La La Land : A Man We Love VS A Man We Need?

Tadinya gak tertarik mau nonton “La La Land”, salah satu nominator The Best Picture Oscar 2017 ini.

First of all, gak doyan film MUSIKAL. Yup, dari dulu kutidak pernah tahu mengapa orang-orang tergila-gila pada film “Sound of Music” :p.

Baca Juga : “Review Film : Love, Rosie”

Alasan kedua, kok ya temanya nampak receh. Sepasang kekasih bertemu dan saling beradu mimpi di kota semacam Hollywood bla bla bla yadda yadda yadda. What’s new?

Waktu itu akhirnya nonton karena pengin banget nonton film tapi dari semua judul yang ada dalam list gak ketemu streaming yang oke. Jadi yah, daripada nonton ngasal-ngasal iseng lihat-lihat nominator Best Picture Oscar. Dan pilihan jatuh pada … La La Land ;). read more

Black Mirror Netflix : Serial Unik Super Duper Wajib Nonton!

Black Mirror Netflix adalah serial Netflix yang paling unik buat saya.

Black Mirror Netflix ini serial yang tadinya sempat tayang di Channel 4. So far sudah 4 season, total 19 episode. Tiap episode berdiri sendiri-sendiri jadi bisa ditonton terpisah. Tidak harus berdasarkan season atau nomor episodenya.

Serial Netflix Black Mirror

Tontonan alternatif buat yang berminat dengan kisah yang enggak standar (y). Satir teknologi yang dikemas apik, rata-rata dengan twisted ending yang lumayan menguras emosi. Ceritanya kekinian, penuh sindiran terhadap gaya hidup era digital ala-ala medsos sekarang ini. read more

review film green book

GREEN BOOK, It Takes Courage to Change People’s Heart

Kami sekeluarga mendarat di JFK International Airport – New York awal tahun 2017 silam.

Transit beberapa jam lalu lanjut menuju Dallas-Texas.

“So, 3 boys huh?” Seorang pramugari menegur ramah waktu kami baru akan duduk setelah menemukan nomor kursi di atas pesawat.

“Actually, it’s 4!” Saya cengengesan sambil mengarahkan mata ke suami saya.

Ibu pramugari, perempuan kulit putih ras Kaukasian, langsung ngakak kenceng banget. Saya sampai kaget, cuma joke receh gitu doang dia-nya sampai tergelak-gelak.

Setelah itu kami asyik mengobrol. Padahal waktu itu saya agak was-was karena Trump lagi “lucu-lucunya” terhadap pendatang (termasuk kepada yang muslim katanya).

Seorang penumpang ras Afrika masuk dan ingin melintas. Ibu Pramugari berdiri di tengah nutupin jalan karena sibuk mengobrol dengan kami.

“Wait, ” Kata si Ibu pramugari.

Penumpang tersebut “Excuse me” lagi.

Ibu pramugari membentak penumpang tersebut dengan nada tinggi, “I SAID WAIT!”

Wah, aneh juga. Biasanya kan kalau begitu pramugari ya ngasih jalan lah orang mau lewat kok karena kursinya di belakang. Padahal ke kami, dia amat sangat ramah dan bahkan memuji-muji anak-anak saya, “Oh God, I love their eyes, I love their hair. So cute you know..”

Jadi begitulah ternyata. Di perjalanan dari bandara Dallas-Fortworth menuju apartemen, suami mulai cerita kalau memang diskriminasi yang masih terasa dan paling terasa itu ya ke ras Afrika. Ke muslim mah cenderung biasa saja. Walau tentu ada juga gesekan.

Tapi setahun saya di Texas, mungkin karena hoki juga, rasanya enggak ada yang aneh-aneh. Malah terasa orang-orang Texas tuh hangat bersahabat secara umum. Padahal diskriminasi paling tajam terhadap kulit hitam ya di belahan selatan, Texas dan sekitar ini.

Diskriminasi sampai level pemisahan ruang publik yang ditempeli tulisan-tulisan “Coloured Only” masih marak di wilayah selatan sampai tahun 80 an. Sisa-sisanya masih terasa hingga kini .

