Jujur saja, saya paling malas membaca buku-buku parenting yang menyarankan kita untuk ini itu. Awalnya memang rajin.
Kalau teori bisa mumet sendiri dan pasti selalu terpikir, “O ya ampun, ibu macam apa gue?” atau “Hastaga, jadi selama ini gue ini bukan ibu yang baik…” dan seterusnya, dan seterusnya. Maklum ya, kadang nafsu besar, idealisme membuncah, apa daya ‘kemampuan’ terbatas .
Dear Moms, Let It Go..Let It Go
Every Mom Has Her Own Battle
The Strength You Never Know That You Had
Waktu hamil memang rajin membaca teori-teori kehamilan tapi jadinya putus asa karena sudah menuruti instruksi hamil mudanya tetap parah banget, hiks . Apalagi ada teori yang bilang, hamil muda jadi ‘drama’ itu ya tergantung orangnya ‘drama’ beneran apa kagak. Matilah eike! Hahahahahahaha.
Begitu lewat 17 minggu (yoi, 16 minggu pertama bagaikan roller coaster :P), ‘drama’ pun berlalu. Eh, hamil anak ke-2, saat rasanya mental jauh lebih siap dan sudah punya pengalaman, ya sami mawon! Hahahahaha. Kembali berhadapan dengan 16 minggu penuh ‘drama’.
Soal menyusui juga sama. Karena waktu hamil menggembleng diri dengan banyak literatur, sifat ambisius membawa saya sok idealis sejak awal. Harus ASI Ekslusif! Harus, harus, harus, pasti bisa, pasti bisa, pasti bisa. And that’s how the new drama begins … hahahaha.
Nyatanya, segitu banyak buku dibaca, rasanya sudah siap tempur sejak hamil 7 bulan … eh, gagal, dong, dong, dong!
Terus membaca forum dan segala macam malah makin stres. Nyokap juga berkomentar semacam, “Duh, netek in anak aja ribet bener. Kok kayaknya yang susah banget? Itu kan alamiiiiiii … “
Moms Say A Little Prayer For You
Dear Son, Fly Abandonedly Into The Sun
Every Woman’s Best Man
Suami adalah sahabat terbaik saat itu, waktu pertama akhirnya ngasih sufor kan ada rasa semacam mau bunuh diri saja! #eaaaaaa. Itulah akibat kemakan drama dari forum-forum emak yang instead of menyemangati malah seperti menakut-nakuti hihihihi.
Suami terus menenangkan, “Sufor hanya akan dikasih kalau kamu mau. Kalau enggak, ya udah enggak apa-apa. Jadi ini terserah kamu.”
Karena masih tinggal sama ibu mertua, suami juga menegaskan hal ini kepada ibu mertua yang memang sudah gemas melihat ASI menantu yang pas-pasan ini hahahaha. Sufor pertama pun terjadi sudah. Well, mungkin kedengarannya lebay. Tapi waktu ngasih susu botol untuk pertama kalinya ke anak sulung, eike nangis bombay. Pikir saya, I have failed, I have failed, I hava failed.
Mulai dari payudara bengkak, puting berdarah, datang ke konsuler laktasi jauh-jauh ke Cikini, tapi ya … akhirnya menyerah ke sufor hehehe.
Gagal dah dapat ijazah S1 dan S2 boro-boro yang S3-ASI hahaha. Sumpah, ijazah-ijazah ini salah satu istilah yang paling gengges buat yang gagal asi ekslusif. Biasa, sirik tanda tak mampu hahaha.
Uniknya begitu masuk kerja lagi dan rajin mompa bareng teman-teman di Nursery Room, eh ASI nya malah lancar sendiri 😉.
Anak kedua? Voila, ASI lancar bangeeeeeet hehehe. Padahal gak nyiapin apa-apa. Sudah pasrah aja dan pokoknya yakin bisalah. Sudah pengalaman mungkin dan tinggal jauh dari kerabat juga. Asli lho, padahal waktu itu cuma berduaan sama suami ngurus 2 bocah, tapi ASI oke banget, berat badan anak ke-2 juga lebih bagus daripada anak sulung *garukGarukKepala*.
Anak kedua dibawa santai. Enggak pernah baca apa-apa lagi. Pokoknya jalani aja ^_^.
