…”

Kalian pernah nonton filmnya Charlize Theron “North Country” diangkat dari kisah nyata. Theron menjadi pekerja tambang perempuan. Sampai diperkosa segala. Bukan, bukan karena dia pakai baju seksi. Ya coba aja lu pakai bikini di tambang -_-.

Semata karena laki-laki merasa kehadiran Theron di tambang sebagai ancaman. Dan perkosaan itu adalah hukuman kepada Theron. “Heloooo lu itu cuma perempuan. Girls are weaker so that you know. Nih gue perkosa lu, mau apa lu, mau apa lu ….”

Pernah dengar soal relasi kuasa? Ada artikel ringannya di sini.

Jadi sebenarnya tindakan atau penampilan perempuan justru sering tidak ada hubungannya dengan kasus perkosaan. Dan perkosaan ini bisa melibatkan orang-orang yang sudah saling kenal, loh.

Dosen kepada mahasiswi, om kepada ponakan, kakek kepada cucu.

Perampokan di malam hari juga tidak sedikit yang diikuti dengan tindakan perkosaan kepada tuan rumah perempuan loh. Ya gimana atuhlah, lagi bobok juga kudu pakai gamis dan cadar apa gimana ini ??.

Mendalami masalah-masalah beginian sudah seharusnya disebarluaskan terus. Jangan semua-mua masalah diselesaikan dengan :

1. Memisahkan tangga anak perempuan dan anak laki-laki biar gak colek-colekan.

Ajarkan anak-anak dong untuk saling menghargai, tidak boleh menyentuh badan lawan jenis untuk iseng atau untuk menggoda. Tegakkan aturan, awasi, awasi, awasi! Jangan malaaaaasss.

Mau jalan pintas aje –> Pisahkan saja tangganya! Biar guru yang usah repot-repot mendidik dan mengawasi dan menegakkan peraturan?

2. Bikin edaran wajib pakai jilbab buat murid perempuan. Berlindung di balik aturan agama. Tapi coba aja diskusi panjang lebar pasti ujung-ujungnya ke situ, “Ya itu sebenernya buat kepentingan perempuan sendiri. Untuk keamanan mereka sendiri.”

Wrong!

menghilangkan trauma pelecehan seksual
Gambar : soundgirls.org

Anak laki-laki ya diajarin dong, “NO MEANS NO”. Perkosaan itu tindakan kriminal TIDAK PEDULI SI PEREMPUANNYA LAGI PAKAI BAJU APA.

Mencuri itu tidak boleh walau ada dompet terkapar di jalan tanpa pemilik dan duit ratusan ribu nyembul-nyembul dari dalam dompet.

Why does it so hard to understand?

Btw, segragasi perempuan dan laki-laki di usia sekolah jangan-jangan malah mempertajam stereotip laki-laki dan perempuan. Memperkuat relasi kuasa antara gender.

Waktu kecil, kalau bulan puasa main di masjid teringat dulu ada Pak Ustaz yang bilang ke kami, “Perempuan nanti lebih banyak yang neraka karena calleda’. Makanya ndak boleh itu dekat-dekat laki-laki sama perempuan.” (Calleda’ = centil).

Apa dia akan mengatakan hal yang sama pada kasus perkosaan anak perempuan umur 6 tahun oleh ayah kandungnya sendiri? Secalleda’ apa itu anak umur 6 tahun sampai bisa memperdaya ayahnya untuk memperkosanya?

It was so sad to admit that some of religious belief are part of this mess ???.