Apalagi di tahun 60 an. Kisah itulah yang diangkat di film Green Book tapi dengan genre comedy-drama. Komedinya bukan komedi receh yang bikin terpingkal-pingkal.

Percakapannya memang bikin senyum-senyum. Film drama yang cenderung nyaris tanpa klimaks ini sukses membuat saya dan suami nonton dengan serius dari awal ampe akhir.

Pas film habis, baru lari tunggang langgang ke kamar mandi pengin pipis hahahaha. Filmnya benar-benar memikat dari scene pertama hingga scene terakhir di mana mereka makan malam bersama merayakan hari Natal.

Penasaran pengin nonton karena film ini memenangkan Best Picture Oscar 2019. Lihat posternya kok biasa saja.

Saya pikir akan membosankan karena baca sekilas sinopsis hanya berpusat pada 2 orang Don Shirley (Mahershasa Ali) dan Tony Lip (Viggo Mortensen). Don ras Afrika yang lahir di Florida dan besar di belahan utara Amerika Serikat.

Sementara Tony asli Italia yang lahir dan besar di New York.

review film green book

Ceritanya sih memang tidak yang gimana-gimana, ya. Tapi kesannya MENANCAP kuat dalam hati. Skenarionya baguuuusssss.

Can’t help crying out loud (literally) for this scene :

Di adegan hujan lebat saat Tony dan Don berantem karena Tony menuduh Don itu gengsi terhadap kaumnya sendiri, Don keluar dari mobil dan berteriak dengan emosional,

” …. rich white people pay me to play piano for them, because it makes them feel cultured. But as soon as I step off that stage, I go right back to being just another n****r to them. Because that is their true culture. And I suffer that slight alone, because I’m not accepted by my own people, because I’m not like them either! So if I’m not black enough, and if I’m not white enough, and if I’m not man enough, then tell me Tony, what am I?!”

Don Shirley, seorang doktor dari berbagai bidang ilmu termasuk psikologi yang juga sangat fasih bermain piano. Salah satu legenda musik jazz di Amerika Serikat. Yup, ini kisah nyata.

review film green book
Tony Lip & Don Shirley in real-persons

Don ingin tur khusus keliling Amerika Serikat bagian Selatan (Kentucky, Indiana, Arkansas, Louisiana dll). Untuk itu Don menyewa supir/asisten pribadi berkulit putih.

Di utara Amerika Serikat (New York dll), segregasi antara kulit hitam dan kulit putih di tahun 60 an tidak SEPARAH di belahan selatan yang memang setajir apa pun seorang ras Afrika, mau nyoba setelan jas di toko pun TIDAK BOLEH .

Terpilihlah Tony menjadi teman seperjalanan Don. Dalam perjalanan inilah, Tony yang tadinya membuang ke tempat sampah gelas kaca bekas minum 2 orang pekerja ras Afrika di rumahnya, mulai berubah.

Adegan-adegannya lucu-lucu, sedihnya enggak receh, Gaeeeeessssss ?.

Keren banget penggambaran soal kultur Italia dari Tony yang bawel dan hobi mereka kumpul-kumpul dengan keluarga besar yang sama ributnya hahahaha.

Tony yang agak-agak tidak pintar (hihihi) dibantu menulis surat untuk istrinya oleh Don, “It’s D-E-A-R, deer is an animal” ????.

Don yang sangat berpendidikan, rapi, disiplin tinggi, bersih, mau dibujukin nyokot ayam KFC di mobil langsung makan pakai tangan. Biasanya Don paling tidak suka ada remahan apa pun di jok mobil tempatnya duduk.

Waktu masuk penjara karena Tony memukul polisi yang dianggapnya sudah kurang ajar terhadap Don, Don menasihati Tony …

“‘You never win with violence. You only win when you maintain your dignity.”

Sebaliknya, untuk Don yang kesepian dan gengsian tapi ogah menulis surat untuk saudara laki-lakinya duluan, Tony membujuknya :

“The world’s full of lonely people afraid to make the first move.”

