Visa kerja ternyata hanya janji palsu si agen. Perpanjangan visa suami saya mengalami masalah. Suami sudah overstay! Belum lagi ancaman hukuman. Iyalah, kerja berbulan-bulan pakai visa turis *pingsan*. Seru lah ini pengalaman kerja luar negeri pertama kali :D.
Saya dan anak saya sendiri menyusul ke Iran dengan visa turis. Yang bisa diperpanjang sebanyak 3x.
Tak hanya mempermainkan kami soal visa. Apartemen pun akan direlokasi. Tadinya kami bisa tinggal gratis, agen meminta kami membayar setengah biaya sewa apartemen. Uang lembur tiba-tiba dihapus. Hanya dibayar sebulan. Alasannya, gaji suami sudah kegedean kalau harus pakai lembur segala.
Siapa bilang tinggal dan kerja luar negeri enak? :).
Pengalaman pertama kami merantau ke Tehran sungguh mendebarkan hehehe. Suami sudah berkali-kali interview dan selalu mentok. Jadi, begitu Tehran memberi kabar bahagia, dibuai angan kelamaan, kami lalai memperhatikan kontrak 🙁.
Sempat tiga bulan tinggal terpisah. Saya mulai cranky. Karena tujuan saya resign adalah sekolah lagi. Kalau pun tidak melanjutkan S2, saya inginnya ikut dia ke luar negeri. Akhirnya, suami menyuruh saya datang dengan modal visa turis.
Saya baru tahu masalahnya setelah tiba di Tehran. Tentu saja … berantem hebat. Hahaha. Agen dan perusahaan seperti lepas tangan dan ogah-ogahan soal paspor suami yang statusnya sudah overstay dan harus membayar denda.
Saat mengadu ke KBRI, duh, makin sakit hati. Boro-boro dihibur dan dibantu, kok kami malah disalah-salahkan , “Makanya jangan hanya terbuai gaji gede, mending kerja di Indonesia kalau gini. Bikin susah saja!”
Hiks, katanya pahlawan devisa malah dibilang bikin susah .
Kami jelas-jelas ditipu. Ke mana lagi harus berlindung kalau bukan ke KBRI? . Saya juga sempat marah karena suami tidak ngotot. Alasannya, pihak KBRI memberikan prosedur yang berbelit-belit dan menyusahkan.
Tapi, suami tidak putus asa. Dia mendekati staf lokal yang fasih berbahasa Farsi. Staf lokal inilah pahlawan kami .
Beliau mengambil resiko dengan menelepon langsung ke agen dan mengancam atas nama KBRI. Voila! Agennnya ketakutan dan paspor langsung dikembalikan.
Sempat kisruh lagi karena suami tetap menolak membayar denda. Bukan karena enggak punya duit.
Alhamdulillah, gaji tidak sampai kena tipu. Gaji bulanan lancar. Kami sangat sanggup membayar denda. Tapi suami eike kan ngotot-an dan terus memperjuangkan haknya. Akhirnya, perusahaan bersedia membayar denda overstay untuk ‘memutihkan’ status paspor suami.
Setelah diam-diam interview dan mendapat kepastian dari Jeddah dan paspor suami beres, kami memutuskan kabur hahahahaha. Pura-pura minta izin ke perusahaan dengan alasan urusan keluarga dan harus pulang segera.
Saya sampai mau menangis ketika berhasil melewati imigrasi setelah berjam-jam deg-degan karena takut masalah overstay dipertanyakan. Tegang gilaaaaaak hihihihi.
Untung saja Tehran kota yang cantik. Walau berat badan kami berdua turun drastis diterpa stres karena kena tipu hahaha, kami sangat bersyukur sempat menikmati eloknya Kota Tehran yang super duper bersih . Dan bisa keluar dari sana tanpa masalah. Fffiiiuuuhhh…
Setelah Tehran, Jeddah mengundang masalah baru. Trauma dengan visa temporer, kami sepakat untuk tinggal terpisah dulu. Menunggu 11 bulan, LDR-an penuh drama selama hampir satu tahun (berantem melulu hihihhi), iqama (resident permit ala Saudi) akhirnya diusahakan juga. Itu pun setelah suami mengancam resign. Dan memang benar, Montreal-Kanada sudah memberi sinyal positif.
Namun, suami akhirnya memilih Jeddah.
Melewatkan 2.5 tahun tanpa masalah berarti di Jeddah, apa setelah pindah ke Irlandia hepi ending juga?
Ternyata masalah lain datang lagi. Di Athlone, suami ternyata harus traveling ke luar negeri. Minimal durasi kepergian sekitar sebulan.
