Lagi hangat-hangatnya soal kedatangan Raja Salman ke Indonesia 2017, sungguh sulit untuk menahan diri tidak eksis, yes? Hahaha. Kabar dunia Islam.
Kayaknya sudah banyak yang saya tulis terkait pengalaman tinggal di Kota Jeddah selama 2.5 tahun kemarin. Di buku, di blog, dan di Facebook tentunya .
Uniknya, 2 tulisan paling hits di blog yang terkait Arab Saudi itu saling bertolak belakang : “How Islamic are Islamic Countries?” dan “10 Keuntungan Tinggal di Arab Saudi”. Ya memang isinya bagaikan bumi dan langit ya hahaha.
Di tulisan HIAIC misalnya dapat segabruk-gabruk komentar, “Kok sinis banget sama Arab Saudi dan Islam?”
Tulisan 10 KTDAS sih cenderung aman. Hingga suatu hari ada yang komentar, “Dasar onta!” di fanpage pas ngeshare tulisan itu hahaha. Terkait tulisan ini pula jadi sering mendapat email/inbox semacam ini, “Bagaimana caranya agar saya pindah ke Mekkah atau Madinah ya Mbak? Tolong diberitahu caranya. Saya sekeluarga ingin khusnul khatimah di sana.”
Walah, bingung ya jawabnya . Makanya, saya tidak pernah reply pesan-pesan model begini. Mohon maaf, ya *sungkem*.
Saya rasa di sinilah salah satu persoalannya. Buat sebagian umat muslim, Arab Saudi itu dianggap sebagai representasi ajaran Islam. Kalau ngomongin orang Saudi mungkin bayanginnya selevel Rasulullah dan sahabat ya hehehe.
Sementara di kutub satunya lagi, kayaknya alergi banget sama Arab Saudi. Tapi bisa jadi kutub ini muncul justru karena adanya orang-orang yang saya ceritakan di paragraf sebelumnya .
Untuk “kaum pemuja Saudi”, sedikit saja kita mengkritik atau melontarkan hal-hal yang di luar ekspektasi mereka, entah mengapa langsung dicap “anti Islam”, “pembenci agama” bla bla bla. Pusing kan?
Malah saya pernah mendapat komentar, “Sok tahu lo! Kayak pernah tinggal di sana aja!!!” Well, heloooooooo … hahaha .
Tapi 2 buku saya, “Bunda of Arabia” dan “Memoar of Jeddah : How Can I not Love Jeddah?” itu dua-duanya menceritakan sisi positif selama tinggal di Kota Jeddah, lho .
Jadi begini, buat saya pribadi bersama keluarga inti saya, tinggal di Jeddah ya memang menyenangkan kok . Gaji gede yang menyebabkan biaya hidup jadi relatif “murah” .
Kayaknya kota-kota besar di Saudi ini dirancang untuk dinikmati oleh “kalangan berada” 😉. Kalau banyak uang ya pasti hepi lah hahaha. Harga mobil + bensin murah, listrik + sembako dan segala macam disubsidi.
Makan di resto tergolong murah. Belanja ke mana-mana serba dilayani. Itu karena kehidupan kaum berada di Saudi ditopang oleh adanya “warga kelas dua”. Siapa mereka? Ya orang-orang di sektor informal yang gajinya jauuuuuhhh di bawah pekerja formal .
Makan di resto di Eropa tergolong mahal lebih karena ada “jasa manusia” tambahan yang dibutuhkan. Man-hour di negara-negara welfare state memang cukup “adil” untuk level informal sekali pun .
Bagaimana dengan di Saudi?
Enak, sih hahaha. Dulu tuh ya, buang sampah saja tinggal bayar 50 riyal sebulan, sampah diangkutan sama Haris (pekerja apartemen). Tinggal taruh saja depan pintu. Nanti Haris keliling mungutin kantong sampah dari lantai 1 sampai 6. Plus 100 riyal sebulan, mobil dicuciin sampai kinclong sama Haris hampir setiap hari .
Mana bisaaaa lo bayar jasa orang segitu di Eropa .
Hal-hal inilah yang saya bahas di tulisan “How Islamic are Islamic Countries?” Karena keadilan sosial adalah salah satu napas utama dalam ajaran Islam di kehidupan bermasyarakat .
Itu baru ngomongin kesenjangan sosial. Belum ngomongin gaya hidup lainnnya .
Aturan-aturan khusus di Arab Saudi juga sering disorot oleh dunia internasional sebagai aturan Islam. Umumnya oleh kalangan non muslim. Oleh beberapa teman India di Ireland misalnya, saya ditanya, “Eh, kenapa sih di agama Islam perempuan dilarang menyetir?”
So pasti saya tegaskan, kalau aturan itu khusus di Arab Saudi saja. Bahkan di negara-negara Timur Tengah lain yang mayoritas muslim, tidak ada aturan seperti itu .
Sorotan lain adalah aturan bahwa di Saudi tidak boleh mendirikan rumah ibadah selain rumah ibadah umat muslim. Saya selalu tekankan bahwa itu BUKAN aturan Islam. Banyak juga lho komentar di forum-forum agama yang menuduh, “Islam sih mana bisa hidup damai dengan agama lain. Mereka punya berbagai aturan diskriminatif.”
Sayangnya, kalangan muslim sendiri memang banyak yang memimpikan hidup “Islami” ala Arab Saudi. Untuk teman-teman non muslim dari negara lain, saya rajin lho mempromosikan Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara mayoritas muslim yang punya “cita rasa” berbeda dengan Timur Tengah hehehe.
Cadangan minyak yang dahsyat ikut menyokong perekonomian Kerajaan Arab Saudi . Hal ini yang sering diabaikan hingga mendatangkan komentar seperti, “Saudi kaya itu karena berkah dari Allah sebagai negara suci.”
