Film Uang Panai’ : You Can’t Hurry Love, No, You Just Have to … Pay!

Sudah pada nonton film Uang Panai’ ? πŸ˜€

“Ko kira gampang menikah, di manako ambil Uang Panai’?” (Situ kira gampang mau nikah? Dari maneeeeee dapat Uang Panai -nya?”)

“Ballasa’ Anca’. Rompa na mamo cintayya…” (Ribet deh si Anca. Rempong bener deh yang namanya cinta).

Siapa yang sudah menonton film “Uang Panai”? Hihihihi. Jangan khawatir buat yang non-Sulsel, ada ji tauwa subtitlenya hahahaha.

Film Uang Panai

Produser film ini teman SMA saya lho. Ketua kelas pas kelas 1. Jangankan kenal secara personal, semua kisah cinta SMA nya juga saya bisa bongkar nih sekarang juga hahahaha.

Ish, malah gosipin produser filmya hihihi. Pa gosip memang tong :p.

Uang Panai’ ini istilah khas dalam salah satu prosesi pra-pernikahan di Sulawesi Selatan. Saya kurang tahu apakah semua suku di Sulsel menerapkan prosesi Uang Panai’ ini. Yang jelas suku Makassar dan Bugis, yang merupakan mayoritas suku di sana, sangat paham tentang itung-itungan Uang Panai’ ini hihihihi.

Uang Panai’ ini beda lagi lho dengan mahar pernikahan. Karena Uang Panai’ ini harus dibayar sebelum akad nikah. Tapi konon, belakangan boleh nyicil sesuai kesepakatan di awal. Ini mau nikah atau mau nyicil KPR coba yaaaaaa hahahaha.

Sering disamakan dengan mahar karena “yang dibeli” adalah pihak perempuan.

Film Uang Panai
Gambar : pixabay.com

Saya sendiri menikah dengan pria asli Minang asal Bukittinggi.

Tapi kebetulan mertua saya juga perantau abisssss. Belum sebulan setelah akad nikah, ibu mertua sudah diboyong ke Gorontalo. Setelah 10 tahun lalu lalang di Gorontalo-Manado-Bitung, hengkang ke Jawa. Memulai 14 tahun petualangan selanjutnya di Muntilan-Pamekasan-Nganjuk.

Lucunya, adat Minang kan juga ada istilah “membeli laki-laki”. Jadi terbalik dengan orang Bugis yang merupakan suku asal saya, ya, hehehe. Tapi hanya daerah Pariaman yang mengenal setoran model begini :p, kalau tidak salah namanya “Uang Jemputan”.

Entahlah macam mana penerapannya.

Sempat sih saya dan suami eh calon suami deng dulu :p, becanda-becanda,

Saya, “Orang Bugis tuh kalau dilamar kudu setoran ya booo.”

Apalagi kalau lulusan S1. UI pula. Fakultasnya yang kata 1 banding 100 ya Kakaaaaa hahahaha. Coba itu yel-yelnya masih valid gak? :p.

Suami saya membalas, “Ada juga gue yang kudu dibeli.”

Waktu itu saya belum tahu kalau adat “Uang Jemputan” ternyata buat orang Pariaman doang, tidak dikenal dalam adat Bukittinggi. Sialan dah! -_-

Jadi ceritanya, kita impas dong ya hahahaha. Uang Panai’ = Uang Jemputan. LUNAS! :p.

Lamaran saja kita santai bagai di pantai cuma calon mertua datang ke rumah om saya di mana ibu saya juga saya hadirkan di sana. Udah gitu doang. Minum teh sama ngemil-ngemil doang :p.

Enggak pakai prosesi Uang Panai’ sama sekali.

Film Uang Panai
Akad nikah dengan baju bodo, adat Sulawesi Selatan πŸ™‚

Ada juga waktu saya bikin lelucon soal Uang Panai di depan Mama saya, “Eh, disuruh bayar berapa nih, Mam?”

Emak eike malah melotot, “Ayyaseng! Makanja’ motu engka tauwe me pubeneko. Makanja’ topa ana’na, madeceng ambo’na indo’na!”

Eike pun yang kena semprot! Hahahahha.

Artinya kira-kira gini, “Ngomong apaan sih! Masih mending ada yang ngelamar. Anak baik-baik. Dari keluarga baik-baik pula.”