Tapi momen paling juara saat Tony bertanya ke Oleg, salah satu musikus rekan Don yang berkrulit putih dan ikut tur juga, “Ngapain sih si Don tuh mau cape-cape konser di sana sini ketemu orang kulit putih tajir-tajir, tapi dia dilecehkan juga.”

Oleg menjawab, “Don itu dibayar 3x lipat lebih banyak untuk konser di New York. But he asked for this.”

Oleg: “You asked me once why Dr. Shirley does this. I tell you, because genius is not enough. It takes courage to change people’s hearts.”

IT TAKES COURAGE TO CHANGE PEOPLE’S HEARTS ???.

Tidak heran, Mahershala Ali (Don Shirley) memenangkan Oscar untuk kedua kalinya sebagai aktor pembantu pria terbaik di film ini.

Viggo Mortensen juga keren banget. Sampai lupa kalau dia pernah menjadi Aragorn di Lord of The Ring hihihihihi. Masuk nominasi tapi Rami Malek disebut-sebut sangat pantas memenangkan Oscar tahun ini.

5 out of 5 stars from me.

Selamat menonton .

review film green book

Film Netflix yang Bagus : Serial Sex Education

Ada film netflix yang bagus nih. Serial baru, Netflix original. Baru tayang Januari ini. Season pertama, 8 episode doang. Judulnya cetar-cetar gimana gitu. Filmnya apalagiiiiiii hihihi.

Trailernya monggo dilihat di sini :

Aksen (hampir) semua pemainnya British abis tapi lifestyle yang digambarkan kok Amerika banget, ya ?. Tapi istilah Secondary School memang dikenal di UK dan Irlandia. USA kan pakainya junior high school atau Middle School. Penasaran jadinya.

Apa memang UK beda kultur ya dengan Ireland?

Ireland mah di desa-desa model begini, anak-anak umur 10 tahun juga nontonnya masih Peppa Pig cobak ???.

Sampai pernah ngobrol sama suami sambil ngikik-ngikik, anak-anak di Texas kelas 2 SD udah petantang petenteng bawa iPad segala macam, anak-anak di Athlone kelas 6 SD masih main kejar-kejaran di sekolahan, boro-boro bawa handphone mah ???.

Agak kaget dengan episode pertamanya karena super “nganu”. Risih banget karena ceritanya kan tentang remaja usia 16. Tapi sadar karena memang ini 18+ dan ada pesan “sex strong appearance”.

Tapi secara keseluruhan, ceritanya bagus banget sih .

Yang bikin agak ilfeel, pemerannya tua-tua banget. Dandanan juga gak nolong. Untung pemeran utamanya imut-imut, tokoh Otis Milburn yang diperankan oleh Asa Butterfield.

Pemeran utama yang siswi perempuan, Maeve, ampun deh. Jadi mahasiswi juga rasanya udah agak tua -_-.

Film netflix yang bagus seri baru sex education
Masa umur 16 segini sih -_-. Pemeran aslinya berusia 19 tahun padahal.

Si Maeve ini malah terlihat jauuuuh lebih tua daripada pemeran tokoh Eric yang di kehidupan nyata berusia 27 tahun! Woowww. As they said, “Black don’t crack”. Gak rasis lho ini. Malah pujian ;).

Soundtracknya bagus-baguuuusss. Jadi sibuk searching lagu-lagunya jugak hehehe.

Banyak pesan-pesan eksplisit dalam film ini kontroversinya tajam banget untuk ukuran budaya Indonesia. Jadi kalau perspektif agak kaku pasti kurang cucmey sama serial ini hehehe. Tapi fokus ceritanya macam-macam dan banyak masalah parentingnya.

Gaya hidup yang digambarkan sih cocok buat ukuran US. Tapi rasanya di Ireland secara umum masih jaaaauuuuhhhh dari yang model-model begituan. Di Dublin aja, pas main ke park ada yang ciuman kasual gitu-gitu doang, masih banyak bule yang ngomel-ngomel dan berani negur.