Ngggg…yang ada itu kota suci kali yaaaaa, Mekkah dan Madinah. Negara suci emang ada? .
Pendapatan tertinggi Kerajaan Saudi memang didominasi oleh ekspor minyak terkait posisi Saudi sebagai negara kedua penghasil minyak terbesar di dunia. Menghasilkan minyak terbanyak tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kehidupan masyarakat.
Karena nomor satu itu Venezuela lho . Toh buktinya Venezuela gagal menghalau korupsi hingga tumbang begitu cepat saat harga minyak dunia berguncang.
Berbeda dengan Kerajaan Saudi. Saudi cukup piawai mengolah kelebihan minyak mereka . Dengan cerdas, Saudi sukses berkolaborasi dengan negara-negara teknologi maju dan mengolah cadangan minyak yang menguntungkan bagi berbagai pihak.
Saudi tergolong negara yang paling efisien dalam mengelola minyak . Biaya cukup kecil untuk kualitas yang bagus. Saudi pandai memilih teman bisnis tanpa harus merendahkan diri sebegitu rupa. Yup, temenan sama Amerika Serikat dalam mengelola minyak itu sudah lama. Kita tahu sendiri negeri adidaya ini punya keunggulan teknologi dan pengalaman bisnis yang caem .
Kasus Saudi mungkin bisa dipetakan terhadap kisruh Freeport. Jangan saya atuhlah yang bahas. Malu sama daster hahaha .
Sektor migas menyumbangkan sekitar 70% dari total penerimaan Kerajaan Saudi. Sudah rahasia umum, dengan kondisi harga minyak yang gonjang ganjing beberapa tahun terakhir, perekonomian Saudi pasti terkena imbasnya.
Internal Saudi sendiri sudah banyak berbenah kok. Pencabutan subsidi dari berbagai bahan pokok dan listrik sudah mulai ditarik. Sebentar lagi mungkin akan ada aturan penarikan pajak penghasilan. Banyak proyek infrastruktur yang ngadat. Tidak sedikit perusahaan yang bermasalah dengan gaji karyawannya.
Tenaga kerja Indonesia di sektor konstruksi juga sudah mulai banyak yang pulang sejak setahun terakhir. Gaji macet. Bukan hanya pekerja informal. Ekspat-ekspat di sana, yang selevel manajer segala macam banyak yang ketar ketir menunggu pembayaran yang belum kunjung selesai. Itu fakta .
Tapi seberapa jatuhkah ekonomi Saudi? Nah ini yang harus hati-hati melihatnya. Karena Saudi sendiri MEMANG TAJIR beneran hehehe. Kalau enggak salah, rasio utang terhadap GDP juga tergolong rendah .
Selama ini, Saudi juga tergolong “bersih” dalam pengelolaan keuangan negara. Cek di data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2015, Saudi cukup bagus di angka 52. Negara-negara yang IPKnya di atas 50 dianggap “Bagus” . Mumtaz! Hehehe .
Sejak tahun 2016, pemerintah Saudi juga mengeluarkan komitmen untuk melepaskan diri dari ketergantungan Sumber Daya Migas dan mulai menggarap sektor lain. Mungkin terkait hal itu juga, sekarang Raja Salman beserta tim aktif bertandang ke mana-mana .
Tentu kita berharap Indonesia bisa menjadi salah satu tempat berlabuh untuk urusan investasi Sang Raja ya . Aamiin.
Jangan sampai kita lebay tidak jelas juga. Baru juga rencana sudah hebohknya kayak apa hahaha. Ingat lho, RENCANA. Belum benar-benar kejadian.
Jangan sampai kita malah dengan nyinyirnya membandingkan RENCANA ini dengan realisasi investasi yang sudah masuk dari negara-negara lain, termasuk China yang entah kenapa sangat dibenci sekarang ini . China dan negara lain SUDAH investasi, sementara Arab Saudi baru RENCANA, wooooiiiii .
Tentu kita berharap baik Arab Saudi maupun China atau negara-negara besar lainnya beramai-ramai berinvestasi di Indonesia. Enggak usah dikait-kaitin melulu sama agama dan konspirasi kenapa sih?
Kok malah dijadikan bahan beranteman baru? *pijetKening*.
Ah ya, untuk pertanyaan, “Mengapa hengkang dari Kota Jeddah padahal katanya gajinya gede bla bla bla?”
There are things that money can’t buy dong ya . Hidup ini tidak melulu soal bahan pokok harus murah, harus punya mobil bagus bla bla bla, punya koleksi barang mahal endebre-endebre, gaji tanpa pajak dst dst.
Ada lebih banyak hal yang ternyata tidak bisa dibeli uang. Tidak ada hubungannya dengan harga-harga . Nah, yang begitu-begitu itu yang bisa saya dapatkan dari pengalaman hidup di Irlandia Walaupun pajaknya terekdungces, harga barang gak semurah di Saudi, harga bensin juga ngek ngok. But I do love living in Ireland .
Walau tentu tetap banyak yang bisa dikeluhkan dari Ireland :p. Tidak ada tempat yang sempurna kalau masih level hidup di dunia, yes? 😉
Saya juga tidak tahu pasti mengapa hal-hal yang saya yakini adalah ajaran-ajaran utama dalam agama saya justru bisa saya rasakan efeknya di negara se”kafir” Irlandia hahaha .
Remember, there are things that money can’t buy. Termasuk bisa terus berada dekat dengan keluarga tercinta, sesuatu yang menjadi dilema terbesar bagi perantau seperti kami-kami ini .
Tulisan yang begitu inspiratif mba, sangat bermanfaat tentunya…
dan saya juga ingin menanyakan “bagaimana caranya bisa tinggal disana ya?” 😀