Baru juga sebulan nyampe Athlone, suami sudah harus pergi selama 30 hari penuh ke Istanbul. Mau ikut tapi anak baru masuk sekolah. Saya sempat grogi dan tidak bisa tidur. Banyak-banyak berdoa dan pasrah sama Allah saja, deh. Untuk melindungi kesehatan anak-anak, saya benar-benar disiplin soal makan kalau ayahnya lagi jauh. Ke diri sendiri juga. Hidup Food Combining!
Jangan dikira di Athlone ini macam di Jeddah. Orang Indonesia segambreng, cari makan gampang dan murce, mau ke mana-mana tinggal telepon supir taksi asal Indonesia yang banyak menjadi pelanggan para Madam .
Alhamdulillah, 3x ditinggal, sebulan ke Istanbul, 7 minggu ke Santiago, dan sebulan berikutnya di Santiago lagi, everything was just fine. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah .
Justru kalau lagi sendiri, mendadak kuat dan disiplin. Mengurus anak sorangan dan ke mana-mana jalan kaki belanja ini itu nyaris tanpa masalah. Saat lagi di jalan … hujan deras kek, salju turun kek, enggak boleh panik depan anak-anak . Harus stay cool. Padahal aslinya gampang panik dan heboh hahahaha.
Masih berpikir tinggal dan kerja luar negeri itu hepi-hepi joy-joy???? Hehehehe. Itu mah foto-fotonya aja kaliiiiii 😛 😛 😛
But remember, what doesn’t kill us, makes us stronger :).
***
Well, yang selevel keluarga engineer seperti kami saja harus melewati banyak hal-hal yang tidak mudah.
Pernah membayangkan ‘perjuangan’ para TKI informal seperti misalnya para TKW di Jeddah?
Mereka, para perempuan yang biasanya sudah berstatus orang tua tunggal. datang sendiri. Meninggalkan anak-anak di kampung halaman.
Janda-janda dari kampung ini tidak diam dan meratapi nasib di kampung. Tapi mereka merantau dengan gegap gempita.
Bukan main cita-cita mereka, ya. Saya tahu tidak mudah bekerja dan bertahan di Arab Saudi. Kami saja yang menempati ‘kalangan atas’ kadang elus-elus dada kok menjalani kehidupan bersosialisasi di Jeddah, apalagi mereka.
Di tanah air peluangnya sempit. Bekerja dengan gaji sekitar 700 ribu rupiah, itu pun katanya sudah termasuk mahal. Anak ada 2. Masa depan apa yang bisa dimimpikan dengan penghasilan ratusan ribu rupiah. Sementara, di Saudi, minimalnya bisa dapat 800 riyal, sekitar 2 juta rupiah. Ingat ya, di Saudi mereka enggak keluar duit sama sekali. 2 juta itu bersih.
Itu kalau legal. Lantas, mengapa yang ilegal leluasa wara wiri di sana? Ada ‘mafia’nya . Dan status ilegal memungkinkan mereka mendapat penghasilan 2x lipat atau lebih.
Biaya hidup di Saudi tergolong murah. Apalagi Jeddah yang sarat pendatang. Tahu tempe merajalela. Rumah makan Indo dengan harga murah cukup mudah ditemukan. Kenalin, keluarga Gober adalah salah satu pelanggan warteg-warteg murmer di Sharafiyah hihihihi. Murah dan enak-enak alhamdulillah 🙂.
Perlakuan tak menyenangkan sanggup membuat mereka bertahan karena mereka punya mimpi besar. Mereka tentu akan melakukan apa pun asalkan sang buah hati tidak perlu mengulang takdir yang sama.
Seperti kita-kita ini yang berharap para penerus mengukir masa depan yang jauh lebih baik daripada orang tuanya, sebesar itu pula angan-angan para TKW ini . Kalau kita bergantung pada suami, mereka tak mendapat perlindungan apa-apa dari pemerintah bahkan lingkungan. Terkurung dalam kemiskinan membuat mereka nekat menjajal ke luar negeri seberapa pun banyaknya berita atau rumor mengenai kemalangan yang menimpa rekan/teman mereka.
Ironisnya, di luar negeri pun, pemerintah seperti kehilangan akal mengurusi mereka. Saya sungguh bingung, para mafia berkeliaran dengan leluasa.
Kisruh TKI ilegal tempo hari malah menghadirkan beberapa komentar negatif seperti, “Siapa suruh OON, gampang ditipu. Membaca saja enggak bisa malah nekat ke luar negeri. Ya salah sendiri.”
