Negara Maju dan Negara Berkembang (2) : SISTEM

Ramai lagi kontroversi beberes sendiri di restoran. Adaaaaaa saja tuduhan-tuduhan “Dasar manja, dasar pemalas!”

Mental Indonesia katanya. Mental minta dilayani.

Itu bukan mental Indonesia. Lebih tepat dikatakan sebagai “mental yang ada di negara berkembang pada umumnya” .

Ini sebenarnya sudah dibahas di bagian pertama. Soal kesenjangan penghasilan.

Di Yurop tenaga manusia mahaaaaaaallll . That’s why di banyak negara Eropa Barat, toko-toko umumnya tutup di hari Minggu. Irlandia sih tetap buka. Durasinya yang dipangkas.

Negara maju di asia
Gambar : lifehopeandtruth.com

Karena di hari libur, tenaga manusia itu lebih mahal, dihitung lembur.

Di Amerika Serikat juga hari minggu malah ruameeeee, tetap buka kayak biasa. Di Negeri Paman Sam, orang super tajir dan homeless mewarnai kehidupan di kota-kota besar. Negara maju rasa negara berkembang hihihi.

Di Ireland paling malas makan di restoran. Mahal. Sumpah, mending masak sendiri. Daging sekilo paling 8 euro saja itu kalau direndang bisa makan sekeluarga ye kan. Harga ayam mentah malah cuma 4 euro per satu ekor udah dipotong-potong.

Di resto, satu porsi yang tidak terlalu besar juga bisa dipatok minimal 10 euro. Ogaaaaahhhhhh . Syukur-syukur cocok di lidah. Kadang cuma daging bakar pakek sedikit garam sama merica zzzz .

Karena di restoran ya selain bayar tempat juga harus bayar pegawai. Restoran siap saji sih murah. Cuma susah yang versi halal dan itu anu….embaknya dimari rewel soal kesehatan hehehe. Ingat-ingat, semua penyakit berawal dari perut .

Kebalikan sama di Jeddah dan di Texas. Enakan jajan di luar hihihi. Makanan NON siap saji juga banyak yang cocok di kantong .

Bukan cuma soal beberes di restoran. Soal kebersihan juga mirip. Kdisiplinan di ruang publik juga sama.

Bukan karena kedisiplinan individu rendah. Lah buktinya orang-orang dari negara berkembang kalau dilempar ke Yurop pasti otomatis disiplin, kok. Cobak aja lu berani buang sampah di sungai sini kalau gak ditangkep + denda + penjara hahahaha.

Di Jakarta mah lempar kasur ke sungai juga bebaaaaaasssss . Dulu dapat gubernur galak dan mati-matian menegakkan disiplin malah masukin ke penjara .

Ada yang namanya efek “Jendela pecah”. Pernah dengar?

Jadi begini, kejahatan besar itu bisa dicegah justru dengan menghalangi terjadinya kejahatan-kejahatan kecil. Kaca jendela sebuah rumah yang dibiarkan retak akan “menggoda” orang lain (orang baik-baik sekali pun) untuk berbuat lebih jauh.

Sekitar tahun 90 an di New York, pemerintah terkait tiba-tiba rutin menangkapi orang-orang yang enggak bayar karcis pas naik kereta. Padahal kejahatan-kejahatan luar biasa seperti perampokan, perkosaan, dan pembunuhan juga tidak kalah ramainya, tapi mereka fokus utamanya di stasiun-stasiun kereta.

Ajaibnya, dari menangkapi orang-orang yang malas bayar karcis yang harganya tidak seberapa ini, kejahatan secara umum di New York di tahun 90 an bisa turun drastis. Baca buku Tipping Point for more detail .

Pasti lebih segan membuang sampah di tempat yang bersih ketimbang di tempat yang banyak sampah di mana-mana. Karena kita pikir ya udah sih udah terlanjur kotor. Buang satu juga gak akan kelihatan.

Kalau di Yurop udah grogi duluan. Jalanannnya bersih, sih, sih. Lempar tisu selembar saja pasti langsung mencuri perhatian.

Jangan diharap menegakkan kebersihan ngandelin warga doang. Semua juga pakai petugas/sistem khusus lah mau di negara mana juga .

Lu kira di Ireland ada kerja bakti warga sabtu-minggu bersihin jalan dan selokan? Pakek petugas khusus lah yaooowwww .

Plus penegakan hukum .

Di Bern, Swiss, orang mau naik bus enggak pernah diperiksa. Beli karcis manual pakai mesin. Mana mahal banget. Saya kira orang bisa curang seenaknya. Soalnya kok gak ada petugas pemeriksa?

Hamil 4 bulan anak ke-3. Lagi assignment ke Bern-Swiss 😀

Seolah mereka percaya nanti ada malaikat yang mencatat. Eh bentar, mereka kafir, deng! Hahahahaha .

