Oleh : Jihan Davincka
(dimuat di Tabloid Prioritas, April 2013)
***
Tanggal 17 Maret diperingati sebagai Saint Patrick’s day oleh orang-orang Irlandia. Dirayakan dengan gegap gempita di seluruh wilayah negeri tetangga kerajaan Inggris ini. Bahkan menjadi hari libur resmi.
Tahun ini, Hari Saint Patrick jatuh hari minggu. Liburnya berlanjut hingga ke hari senin. Kami berkesempatan ikut menyaksikan kemeriahan karnaval di tengah kota Athlone. Sebuah kota kecil yang berjarak sekitar 120 km dari ibukota Irlandia, Dublin.
Hari nasional ini juga dirayakan dengan meriah oleh bangsa Irlandia di belahan dunia yang lain. Tidak sedikit imigran asal Irlandia di beberapa wilayah di belahan utara benua Amerika. Di beberapa tempat, misalnya kota Boston, Hari Saint Patrick pun ramai dirayakan.
Legenda Saint Patrick
Saint Patrick sendiri sebenarnya bukan pria asal Irlandia. Melainkan seseorang yang berkebangsaan Inggris yang di usia ke-16 diculik dan dibawa ke Irlandia untuk dijadikan budak.
Saat itu, dia belum memiliki ketertarikan apa pun terhadap agama Katolik. Setelah 6 tahun mengalami perbudakan, Saint Patrick berhasiil melarikan diri kembali ke tanah kelahirannya. Saat inilah Saint Patrick mengalami perubahan besar secara relijius. Beliau menjelma menjadi penganut Katolik yang taat.
Sebagai bentuk pengabdian terhadap keyakinan barunya, Saint Patrick kembali ke Irlandia dan menyebarkan Katolik di sana. Konon, dia berhasil mengubah masyarakat Irlandia yang tadinya menganut paganisme menuju era gereja katolik.
Saint Patrick meninggal di tahun 461 M, tepat di tanggal 17 Maret. Hari kematiannya inilah yang dikenang oleh masyarakat Irlandia sebagai penghormatan baginya. Sebagai Santo Pelindung sekaligus Penyelamat bagi umat katolik di Irlandia.
Hijau Dimana-mana!
Suhu udara yang menaungi kota masih tak beranjak dari angka 1 – 3 derajat celcius. Dinginnya udara membuat sudut-sudut kota kecil Athlone tetap lengang dan sepi. Padahal musim semi seharusnya sudah menyapa negeri ini di pertengahan maret. Suasana berubah drastis saat jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Setengah jam lagi, parade akan segera dimulai.
Orang-orang mulai tumpah ruah di jalan. Sebagian besar warga menyerbu jalanan protokol dengan berjalan kaki. Datang dari berbagai penjuru kota.
Anak-anak kecil mengenakan kostum hijau-hijau. Tidak sedikit mengenakan topi hijau besar ala Leprechaun, peri jantan yang dalam mitologi Irlandia diyakini pernah mendiami daratan Irlandia.
Warna hijau tidak hanya identik dengan Saint Patrick. Saat menyebarkan asas “tri-tunggal” dalam kepercayaan katolik, sang santo menggunakan daun Shamrock, mirip dengan daun Semanggi. Terutama dengan perumpamaan sehelai daunnya yang persis memiliki 3 cabang. Shamrock hijau ini pula yang dijadikan lambang negara Irlandia.
Beberapa hari sebelum perayaan, beberapa bangunan di tengah-tengah kota juga dihias dengan warna hijau. Tak sedikit toko, hotel maupun restoran ikut memasang tirai atau pernak-pernik lain berwarna hijau sebagai pemanis di dalam etalase toko.
Tak ketinggalan pula suvenir khas ala Irlandia membanjiri rak-rak toko. Misalnya : patung karakter Leprechaun yang berbalut busana serba hijau, berbagai cindera mata berwarna hijau, dsb. Beberapa warga pun tak segan memasang miniatur bendera-bendera Irlandia sebagai penghias kendaraan pribadinya.
Parade Seni dan Komunitas Kota
Awalnya saya sedikit segan untuk ikut serta berdiri di jalan menyaksikan iring-iringan karnaval. Soalnya kami bukan penganut Katolik.
Saya pikir perayaannya akan bersifat relijius. Ternyata tidak juga. Sebagian besar peserta karnaval adalah berbagai komunitas masyarakat kota. Malah diantara iring-iringan tersebut, ada juga toko atau penjual makanan dan furniture yang memanfaatkan momen karnaval untuk berpromosi.