Saya sampai berantem euy di grup hahahahha. Ya habisnya kesal. Empati mana empati???? :'(. Kalau tak mau membantu ya enggak usah banyak bacot kaliiiii. Cukup doakan mereka. Nyinyirin koruptor aja tuh lebih ada gunanya! 😛.
Ya, memangnya siapa yang mau bodoh? Memangnya siapa yang minta jadi orang miskin? Siapa yang memungkinkan mereka yang keterampilannya pas-pasan bisa lolos ke luar negeri?
Salah satu masalah yang sering mendera para TKW adalah lemahnya perlindungan hukum untuk mereka. Luar biasa banyaknya pendatang asal Indonesia di Saudi. Sedihnya, mayoritas adalah TKI informal. Belum lagi aturan Saudi yang serba tertutup dan kadang-kadang tidak jelas. Hari ini begitu, besok-besok begini.
Salah satu kasus yang tengah mencuat adalah masalah Satinah. Satinah menyerahkan diri aparat setelah mengakui telah memukul majikannya di dapur. Ini pun simpang siur. Ada yang bilang memukul karena mencuri ada yang bilang memukul karena disiksa dan gaji tak kunjung dibayar.
Malangnya, setelah dirawat di rumah sakit, sang majikan meninggal dunia. Hukum qisas harus diberlakukan. Kalau keluarga tak memaafkan, Satinah harus dihukum pancung. Maafnya pun tidak gratis. Keluarga korban meminta denda sampai 21 Milyar rupiah.
Pemerintah hanya menyanggupi sekitar 12 milyar rupiah.
Gimana, ya? Saya juga tidak mengerti masalah sebenarnya. Saya rasa pemerintah pun punya pertimbangan sendiri untuk tidak memenuhi permintaan 21 M tadi.
Pemerintah tidak mendiamkan kasus ini, kok. Pemerintah terus aktif memperjuangkan pembayaran denda untuk menyelamatkan nyawa Satinah. Tapi tentu, ada batasnya, kan?
Sementara Satinah memang dalam posisi sulit. Tapi kalau kita meninjau lebih dalam, sungguh tidak adil jika kita menghakimi Satinah seorang. Bisa jadi Satinah bingung harus ke mana dan harus mencari bantuan ke siapa saat mendapati kenyataan bahwa gaji dan pekerjaan jauh dari harapan .
Satinah juga bekerja di kota kecil. Bukan di Riyadh dan Jeddah, yang memang punya KBRI dan KJRI. Ini tugas pemerintah untuk mensosialisasikan dan menjamin keamanan dan hak para TKI informal di Saudi.
Harusnya karyawan KBRI dan KJRI ditambah, tuh. Kasihan juga kan KJRI-nya dengan pegawai pas-pasan harus banting tulang peras otak mengurusi orang Indonesia yang jumlahnya ratusan ribu orang atau lebih dengan berbagai macam kasus.
Terlepas dari kasus yang melilitnya, kita harus menghargai perjuangan Satinah. Tak semua orang akan bersikap tangguh dan berjuang sampai jauh ke luar negeri untuk memperbaiki ekonomi keluarga.
Like a shooting star, she will go the distance,
She will search the world, willing to face its harms,
She doesn’t care how far, she believes she can go the distance
(modifikasii dikit lagu Michael Bolton, “I Can Go The Distance”)
Satinah dan rekan-rekannya mengajarkan pada kita, “Hidup yang tak pernah diperjuangkan, tak akan pernah dimenangkan (Sutan Syahrir)” 🙂.
Saya mengerti bila ada yang menganggap Satinah harus menanggung hasil perbuatannya dan tidak selayaknya kita membuang-buang uang untuk membela kejahatan. Kalau begitu, mohon doanya saja agar keluarga korban sudi memaafkan dan menurunkan biaya denda. There can be miracle when we believe and… pray .
Kalau ada yang nyinyir dan mengait-ngaitkan dengan kasus Darsem, ya sebenarnya itulah gunanya kita belajar ikhlas, ya . Lagipula, barangsiapa yang berbuat baik maka dia berbuat baik untuk drinya sendiri. It’s always between us and God . Ikhlaskan pemberian jikalau memang berkenan.
Kepada para pahlawan devisa mana pun yang kerja luar negeri, stay strong . Tidak gampang menaklukkan kehidupan di luar sana walaupun kita datang sebagai pekerja profesional sekali pun. Selayaknya negera berkembang dengan penduduk membludak, seharusnya pemerintah menyemangati dan memfasilitasi pekerja asal tanah air ke luar negeri. Seperti Cina-India-Filipina .