Ternyataaaa, secara random, petugas mencegat bus di tengah jalan dan naik meriksain tiket satu-satu. Petugas sudah menenteng mesin pembayaran via kartu segala.

Dengan mata kepala sendiri saya melihat beneran ada yang enggak beli karcis. Orang lokal, bukan pendatang. Aksennya kelihatan .

Dese diturunin di stasiun berikutnya tanpa perlawanan dan membayar via kartu dengan wajah lemas. Dendanya 100 frank, Cuy! Pakai kurs 2015, sekitar 1.5 juta rupiah! Sedaaaaaapppp .

Pembangunan infrastruktur transportasi merata di negara maju. Tram di Bern, Swiss (gambar : bahnbilder.de)

Nah, dengan denda segitu besar dan penegakan hukum secara disiplin, SIAPA YANG BERANI MELANGGAR!

Kalau cuma UUnya doang gak ada pelaksanaan ya sama juga boong .

Di Dublin kalau ketahuan celahnya ya bandel juga. Dulu belum banyak penerapan mobil diderek jadi pada berani di hari minggu parkir sembarangan.

Saya pernah ke Dublin Zoo pas hari minggu. Orang parkir ngasal banget karena mereka sudah hafal, hari minggu petugas libur dan belum banyak pasukan derek waktu itu.

Gilak banget, segala rumput diterabas. Tapi coba di hari-hari lainnya, mereka mana beraniiiiiiii.

Jadi seringnya tidak terlalu bergantung pada kedisiplinan individu. Situ pikir orang bule kalau nyetir di Jakarta bakal menerapkan kedisiplinan yang sama. Gak nyampe-nyampe dong nanti hahaha.

Misalnya jaga jarak aman. Di sini sih suami rewel mengingatkan saya untuk menjaga jarak aman kalau lagi nyetir apalagi di jalan tol.

Tapi suami selalu bilang, “Ingat ini khusus Ireland yak. Kalok di Jakarta lu nyetir jaga jarak sejauh ini depan lo disosor motor sama angkot. Jangan! Kudu pepet pantat!” Hahaha. Siyap Bos!

Terus kan kalau di Ireland harus full SETOP di perempatan. Kalau di Jakarta kata suami harus berani motong. Kalau setop doang mah sampai tahun depan jangan harap dikasih jalan.

Orang Indonesia nyetir di Irlandia ya biasanya bisa menyesuaikan diri. Malah saya khawatir orang-orang Yurop ini yang keringat dingin disuruh nyetir di Jakarta hahaha.

Faktor lingkungan itu penting. SISTEM yang berjalan sangat menentukan pola hidup kita di suatu tempat.

Mental individu bisa menyesuaikan.

Suami saya nyetir di Arab Saudi ya ikut gaya sana, ngebut jangan kasih ampun hahahaha. Di Texas, kecepatan di atas 100 km / jam dengan jalanan padat harus siap disalip kiri kanan.

Kota Jeddah Arab Saudi
Jalan-jalan raya di Kota Jeddah Foto : Dani Rosyadi

Di Irlandia ya ngikut cara sini. Menyetir dengan santun apalagi kami di kota kecil. Ngambil SIM di Irlandia ini yang paling berat kata suami saya. Tesnya paling susah walau dia bisa tembus sekali nyoba.

Di Iran dan Swiss gak pernah nyetir . Nyetir di Jakarta ya ngikut cara Jakarta hihihi.

Makanya buang jauh-jauh prinsip, “Yang penting di rumah anak-anak kita didik dengan baik. Bodo amat sisanya!”

Dear(s), it took a village to raise our youngs, sering dengar kan pepatah terkenal ini.

Anak-anak kita tidak akan terbatas kehidupannya oleh dinding-dinding rumah kita saja. Tidak pula hanya sebatas pekarangan rumah. Bahkan pun tidak hanya dalam kompleks. Mereka kan makhluk sosial, sama seperti kita. Butuh berinteraksi dengan orang lain di berbagai tempat.

Bahkan di Tipping Point ditegaskan ada penelitian yang membuktikan, “Anak-anak broken home yang dibesarkan di lingkungan baik-baik AKAN JAUH LEBIH SELAMAT daripada anak-anak keluarga baik-baik yang dibesarkan di lingkungan yang rusak.”

Pilihan POLITIK -mu memberi warna yangn tidak sedikit kepada akan seperti apa lingkungan yang ingin kita persembahkan kepada generasi-generasi kita kelak .

Gak mau kampanye kok hahahaha.

Where ignorance is our master,
there is no possibility of real peace.
-Dalai Lama-

Hanya mau bilang, jangan tidak peduli ya .

-Simply a Mom-