Lucunya, baru-baru ini teman saya curhat via inbox. Dia bingung anak pertama dulu ASI lancar dan payudara enggak masalah, anak ke-2 kok malah banyak masalah. Nah lo! Gimana tuh? Buku mana buku, teori mana teori! Hahahaha.
Toilet training juga gitu. Anak sulung saya, sudah saya latih sejak umur 18 bulan. Suksesnya kapan? Sampai umur 5 tahun masih ngompol di kasur hahaha. Karena capek gonta ganti seprei, kalau malam tetap saya kasih diaper. Awalnya kasihan aja sih sama landlord. Tapi sekarang sudah bebas diaper.
Anak kedua canggih benar hasilnya.
Saya kapok. Jadinya saya benar-benar tunggu sampai si anak ke-2 ini bisa diajak komunikasi. Bilingual membuat dia sedikit terlambat berbicara. Saya enggak sabar. Akhirnya saya putuskan bahasa Inggris 100% untuk si bungsu. Hanya sebulan saya terapin, dia langsung lancar bahasa Inggris.
Toilet training di usia 2 tahun 5 bulan. Hanya butuh 1 bulan untuk sukses!. Tapi suami bete karena yang bungsu pengetahuan bahasa Indonesianya minim banget. Saya sih sekarang sudah mulai ngajarin dan saya rasa lebih enak ya mengajarkan dia bahasa yang lain setelah dia menguasai satu bahasa dulu. Sotoy? Biariiiiiinnnn 😛.
Mengapa memilih bahasa Inggris? Karena abangnya sudah terbawa pergaulan di sekolah. Jadi, saya pikir yang kecil ini bingung. Emaknya ber-ayo-ayo, ber-kamu-kamu abangnya ber-kemon-kemon ber-you-you hihihi.
Makanya jaranglah mau share-share soal merawat anak bla bla bla, lebih senang menulis dari sisi drama kehidupan ibu ajah . Soal merawat anak, sakarepmu wae lah para ibu-ibu . Saya bukan tipe ibu yang selalu lembut pada anak hihihi. Walau suami lumayan kutu buku dan saya pun lumayan membaca ya enggak pernah sampai gimanaaa gitu ke anak.
Yang gede suka gambar ya hayoooo, yang kecil seneng main lego ya terserah saja. Bed time story? Jujur saja, hampir enggak pernah! Hahahaha. Saya waktu kecil mana kenal sama bed time story. Ada juga rebutan mau tidur di kasur mana dan sibuk masang kelambu sambil dipelototin sama nyokap biar cepat-cepat tidur 😀.
Suami saya katanya waktu kecil punya koleksi buku banyaaaaak banget. Dia dan semua saudaranya tergila-gila membaca. Eh begitu gede, ujung-ujungnya sama juga, ya hehehe. Sama-sama jadi anak Fasilkom dan sama-sama senang membaca. Toss dulu . Ibarat yang satu akar melati, satunya akar mawar, belakangan sama-sama tumbuh jadi anggrek. Nah lo! :D.
Bukan berarti saya anti teori parenting. Tetap suka kok dan kepo-in selalu. Cuma belakangan lebih senang membaca yang sifatnya pengalaman bukan dari buku atau the people called ‘pakar anak’! Pakar para anak ya emaknya masing-masing lah 😉.
Kalau ada yang baik ya pasti saya ikuti, kalau enggak, ya biasa-biasa juga.
That’s why saat pertama kali kenal The Urban Mama tahun 2010, saya merasa situs adalah sesuatu yang ‘berbeda’. Saya tahu TUM hampir setahun setelah digagas Trio Ninit-Slesta-Tahlia di bulan Desember 2009.
Awalnya suka banget membaca forum. Forum TUM mempersatukan ibu ASi, ibu Sufor, ibu bekerja, ibu di rumah, ibu pengajar, ibu pelajar, ibu-ibu di dalam negeri, di luar negeri, macam-macam lah. Pembahasannya juga beragam.
Makanya jadi tahu, konsep toilet training itu luas banget. Penerapan beda-beda. Tujuan pun beda-beda. Lebih penting lagi, beda tak selalu berarti salah . Drama dan kompetisi tentu kadang tak terhindari. Tapi biasanya sudah ada moderator yang siap menyemprit siapa pun yang dirasa sudah mulai menimbulkan ketidaknyamanan bagi pihak lain.