Jangan bayangkan enak-enaknya saja. Persiapkan mental sekuat baja.
But to look beyond the glory is the hardest part,
For a hero’s strength is measured by his heart,
We can go the distance, we can go the distance
(lagu yang sama dari Michael Bolton :D)
“I do believe we’re all connected. I do believe in positive energy. I do believe in the power of prayer. I do believe in putting good out into the world. And I believe in taking care of each other.”
Harvey Fierstein
I do believe 🙂. You?
***
Hmm… semoga diberi yang terbaik aja deh.
I do , darling. I really do.
cuma bisa bilang; miris :'(
bener mbak, tak ada yang bisa disalahkan sepenuhnya.
aku suka part yang “Tak semua orang akan bersikap tangguh dan berjuang sampai jauh ke luar negeri untuk memperbaiki ekonomi keluarga”
tki legal – ilegal , mereka hebat.
Mba…mengikuti berbagai perkembangan kasus demi kasus, perjuangan demi perjuangan para TKI kita, dan juga marathon upaya perlindungan WNI di luar negeri, rasanya memang tidak putus usaha dan doa untuk perbaikan nasib teman-teman ini mba…PR segunung, terutama di dalam negeri, sementara garda terdepan terus diperkuat, termasuk KBRI dan KJRI dengan citizen services..ngg gampang mba, sungguh…penjahat tanpa hati nurani berkedok agen atau apapun merajalela dari rekrutmen sampai penempatan…semua usaha perbaikan terus berjalan dan menjadi prioritas, doakan kami ya mbaaa….
Sampe sempat berantem di grup ya Mak he he. Aku sedih Mak baca obrolan bu-ibu di suatu grup soal hal ini. Awalnya thread itu kukira mau ikutan bantu galang dana juga, ternyata cuma buat sharing alias ngobrol2 doang (klo ga boleh dibilang nyinyir). Komennya banyak yang bikin sedih, bagi sebagian yang komen, ngapain bantu Satinah, udah bunuh majikan, ngerampok lagi. Mending galang dana buat anak gizi buruk di Indonesia, ada juga yang mengungkit kasus Darsem dulu. Sediiiiih bacanya. Karena aku merasa, sebagai sesama emak-emak, mana empatinya. Seenak2nya jadi PRT di negara orang, in syaa Allah sepertinya masih jauh lebih baik keadaan mereka yang komen.
mak.. saya baca tulisannya.. speechless…
semoga Satinah bisa terbebas dari hukuman mati 🙁
dan memang benar… jika kita berbuat baik, sebenarnya kita berbuat baik untuk diri kita sendiri…
Menangis rasanya Mendengar dan melihat keadaan seperti itu.
Nggak selamanya tinggal di luar negeri enak ya, ada suka dan duka..
Mbak, saya bingung mau komen apa. Saya paham kenapa Mbak Jihan merunutkan dari awal kemudian endingnya adalah Ibu Satinah. Bisa dibayangkan ketika orang2 ke luar negeri bekerja di sektor formal (ekspatriat) mengalami hal2 di atas bisa menanganinya dengan baik. Bayangkan kalau seandainya Ibu2 yang sudah sepuh, jarang keluar kemudian terdampar di negara orang mengalami hal yang kurang menyenangkan, Masya Allah :(((
hihihi…jadi inget darsem…., dipake foya-foya tuh duitnya…
*pengen ngeremek mukanya rasany waktu diwawancara di tv…
the other side story…http://aslibumiayu.wordpress.com/2012/06/17/ada-apa-dengan-tkw-di-arab-jangan-hanya-membaca-berita-mereka-diperkosa-tapi-baca-juga-dong-faktanya/
karena emang belum pernah ke saudi…jadi belum tau mana yang benernya…
Jumlah TKW asal Indonesia itu buanyaaaakkk banget. Mungkin bisa mencapai lebih dari 100 ribu orang. Majikan yang baik ada, majikan yang jahat juga banyak. TKW yang baik ada, TKW yang tidak baik juga ada :). Kalau Darsem sudah dibahas ya di dalam artikelnya hehehehe. Ikhlaskan saja. Makanya, bila memang kurang berkenan dan tidak ikhlas sebaiknya jangan kali ya daripada ujung2nya jadi dosa hehehehehe.
Tiap baca berita para pejuang devisa yang berjuang susah payah di negeri orang demi rupiah, jadi bersyukur sekali selama ini hidup saya dibiayai suami dan cukup di rumah sambil nyalurin hobi.
Semangat terus para wanita yang terpaksa bekerja demi anak dan keluarga. :’)