Sukaaaaaa sama skenarionya. Urusan skenario, film-film “barat” memang jauh di depan ya. Karena itu kali masih susah move on dari Hollywood, British dan sekitar hihihihi.

Percakapannya mengalir bangeeeetttt. Spontan tapi dalem dan enggak cheesy.

Ada gak ya caranya bikin film tentang “Sex Education” literally yang pop dan asyik  tapi ya jangan gini-gini amat hahahaha. Terlalu vulgar ini. Selain adegan-adegan “itu”nya, ada beberapa pesan-pesan “ya gitu deh” yang disajikan terlalu terbuka.

Me myself, I don’t bother, I’m not against them . Tapi buat diterima di Indonesia, selain adegan nganunya, soal-soal lainnya juga pasti masih ganggu banget ya.

Sudah lama enggak ngikutin serial-serial di televisi. Terakhir kan pas masih di Texas, re-run Grey’s Anatomy dan tergila-gila dengan serial Bones. Makanya, ini semacam haus darah nonton serial keren. Kelar 8 episode dalam 3 hari sajah hehehe.

Season 2 nya katanya mau keluar awal tahun depan atau akhir tahun ini. Jiaaaaahhh…masih lama, yak. Urusan konten, Netflix memang masih terdepan untuk ukuran-ukuran channel sejenis (y).

Kemarin ngobrol di WA bareng emak-emak di sini saling merekomendasikan film Netflix yang bagus, terutama yang serial deh ya biar panjang napasnya. Mau coba nonton serial “Perfume”.

Kalau film lepas, seminggu lalu udah nonton “Bird Box” yang box office versi Netflix. Kurang suka sih hehehe. Terlalu tegang dari awal sampai akhir. Pengin yang agak manja-manja gitu dah biar gak terlalu spaneng nontonnya hahahaha :p.

Oh ya,  cekidot juga ini ada serial Netflix yang gak manja tapi sangat wajib tonton ;).

Buat ditonton sekalian relax dikit dari acara nyapu-ngepel-masak-ngurus anak gituh :D.

film Thailand Terbaik Bad Genius

Film Thailand Terbaik : BAD GENIUS, When An Education is Obtained with Money

Sudah siap dengan film keren edisi liburan leyeh-leyeh di rumah selanjutnya, Gaeeeesssss ???.

Keliling dunia nih kita ?.

Again, rekomendasi dari Kak Ahsan Azhar memang terbaeeeeeee .

Setelah termehek-mehek dengan film India ‘Andhadhum’, giliran film Thailand terbaik – ‘Bad Genius’. Terbaik versi saya sih abis juga belum nonton banyak film Thailand hehehe.

film thailand terbaik Bad Genius
Gambar : bangkokpost.com

Keringat dingin nontonnya walau tidak ada adegan tembak-tembakan dan jejeritan. Hanya urusan menyontek saat ujian bisa menjadikan film ini menjadi perbincangan hangat di tahun 2017 silam.

Peran-peran utama dimainkan oleh para remaja usia SMU. Tapi penonton utama seharusnya ADALAH PARA ORANG TUA.

No worry, no spoiler here .

Plot-nya rapi. Jauh dari hal-hal bombastis, unsur kejutannya lumayan banget. Sebagian problem yang muncul dalam film bukan yang gimana-gimana tapi banyak yang tidak terduga dan bikin saya bengong dan tepok jidat, “Hastagaaaaa, bisa kek gitu yak…”

Apa yang terjadi pada Lynn, Bank, Grace, atau Pat dkk mungkin mewakili problem pendidikan di kebanyakan negara-negara Asia.

Ini kalau wong-wong yurop yang nonton pasti pada bakal lebay dah, “Alamaaaakkk, ancur banget deh ini negara-negara Asia…” hehehe.

Saya suka kisah pertemanan yang diangkat bisa menggeser bully-bullyan ‘klasik’ ala-ala cerita Hollywood di mana si cantik atau si tampan dkk akan membully si nerd yang jelek dan tidak populer.

