Mendidik anak milenial buat ortu yang lahir dan besar di era yang berbeda pasti enggak mudah. Mau tinggal di mana juga.
Tapi tinggal di negara-negara maju buat diaspora asal Indonesia, secara garis besar memang menyenangkan kok. Senengnya di atas 50%. Tapi ya harus diakui kalau nyangkutnya di dusun kecil yang orang Indonesianya cuma seupil ini lebih berat tantangannya.
Sudah otomatis kesulitan soal bumbu dapur, beli tempe aja harus online atau harus mencari ke kota-kota besar.
Berusaha mingle dengan ras lain juga kegiatan yang menyenangkan walau harus tabah menghadapi rasa BAPER yang terus melanda hahaahha.
Lama-lama ya males juga. Karena ras minoritas cuma gue doang, mereka punya teman banyak jadi tidak harus berbahasa Inggris. Siapa juga yang tahan berlama-lama dengerin emak-emak India ngerumpi pakai bahasa mereka depan idung kite ye kaaaaannn hihihihi.
Untung saya dianugerahi sifat INTROVERT jadi tidak terlalu masalah soal pertemanan gini-ginian. Tapi suami saya kan tipe-tipe yang butuh bergerombol. Makanya sejak lama beliau komplen soal kota kecil tempat kami tinggal.
Kalau soal lain-lainnya sih, IRELAND is super wonderful. Pemandangan alamnya, udaranya yang segar nyaris tanpa polusi <3.
Apartemen saya ini terletak di depan sebuah padang rumput yangn luas yang dialiri Sungai Shannon di tengah-tengahnya. Banyak sapi lalu lalang di situ.
Kalau bosan, ya saya tinggal ke sana, lihat-lihat sapi yang lagi merumput. Segeeeeerrrr.
Saya lebih banyak menulis di Ireland daripada di Jeddah, tapi lebih banyak menerbitkan buku di Jeddah hehehe.
Saking nyamannya kadang di Ireland ya, saya pikir sudah tidak perlu apa-apa lagi hahahaha. Tapi suami yang mengingatkan hidup harus berjalan terus gak boleh nyaman di satu tempat.
Lingkungan kota kecil di Irlandia juga kami anggap kurang cocok buat pendidikan anak-anak yang kami inginkan :(. Buat TK sama SD sih asyik banget (y). Makanya pendatang yang begitu anaknya sudah SMP, mereka hengkang ke kota besar, keluar dari Irlandia kalau perlu.
Maap intermezzo dikit, kali penasaran ya sama suasana Ireland yang serba natural ini ;). Boleh ditengok link di atas tuh ;). Jangan lupa juga untuk subscribe ke channel youtube saya di sini ^_^.
Ngomong-ngomong, anak sulung saya saya encourage untuk nge-blog loh hehe. Tapi orang-orang sini tuh jadul-jadul banget, euy. Jadi anak-anak tidak punya “something to look up to”.
Selalu memandang remeh banyak hal. Untung sempat tinggal di Texas jadi lumayan terbukan mata mereka sama dunia luar.
Anak saya suka ceriwis nyolot, “You have your own blog. Tell me about it.” Makanya satu-satunya contoh blogger dan vlogger di sekitar mereka ya EMAKNYA sendiri hahahaha.
Kalau vlog enggak saya paksa, pokoknya kenal-kenalin aplikasi aja. Biar belajar otodidak cara mempelajari aplikasi baru. Saya ajarin cara googling. Saya ajarin baca HELP kalau butuh sesuatu.
Anak-anak zaman sekarang gak segan-segan membully emaknya sendiri hahaha. Jadi gak bisa lagi kita cucuk idungnya tanpa memberi contoh langsung ???. Agak beda sama generasi kita dulu.
Kalau suami memang mengawal anak-anak di urusan musik dan olahraga (boxing + renang).
Di masa depan mereka kelak, kemampuan menulis ESAI itu punya peranan penting loh. Menulis juga menuntut mereka untuk banyak membaca. Kalau si sulung mentok, saya suruh baca buku aja terus review ?. Buku yang irngan-ringan yang dia suka aja.
Blog si sulung di https://nabilista.blogspot.com –> gak pake adsense kok, soalnya memang bukan buat komersil hahahaha. Sekarang lagi dilatih menulis pakai bahasa Indonesia.
SEMUA ahli tumbuh kembang di sini yang pernah kami datangi sangat KERAS menasihati kami soal bahasa. Bahwa banyak sekali manfaat positif bagi anak-anak yang dibesarkan dengan banyak bahasa. Kami beruntung karena semuanya alami. Mereka pengin anak-anak bilingual terus no matter what.
Ternyata keterlambatan bicara tidak terlalu besar hubungannya dengan penggunaan bahasa lebih dari satu.
Caranya gampang banget kalau diaspora kayak kita. Di rumah bahasa lokal, di sekolaha bahasa kedua. Simpel. Saya lihat anak-anak India juga sangat ketat berbahasa India dengan kedua orang tuanya.
Anak-anak gak perlu diajari bahasa Indonesia secara khusus. Tapi di rumah saya dan suami SELALU BERBAHASA INDONESIA. Terserah mereka mau reply pakai bahasa apa. Makanya yang bungsu pas pre school bilangnya, “I wanna pipis. I need to open my celana” ???
Zaman sekarang enak banget. Banyak pilihan. Belajar coding aja bisa dari umur balita, sudah banyak aplikasi belajar programming di internet.
Programming dan MENULIS (yang mengharuskan mereka otomatis membaca) adalah 2 skill yang menurut saya penting buat generasi milenial sekarang :D. Pengaruh karena saya dan suami juga anak IT sih hihihihi.
Makanya agak-agak melenakan nih tinggal di Ireland. Agak sulit mengarahkan anak-anak karena mereka berpatokan pada sekitar. Sekolahnya aja masih jadul banget cobak. Apa-apa tuh diumumin pakai SMS. Mbok ya bikin WAG napa? Hihihihi.
Ada temen saya ikut semacam kursus IT gitu di sini. Dia dulu ingin belajar mengedit video buat vlog. Eh masa instruktur di tempat kursus tidak paham VLOG itu apa. Gustil Allah ??? …
Don’t get me wrong. I looooooooove Ireland. Jika kelak harus pergi, saya pastikan akan menangis meraung-meraung di tepian Sungai Shannon when a time to say goodye is coming. Hanya saja memang bukan tempat yang pas untuk jangka panjang ?.
Buat jalan-jalan mah jelasssssss, oke bangeeeeettttt hehehehe.
Boleh tanya mengapa menulis menjadi skill yg diperlukan generasi milenial? Kalau programming saya sudah sering dengar. Apakah krn pekerjaan2 di masa depan semuanya memerlukan skill menulis? Atau karena hal lain?
Menulis ESAI atau membahasakan diri/tujuan/impian segala macam dalam bentuk TULISAN makin ke sini makin jadi pertimbangan penting dalam urusan melamar pekerjaan, apply beasiswa, dst dst :). Btw, itu keterampilan dasar yang sebenarnya harus diasah sejak dulu. Di sekolah-sekolah negara-negara maju (setidaknya di Irlandia dan Texas), WRITING itu menjadi satu bidang studi tersendiri. Menjadi salah satu dari 3 UJIAN STANDAR di sekolah-sekolah : BAHASA – MATEMATIKA – MENULIS.
Ohgitu.. memang ya aku merasa kalau mau nulis argumentasi sesuatu tapi di otak kita sendiri belum jelas alur berpikirnya gak akan bisa. Thanks mbak jihan utk replynya.