Padahal becanda jugak, sensi bener emak gue hahaha. Takut anaknya bakal jadi perawan tua. Pede dikit dong Mam, punya anak gadis cihuy begini packaging komplit kok bisa galau siiiiih #eaaaaaa#UdahLamaGakBenerinPoni

Uang Panai’ setahu saya bagian dari adat dulu-dulu. Tapi konon sampai sekarang, masih ada saja yang rewel soal beginian. Apalagi kalau kebetulan yang menikah berasal dari keluarga bangsawan. Maklum ya, kita mah rakyat jelata, nyari suami pun kudu merantau ke pulau seberang! Hahahaha #benerinKoper

Makin tinggi pendidikan si perempuan, makin tinggi pula “label harga”nya. Jadi seperti barang saja πŸ™. Seperti salah satu curhat embaknya di film Uang Panai’ ini, “Yang dikasih harga itu saya! Pakai price tag.”

Tingginya Uang Panai’ juga punya efek sosial πŸ™‚. Baik untuk keluarga perempuan, “Ish, mahal dong anak kite dibelinya.” JUga untuk keluarga laki-laki yang melamar, “Yoih dong, kita punya banyak duit buat bayarin.”

Ya kalau kita mah yang nikahnya “gratisan” entah dianggap apa ya kalau pakai adat begituan hihihihi.

Jihan Davincka Anniversary Note
Adat Minang

Anyway ada juga yang menganggap bahwa Uang Panai’ ini sebenarnya untuk si calon pengantin perempuan. Bukan buat keluarganya :p. Kalau pada praktiknya sih seringnya duitnya ya buat keluarga perempuannya πŸ˜€.

Uang Panai’ dipandang sebagai “perlindungan” kepada masa depan si perempuan. Semacam jaminan bahwa dia akan diperlakukan dengan layak dan kalau ada apa-apa pan tinggal korek Uang Panai’ aja gitu kali ya hihihi.

Oh well, we’ve been in this thing called marriage for years. Does it really matter?

Rasanya, berapa pun Uang Panai’, atau semegah apa pun resepsi pernikahan kita, bahkan jika dalam pesta itu ada banyak sekali tamu VIP yang bikin tamu-tamu gempar, karangan bunga yang sampai melimpah ruah ke gerbang gedung, in the end … hanya akan ada kita berdua di dalamnya πŸ™‚.

Apa pun keputusan penting dan pilihan-pilihan yang KITA BERDUA BUAT SETELAH akad nikah itu terlaksana yang kelak akan menentukan apakah “perjalanan” akan terus berlanjut atau mungkin malah membuat kita akhirnya harus turun di stasiun yang terpisah.

Sudah baca tulisan saya yang dulu itu kan ya, cinta itu kata kerja di mana pernikahan butuh kerja keras dari kedua belah pihak hampir di setiap saat, bukan cuma baper-baperan sebatas malam minggu atau pas kencan macam waktu pacaran hihihihi :p.

Baca : “Will You Still Love Me?” 

Marriage is A HUGE THING <3. Seberapa pun lembaran uang yang harus keluar untuk menandai awalnya tidak akan bisa menjamin bakal langgeng apa tidak πŸ˜‰.

Kenapa malah ceramah serius gene siiiihhh? Hahaha. Pilem drama komedi pun :p.

Pokoknya jangan lupa ya nonton filmnya di bioskop-bioskop di tanah air. Sayang sih, tempat dan waktu tayangnya memang terbatas πŸ™‚. Nonton yuk biar tahu karya-karya anak bangsa dari belahan timur ^_^.

Minimal dari film ini nanti kalian bisa bedakan logat Batak vs logat Makassar lah yaowww. Pusing nih eike sering bener disangka orang Batak dulu hahahaha.

Good luck ya buat Pak Produser dan seluruh tim yang menggawangi film ini. Makassar bisa tonji! <3.

Lihat dulu trailernya di sini πŸ˜‰

 

4 comments
  1. hoooo saya baru ngeh, kirain sama kayak uang mahar.

    berapa pun Uang Panai’, atau semegah apa pun resepsi pernikahan kita, bahkan jika dalam pesta itu ada banyak sekali tamu VIP yang bikin tamu-tamu gempar, karangan bunga yang sampai melimpah ruah ke gerbang gedung, in the end …

    kita cuma dapet foto album pernikahan >.<

  2. Mbak Jihan, saya kira isinya bakal ripiew film. :). Ini film yang bikin saya penasaran juga dan bikin kepengen nonton. πŸ™‚

    1. Gimana mau ripiu? :p. Nonton aja belon hahahahaha :D.

  3. Padahal nikah kan cuma butuh wali, saksi ,penghulu sama mas kawin.. langsung datang aja ke KUA gratis. Kelar deh..

Comments are closed.