Justru Bad-Genius menggambarkan pertemanan win-win solution bagi dua kelas sosial ekonomi. Yang mana efeknya justru jauh lebih serem ketimbang adegan klasik si gorgeous menertawakan si nerd yang bajunya kampungan *ngelapKeringat*.

Di dunia nyata kondisinya lebih “menyedihkan” .

Stereotip anak-anak orang kaya pasti males dan dungu itu sangat-sangat salah, lho. TK-SD di sekolah swasta, saya saksikan dengan mata kepala saya sendiri, yang peringkatnya bagus-bagus itu, sebagian adalah murid-murid yang ortunya punya mobil bisa lebih dari satu.

I saw them. Spoiled but so damn smart! Literally. Mampus gak lo? ?.

Richie Rich ternyata ada di dunia nyata :D.

Di kampus lebih gila lagi. Di Fakultas Ilmu Komputer – UI, saya bayangkan akan bertemu dengan teman-teman kuliah berkacamata dan culun. So-so-so wrong.

Yang cewe banyak yang modis dengan penampilan terkini dengan kemampuan akademis sangat lumayan. Yang lakik apalagi.

Yoih, ada yang benar-benar sepaket macam Dekisugi di Doraemon. Pinter-ganteng/cantik-tajir.

On the other hand, waktu sekolah di sekolah negeri SMP dan SMA, saya bertemu dengan teman-teman lain dari keluarga pas-pasan yang kemampuan akademisnya lebih pas-pasan lagi .

Dengan kecerdasan kognitif yang lemah, mereka masih harus membantu orang tua mencari nafkah *kisahNyata* .

Penokohan film Bad Genius terlalu terikat pada stereotip miskin-pinter vs kaya-oon.

Walau semua kasus intinya bermuara pada pesan yang sama, “We should stop setting the universal standard for being a so-called SMART/SUCCESS/ETC!”

film Thailand Terbaik Bad Genius
Para pemeran utama di film Bad Genius (gambar : mid-day.com)

Generasi setelah kita mungkin lebih beruntung. Era digital menawarkan banyak alternatif profesi yang menjanjikan yang tidak melulu berurusan dengan ijazah sekolah formal .

Anak-anak kalian yang laki-laki pada pengin jadi -Dan TDM- gak, sih? ??

Bad-Genius juga memperkuat pesan Gandhi, “Poverty is the worst form of violance.”

Sementara di negara-negara berkembang di kebanyakan wilayah Asia yang penduduknya segabruk itu masih seputaran korupsi birokrasi yang sangat kronis *lingkaranSetan*.

Peralihan karakter tokoh Bank juga membuktikan bahwa value yang ditanamkan secara kuat dalam internal keluarga akan seberapa kuat sih menghadapi tekanan lingkungan? .

“Even if you don’t cheat, life cheats on you anyway.” — Lynn, Bad Genius (2017)

Makanya kaaaaannn “It takes a village to raise our youngs”.

Dalam buku Tipping Point ada hasil penelitian bahwa anak dari keluarga broken home yang dibesarkan dalam lingkungan baik-baik LEBIH SELAMAT daripada anak dari keluarga baik-baik yang dibesarkan dalam broken society.

Tapi ingat teori bandul ya, jaga keseimbangan agar selalu di tengah. Jangan juga ujug-ujug berpikir semua anak-anak kudu cuek sama rengking-rengkingan segala macam. Maksudnya bukan begituuuuuu.

Ini bisa panjaaaaannggg ceritanya . Sudah pernah saya bahas di tulisan “Battle Hymn of The Asian Parents”.

All in all, film Bad-Genius menjabarkan pesan dari Socrates, ““An education obtained by money is worse than no education at all”.

Filmnya menghibur banget, kok. Karakter Lynn yang kuat, Bank yang “menukik”, Grace yang culun tapi jujur (sukak banget sama pemerannya yang cantik manis manja , Pat yang rada tengil tapi setia kawan.

It’s going to worth your 2 hours 10 minutes time lah pokoknya mah .

Selamat menonton … minimal trailernya dulu laaaahhhh ???.

Ada rekomendasi film thailand terbaik selain yang Bad Genius ini?