Parade dibuka dengan peragaan Marching Band. Sekumpulan laki-laki berseragam hitam berbaris rapi, berjalan sambil meniup terompet dan menabuh drum. Diikuti dengan dengan dua mobil panser besar yang dihias dengan bendera-bendera kecil yang menunjukkan warna kebangsaan Irlandia, hijau-putih-oranye.
Kelompok berikutnya menampilkan berbagai klub lokal anak-anak yang ada di kota Athlone. Sekitar 30 orang anak laki-laki berseragam merah hitam muncul sambil meneriakkan yel-yel khas ala pertandingan sepak bola. Beberapa orang di barisan terdepan memamerkan kemampuan mereka mengolah bola dengan kaki. Perkumpulan pramuka juga tidak ketinggalan ikut berpawai.
Ada pula barisan marching band yang menampilkan sekitar belasan anak kecil yang memainkan lagu-lagu mars. Diikuti oleh beberapa anak-anak lain yang berjalan sambil berakrobat layaknya anggota sebuah klub gymnastic. Tim hoki cilik dengan seragam oranye mengikuti dari belakang.
Anak-anak saya sudah mulai kegirangan. Orang-orang mulai bertepuk tangan dan berteriak. Apalagi beberapa peserta karnaval melemparkan permen dan kue-kue ke arah penonton anak-anak.
Setelah rombongan anak-anak berlalu, iring-iringan didominasi oleh klub-klub setempat yang diikuti oleh orang dewasa. “Athlone Sub Aqua Club” muncul dengan sebuah kapal karet yang ditumpangi oleh beberapa orang dewasa yang berkostum ala penyelam. Organisasi Palang Merah kota pun meramaikan suasana dengan raungan sirine ambulans. Sebuah mobil truk di belakangnya diisi oleh orang-orang yang berpura-pura menjadi pasien dan perawat.
Parade terus berjalan. Kali ini ada rombongan pemusik yang memainkan alat musik khas yang setahu saya menjadi ciri khas daerah Skotlandia, bagpipe. Ini yang paling menarik perhatian saya. Pertama kalinya melihat pertunjukan musik tradisional ini secara langsung. Biasanya hanya melihat di majalah, surat kabar atau televisi saja. Pesertanya juga mengenakan kostum khas yaitu rok motif tartan (kotak-kota merah hitam) dan dilapisi dengan jubah hitam memanjang hingga menyentuh lutut.
Bagpipe sekilas berbentuk mirip seruling. Terbuat dari kayu dan juga termasuk alat musik tiup. Tapi suara yang dihasilkan sangat berbeda. Suara dari alat musik satu ini lebih nyaring dan tidak sehalus seruling. Lebih tajam dan sedikit cempreng menurut saya. Namun tetap terdengar indah di telinga.
Ternyata, bagpipe tidak hanya digunakan oleh bangsa Skotlandia saja. Tapi sebagian besar bangsa Kelt, serumpun dengan bangsa Celtic, juga menggunakan alat musik tradisional ini. Bangsa Kelt dan Celtic ini mendiami sebagian besar wilayah kepulauan Britania dan sekitarnya.
***
Karnaval berlangsung meriah di tengah cuaca yang mewajibkan kami semua mengenakan mantel tebal untuk menghalau udara dingin. Usai parade, sebagian besar orang mulai berpencar. Kami sendiri memilih langsung beranjak pulang.
Dinginnya suhu sedikit menghangat dengan melihat begitu ramainya penduduk kota yang berdiri bergerombol di sudut-sudut jalan. Saling menyapa dan mengobrol agak lama. Mereka tidak langsung pulang.
Konon, bila malam hari tiba, perayaan akan dilanjutkan dengan acara minum bersama. Irlandia memang terkenal dengan tradisi minum bir. Katanya, di kota-kota besar seperti ibukota Dublin, acara minum-minumnya sudah dimulai sejak siang hari. Tapi kami melewatkan tradisi ini. Sepanjang malam dihabiskan dengan dalam rumah dengan menonton televisi bersama anak-anak. Cara yang kami anggap lebih tepat untuk menghangatkan diri di tengah dinginnya suhu yang masih menerpa sebagian besar wilayah Eropa hingga penghujung maret ini.
Dimulai dari nonton P.S I Love You, jadi kesemsem banget sama Irlandia. Ini negara yg pengen banget aku kunjungi suatu saat nanti. Nice post.. sering2 bikin tulisan ttg Ireland ya mbak.. 😀
emang beda ya Kelt sm Celtic?