Yang menyenangkannya juga, di TUM tak melulu soal anak. Karena kadang saya terpikir, menjadi ibu tak mengharuskan kita melepaskan titel kita sebagai individu yang berdiri sendiri 🙂. Walau sudah punya buntut, we are still human. Tak lantas otomatis menjadi malaikat maha sempurna 😉.
Ada topik semacam Fit Mama atau geng Running Mama, Kumpul-kumpul Mama, membahas film-film atau buku-buku favorit yang ada juga yang tak ada hubungannya dengan parenting. A mom can still enjoy herself as a single person. Namun tak berarti anak ditelantarkan dong, yak 😀.
Kita menjadi belajar keseimbangan dan memahami, “Life is not about making others happy. Life is about being honest and sharing your happiness with others.” -unknown quote-
Simpel kan? Kalau tak jujur pada diri sendiri macam mana mau bahagia . Kalau tak sanggup membahagiakan diri sendiri, macam mana pula mau sok-sok bikin anak bahagia . Macam mana orang bugis tahu-tahu ngomong sok kayak orang batak hahahaha 😛.
Don’t get me wrong, ya. I’m not against any parenting books or any person called ‘pemerhati anak’. Aku tetap sayang padamu, Ibu Elly Risman, Abah Ihsan, Ayah Edi dll *icon love, love, love* :D.
Hanya saja, saya percaya kontrol dan pilihan ada di tangan ibu-ibu masing-masing. Teori-teori tak lantas memasung kita untuk tak ber’improvisasi’ sesuai sikon masing-masing 😉.
“Trust yourself. You know more than you think you do.”
― Benjamin Spock
As I’ve said … “There is always a different story in every parenting style”.
Udah pernah ninggalin jejak belum ya ei di sini? Xixixi, lupa. Kalo dah pernah juga gapapa lah ya diulang 😛
Kenalin, saya ei, silent reader, yg suka sama tulisan2 di sini.
Tulisan yg ini, rasanya mewakili banget, makanya pengen langsung komen …hehehe
ooowh I gooot tons of info and a geat cicrle of friends dari TUM niiiih. Dari awal juga kepincut sama tagline nya. Buat orang potensial kompetitif dan belagu kayak akoh, baca forum-forum di sini sering banget jadi teguran.. Keep my self on the ground deh kalo mau songong dikit silahkan baca cerita-cerita di Our Stories Eeh akoh kan kenal kamuh dr sini juga, neng. Masih pake foto dari Jeddah kayaknya ihihi.
Setuju banget mb Jihan, thanks for sharing….
Setuju kalau pada akhirnya orangtua lah yang paling tau soal anaknya sendiri, how to handle their own child(ren). Mengalami sendiri anak umur 2 taun belum bisa bicara karena emaknya kurang tau ‘ilmunya’. Justru karena alasan inilah, jangan sampai ‘semua anak ujung-ujungnya sama’ dijadikan ‘alasan’ buat orangtua untuk ‘berhenti’ belajar jadi lebih baik 🙂 Proses memang tidak selalu terlihat dan ‘hasil akhir’ terkadang merupakan sesuatu yang tidak selalu bisa diukur, dan tentunya, di luar kuasa 🙂 Terlepas cara dan hasil akhir, intinya sama, setiap ibu/orangtua pasti ingin yang terbaik buat anaknya 🙂
Kalau nenek saya bilang, dengan 7 anak yang masing-masing beda umurnya gak sampai 2 taun, “Punya anak 1 memang repot, tapi kalau punya 2, 3, dst gak repot lagi” ;p Mungkin karena ‘batas toleransi’-nya udah beda yaah kalau bukan anak pertama (atau kebanyakan anak), hehe 😀
setuju banget … aku pikir juga naluri kita sebagai orang tualah yang paling bener, pola asuh gimana yang bakal kita terapin. Tapi aku tetep baca baca buku dan ikut milis tentang pola asuh anak, kan gak semua pola asuh bisa dipake plek ketiplek di anak kita ya…sodara sekandung aja bisa beda kok, jadi pola asuh A gak mungkin bisa diterapkan plek plek buat anak kita, bisa jadi perpaduan dari beberapa pola asuh…
Masalah ASI, been there…sama juga aku merasa ‘gagal’ dengan ASI buat anak sulungku, tatapan orang terutama keluarga suami yang…”kok dikasih susu formula siihh?!” bikin aku sempet males ikut kumpul keluarga…hahaahaa…komplit dah pokonya, lahiran SC plus gagal ASI = hidupku berasa nelongso 😀
Aku udah komem di FB, tapi kayaknya nggak masuk deh. Huhuhu..
