Film Netflix terbaru untuk edisi Natal 2019 ini : The Two Popes.
Sempat disangka film dokumenter beneran saking miripnya aktor pemeran Pope Francis dengan Pope aslinya hehehe. Iyah, mirip bangetΒ π .
So that you know, film netflix terbaru yang ini kategori FIKSI. Kalau pun memang terinspirasi dari kisah Pope Benedictus dan Pope Francis, ternyata banyak juga penambalan yang tidak sesuai atau berat sebelah.
Kritikan bertaburan tapi sebagai tontonan, film ini sangat menarik. Mengingat adegan-adegannya didominasi oleh percakapan one on one antara Pope dan Cardinal-nya (sebelum digantikan), TAPI TIDAK MEMBOSANKAN sama sekali.
Yah, namanya film, kadang harus didramatisasi biar seru. Kalo ako mah anaknya emang googling-an kalo abis nonton film. Nonton filmnya 2 jam an, googlingnya bisa seharian hahaha.
Kurang tepat memang kalau menggambarkan Pope Benedictus vs Pope Francis sebagai konservatif vs liberal. Sementara masa lalu Pope Francis di “Dirty War – Argentina” cukup suram. Googling sendiri ya, Gaeeessss <3.
Kritikan tajam dari kaum sosialis tetap mengalir deras terhadap Pope Francis, walau beliau kini sudah menjadi salah satu icon pengentasan kemiskinan di dunia.
Tapi dalam kehidupan sehari-hari seringnya kita terjebak dalam area hitam putih ini, ya. Dalam banyak hal, perlu waktu panjaaaaaang untuk menyadari “wilayah abu-abu”.
Ironisnya, film The Two Popes menyadarkan saya soal ini sekaligus melakukan pelanggaran yang sama dalam skenarionya hehehehe.
Saya terkesan dengan percakapan saat Pope Benedictus menganggap Pope Francis “too compromising”. Di mana Pope Francis menjawab tegas, “I changed. Not compromised. Two different things.”
Versi film menyorot kasus-kasus korupsi dan pelecehan seksual terhadap anak-anak yang terjadi dalam lingkup Gereja Katolik dan terkesan ditutup-tutupi.
Pope Francis : “Kita lebih rela melihat 9 anak-anak menderita daripada harus kehilangan 9 juta jemaah.”
Di film terlihat kalau Pope Francis mengkritisi petinggi-petinggi gereja yang terkesan menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran serius demi menjaga citra gereja dengan tujuan utama –> biar jemaah tidak “lari”???
Percakapan berkesan lainnya soal bagaimana agama tidak seharusnya menjadikan manusia bertujuan menjadi Tuhan. Tuhan hanya ada satu.
Tapi saya setuju dengan salah satu kritikus film yang mengatakan, sudah sangat usang jika kita mempertentangkan konservatif vs liberal dalam urusan kehidupan manusia. Gak ada gunanya jugak, gak nawarin solusi apa-apa juga.
Sebaiknya, yang diangkat adalah korupsi vs reformasi melawan korupsi, dunia yang makin kapitalis vs gimana cara kita menguranginya, kemiskinan vs penyebab dan bagaimana kita terus melawannya.
Samalah kayak debat-debat di dunia maya yang cenderung jatuh ke ranah ad hominem :(. Lebih baik bahas KONTEN daripada terjebak dalam eyel-eyelan tidak bermutu yang malah menjebak emosi, macam “dasar lu kadrun” atau “cebong goblok” atau “lu emang kampret sih”.
Sumpah, USELESS! π°π°π°.
Gue bingung Jakarta banjir masih jaman nyalah-nyalahin gubernur. Gusti Allah, dari era gue masih gadis kinyis-kinyis cantik jelita (oh wait, sekarang juga masih cantik sih #sisirPoni), Jakarta sudah banjiiiiiiiiiiirrrrrrr, ke mane aje lu!
Awal tahun 2007 noh, banjir besar ampe kantor libur segala. Tiap tahun setelah itu kalau hujan ya banjir, sampai sekarang. Mbok ya jangan gila malah bahas Pilkada yang sudah lewat hampir 3 tahun! #pijetKening
Udah ngomelnya, balik ke review filmnya lagi :p.
Agama seharusnya menjadi jalan untuk membawa kebaikan bagi banyak orang, termasuk kekhawatiran mengenai dunia yang makin materialistis. Jenjang antara si kaya dan si miskin yang makin menganga, iklim global yang makin memprihatinkan, adalah hal-hal yang seharusnya diperjuangkan oleh GEREJA.
Sungguh kuingin standing ovation pas percakapan ini, literally! π ππ₯°
Banyak persoalan dalam kehidupan sosial yang “jalan di tempat” karena banyak pihak fokus kepada PENCITRAAN, ego sendiri-sendiri, boro-boro bahas SOLUSI :(.
Kita terjebak untuk berpikir, “HARUS ADA YANG SALAH.” Walau hati kecil kita tahu terlalu rumit untuk menunjukkan satu jari kepada pihak tertentu. We knew, we had noone to blame.
Persis.
Makanya, kalau kalian melihat suatu ketidakadilan nun jauh di sana, tengoklah ke dalam kaca di depan kita, lihat bayangan kita sendiri. Kita mengutuk yang jauh, lupa bercermin kepada yang dekat-dekat.
Memaki pelaku, meratapi korban entah di mana, namun tanpa sadar mungkin menjadi pelaku atas korban-korban di sekitar kita sendiri. ((KITA)), tentu saja, yang menulis termasuk!
Makanya, “When no one is to blame, everyone is to blame” -Pope Francis-
Semoga kita semua berusaha melihat bayangan di cermin sendiri sebagai sosok yang membawa perbaikan atas berbagai persoalan sosial antar manusia di dunia, aamiin πππ.
And here comes one of the special days …. CHRISTMAS day <3.
βMy idea of Christmas, whether old-fashioned or modern, is very simple: LOVING OTHERS. Come to think of it, why do we have to wait for Christmas to do that?β -Bob Hope-
Cinta tidak pernah ke mana-mana. Selalu ada di sini <3.
SELAMAT HARI NATAL bagi teman-teman yang merayakan π₯°ππ€©π.