“Hijrah adalah ajaran Islam. Tapi bisa lahirkan fenomena -born again- yang mendorong ayunan bandul dari 1 ekstrem ke ekstrem yang lain, bukan ke tengah. Nah, yang telanjur terlempar ke ekstrem lain, harus beringsut ke tengah lagi.
-Demikianlah kami jadikan kalian umat pertengahan- (QS 2 : 143)” *Haidar Bagir*.
Terayun-ayun ala bandul ini sepertinya terjadi pada banyak orang. Saya pun seperti bandul yang terdorong jauh ke sisi seberang pas kelas 1 SMA dengan kecepatan yang tidak kalah ekstremnya.
Di suatu sesi diskusi penataran P4, saya mengecam murid-murid yang mengenakan simbol agama di sekolah-sekolah umum. Secara eksplisit saya sebut jilbab.
Sekitar sebulanan setelah kejadian, pas dipindah ke kelas lain saya kenalan dengan teman berjilbab. Anaknya manis, rapi, dan wangi . Dari dia, saya diberi buku bersampul kuning yang isinya bikin saya “hijrah” dalam tempo dua jam saja hehehe .
Besoknya langsung mendeklarasikan ke Mama kalau saya mau pakai jilbab. Langsung di-approve.
Harus disyukuri saat saya terayun sedemikian ekstrem itu, belum ada Facebook dkk hahahaha. Terbayang gak sih kalau prosesnya terjadi sekarang? *tutupMuka*.
Saya tidak berani memastikan sekarang ini saya ada di posisi yang mana. Apa sudah di tengah, atau malah terlalu ke “kiri”. Entah juga.
Tapi hal yang lebih penting buat saya adalah kemudahan merasakan empati. Untuk mengimbangi rasa kesal kepada bandul-bandul yang mengalami fase yang sama di sekitar saya sekarang-sekarang ini.
Terbayang, betapa ngeselinnya mungkin saya dulu di mata beberapa teman/kerabat dekat di masa-masa itu hahahaha.
Terkait soal EMPATI, kayaknya tidak sedikit orang yang masih kebolak balik dengan makna SIMPATI.
Langsung copas dari KBBI online :
Simpati –>
1 rasa kasih; rasa setuju (kepada); rasa suka
2 keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah, dan sebagainya)
Empati –> Psi keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain;
Merasa berEMPATI belum tentu berSIMPATI. Kan bedaaaaaa .
Keduanya tidak bertentangan.
Masih inget kasus Robot Gedek? Aduh, pas beritanya ramai pengin rasanya eike cincang tu orang sampai tidak bersisa. Kasus sodomi-bunuh-mutilasi. Jahatnya minta ampun.
Tak berapa lama, tertangkap satu orang lagi dengan kasus yang sama. Pelakunya dikenal dengan nama Babe (bacanya bukan Beb / Baby, tapi Babe dalam bahasa Betawi yaoowww).
Tertangkapnya si Babe ini membuka sejarah kelam masa kecil si Robot Gedek.
Ternyata, Robot Gedek adalah korbannya Babe. Babe ini waktu tertangkap memang sudah tua. Jadi, pas Robot Gedek masih kecil, mungkin Babe umurnya masih 30-40 tahun. Walau tak dibunuh, Robot Gedek ini sering disodomi dan dianiaya oleh Babe sampai bertahun-tahun.
Hidup di jalanan mau tak mau membuat beberapa anak kecil dari kalangan kurang mampu harus menggantungkan hidup pada orang-orang dewasa seperti Babe. Yang sayangnya biasanya memanipulasi mereka habis-habisan.
Tentu saya tetap kesal pada Robot Gedek. Tapi, sejak itu udah enggak pengin cakar-cakar tembok sambil mencincang dia lagi. Sebenarnya, dia itu penjahat apa korban?
Ya malah sedih kan jadinya. Masalahnya bukan hanya terkait satu individu tapi kompleks sekali. Ini sudah mencakup ke peran negara dan pemerintah dalam isu besar menangani anak-anak jalanan dan masa depan mereka.
Juga teror kemiskinan yang masih jarang kita sadari efeknya .
Seharusnya kita tidak boleh mendukung kejahatan DALAM BENTUK APA PUN. Sukar bersimpati pada orang-orang seperti Robot Gedek dll.
Tapi saya yakin sekali kalau kalian punya gambaran yang lebih utuh soal si RG tadi dan latar belakangnya … pasti, minimal sedikiiiiiiiiittt saja, ada rasa lain selain rasa benci yang muncul dalam hati.
Itu gunanya empati, teman-teman .
Empati umumnya hadir dari perspektif yang lebih lengkap, semacam cover both side.
Dalam hubungan nyata sesama manusia pun, prinsip-prinsip universal semacam TOLERANSI dan EMPATI itu sangat kompleks. Apalagi yang terlibat sesama manusia yang pastinya sama-sama tidak sempurna dengan latar belakang serba unik.
Manusia bukan robot. Arah hatinya tidak bisa ditebak. Tidak ada rumus pasti.
Kira-kira begitu juga dengan kasus di Kotagede dan kasus di Irlandia di tulisan saya tempo hari .
Saya tahu banyak yang gegap gempita mempersoalkan masalah TOLERANSI dan itu sangat wajar dengan kondisi merebaknya “Politik Identitas” yang sangat memprihatinkan ini .
What I was trying to do is showing you a different point of view. Aslinya tidak seindah itu juga kaleeeee tinggal di Irlandia urusan agama mah hehehehe. Tapi apa perlu ditekankan yang kurang baik dan saya beberin panjang lebar dari a sampai z?
Nanti kesannya mau balas dendam, “Woooiii, muslim juga menghadapi banyak ketidakadilan, kok.”
Yooo ndak boleh gitu dong hehehe. Inget prinsip bandul . As hard as it might be, kita harus tetap menjaga keseimbangan agar bisa berada di tengah dengan menjadi PENENGAH. Aamiin .
Ah, situ juga suka blokir orang yang tidak sependapat hahahaha *meletMelet*. Ya kan itulah uniknya manusia. Tidak bakal sempurna. Kadang waras kadang juga hawa nyolotnya yang lebih mendominasi hahahaha.
Mari mengelola segala kekurangan tersebut tanpa menghentikan segala daya dan upaya untuk menyeimbangkan posisi bandul agar sebisa mungkin tetap berada di tengah .
Semoga segala perbedaan bisa diurai lebih lapang, lebih seksama, untuk mengasah rasa empati tanpa perlu terdistorsi dengan rasa simpati.
Seharusnya ini bukan hal yang sulit-sulit amat.
Seperti yang saya kutip dari sebuah video (link videonya di kolom komentar) –> “”Because in reality there’s a lot more that makes us similar than makes us different and that is something to celebrate every single day.”
Terimakan perbedaan, rayakan persamaan.
And today is definitely NOT less special than any other day to celebrate :
Semoga banyak makin banyak cinta di hari ini untuk merekatkan kembali ikatan yang lagi longgar-longgarnya ini? . As love is the best gift we could have asked for any moment.
Selamat hari Natal bagi teman-teman yang merayakan .