Sama kayak mak Sondang, pertama kali liat jurnalmu juga di TUM, loh. Dan sampe sekarang aku selaluuuu jd fans beratmu…. *kirimin hadiah lagi dong* *minta dilempar daster* 😆
setuju kakak, tiap emak ada style nya masing-masing yak
Setujuuuuuuuuhhhhhh…. luar biasa setuju banget ama postingan ini mak. Eniwei, aku sungguh-sangat-doyan dengan postingan yang ‘beraroma’ parenting macam begindang. Karena, dirimu bisa menuliskan dengan sangat ‘Jihan banget’ mak… Thanks youuuu *tossss!*
Ups, sori, ada yang kelupaan mak. Aku men-tag dikau utk Liebster Award. Ga ada deadline-nya kok Mak. Monggo, mau di-posting kapan ajah –> http://bukanbocahbiasa.wordpress.com/2014/05/22/liebster-award-goes-to-me/
setujuuu maaaaaak 🙂 setuju tagline nya and thats why I love TUM 😀 dan setuju juga dengan Kak Sondang yang Batak tulen (penting ini ya disebut, soalnya tadi ada yang orang Bugis bergaya macam orang Batak hihihi).
Tau Sondang dari TUM, tau Jihan dari TUM. dan menyenangkan sekali punya “contekan” untuk kehidupan per-mama-an seperti kalian berdua 🙂
sukaa quotes ini >> “Life is not about making others happy. Life is about being honest and sharing your happiness with others. >> pesan moralnya just be ourselves y mbak 🙂
makasih ya mbak jihan sudah membuat postingan ini. baca kata per kata dan selalu bilang, “hmm,,gw banget” aku masih terjebak dengan itu sampai sekarang. tapi baca ini jadi berasa lebih santai. serasa bisa melepas beban berat di bahu (akibat kebanyakan baca teori parenting yang malah membuatku rasanya mau mengubur diri dalam-dalam)
Nice posting mak 🙂 banyak ibu yang terwakili nih dgn postingan ini..
Saya juga gak ribet sama teori-teori parenting, baca ya baca ilmunya, tp penerapannya ya disesuaikan lha dgn kemampuan saya :p
Tosss ahhh….dulu juga sama, kalo aku puyengnya bukan karena teori-teorinya sih, tapi karena takut “cap” dari orang lain. Woohhoo.,,,,setuju banget ama ini “Kalau tak jujur pada diri sendiri macam mana mau bahagia . Kalau tak sanggup membahagiakan diri sendiri, macam mana pula mau sok-sok bikin anak bahagia”
Setuju mak Jihan. Aku pun anggota TUM, anak dua2nya sufor semua dan don’t care lah sama apa kata orang (emang kalo anak gue dehidrasi gara2 ngotot minum ASI gue yg super seret ini, orang lain mau peduli gituh?). Seneng gabung di TUM, dapet temen, dapet ilmu, bisa kenal ama mak Jihan juga. Btw aku pun lahir di Ujung Pandang, tapi disana cuman ampe usia 2 atau 3 tahun. Dulu tinggal di Monginsidi, mbak (lha terus?Penting ya?)
*Selalu menjadi pembaca setia blogmu,mbak*
Mother’s (women’s) world selalu penuh warna (drama). Hehe…
Jihan.., keren banget sih artikel ini *love*. Bukan karena gw mamod di TUM :D, bukaann.., tapi karena gw juga kurang lebih merasakan hal yang sama. Dari mulai anak pertama sampai ketiga, selalu punya buku terbaru soal pengasuhan anak, selalu follow pakar perkembangan anak, dll (dan semua berguna banget) but at the end, salah satu tempat yang selalu jadi ‘rumah’ untuk bertanya dan berbagi, yaa TUM ;p
Hahahhahaha, iya nih, tapi rencananya tulisan ini nanti mau dimasukin ke TUM juga deh. Kali-kali lolos sensor dan bisa dimuat :D.