Saya pernah punya tamu yang perangainya kurang menyenangkan. Bikin bete lah pokoknya. Saat dia berkunjung, bau semerbak dari pewangi kain pel yang baru saja selesai saya gunakan untuk mengepel seluruh lantai rumah masih tercium. Dia juga ikut berbasa-basi, “Wah, baru dipel, ya?”
Saya senyum-senyum simpul. Tapi langsung bengong ketika dia tetap masuk ke dalam rumah. Bukannya saya mengharapkan dia untuk mengobrol di depan pintu saja, tapiiiiii…dia masuk tanpa melepaskan alas kakinya! Yang jelas-jelas telah dipakainya berjalan di atas tanah. Dia itu tetangga saya dan letak rumahnya hanya beberapa puluh meter. Saya pastikan dia berjalan kaki dari rumahnya ke tempat saya.
Ah, ah, ah :(. Kesalnya minta ampun. Manalagi hari itu embak saya enggak masuk. Jadi, saya sendiri yang membenahi seluruh isi rumah. Meski berusaha tetap sopan saya sudah berjanji dalam hati, “Lain kali situ datang lagi, saya cari-cari alasan ah biar tidak usah membuka pintu!”
Anda Sopan, Kami Segan
Nah, itu baru ritual mengunjungi rumah tetangga. Akan lebih kompleks lagi kalau yang kita kunjungi adalah…negeri orang lain. Meskipun masih termasuk negara tetangga.
Salah satu persyaratan untuk memasuki negara lain bagi warga pendatang adalah ketersediaan visa. Yang harus diurus secara resmi di lembaga berwenang misalnya di kantor kedutaan negara yang dimaksud atau di konsulatnya.
Lho, kita kan mau liburan ke tempat mereka. Berarti kedatangan kita harusnya disambut dengan meriah. Manalagi kita datang pastinya akan membelanjakan uang kita di sana, bayar hotel lah, beli oleh-oleh lah, makan-makan lah dsb. Devisa buat negara tersebut otomatis bertambah. Sudah selayaknya kita minta dihormati habis-habisan.
Tentu saja kalau tamu harus dihormati itu benar banget. Tapi, tamu macam mana dulu, nih? Saya sih tidak keberatan didatangi siapa saja. Asalkan memenuhi semua persyaratan layaknya seorang tamu. Kalau tamu pribadi, urusan attitude yang menjadi perhatian utama. Sementara kunjungan ke negara lain, kelengkapan dokumen jangan dianggap remeh.
Visa bisa dikatakan semacam izin. Misalnya, kita lebih senang bila kedatangan tamu yang menelepon terlebih dahulu. Kan bisa siap-siap, masakin yang enak, suguhin kue-kue yang sedap dll. Fungsi visa ya seperti itu. Agar negara yang bersangkutan tahu dan memiliki data lengkap sang pengunjung.
Visa, jangan hanya dipandang sebagai ‘tetek bengek yang merepotkan’ (padahal emang repot sih hihihihi :P), tapi dokumen ini adalah pelindung keberadaan kita di negeri asing :). Coba bayangkan kalau ada apa-apa. Anda kecelakaan misalnya. Atau anda punya masalah saat bekerja atau anda kena tipu dalam jumlah besar dan sangat merugikan. Mau lapor ke mana?
Nah, kalau tidak punya visa, bukannya ditolong malah anda akan tertimpa tangga pula setelah tadi terjatuh.
Visa juga bentuk perlindungan tersendiri bagi negara yang kita kunjungi. Urusan dokumen seperti ini yang bisa menimbulkan kekisruhan yang tidak sedikit seperti pengalaman saya semasa tinggal di Jeddah, Saudi. Banyaknya pendatang yang masuk dengan menggunakan visa turis malah kebablasan dan keterusan menjadi pekerja ilegal di Saudi.
Pastilah pemerintah Saudi menjadi pening. Kalau datang sebagai turis ya senang karena banyak pemasukan dari pendatang. Tapi kalau sampai tinggal dan menetap tentu akan menjadi beban pemerintah. Apalagi di negara-negara Timur Tengah yang tidak membebankan pajak penghasilan. Ibaratnya, kita menumpang hidup di sana. Bayar pajak enggak tapi ikut berjejalan menikmati fasilitas di negara tersebut. Apalagi di Saudi, biaya hidup sangat murah karena tingginya subsidi dari pemerintah untuk seluruh pemukim.
Makanya, visa itu terdiri dari beberapa jenis. Visa turis, visa bisnis, visa kerja dll. Tiap jenis memiliki durasi masing-masing. Visa turis tentu paling singkat. Bisa diperpanjang kok kalau mau dan negara yang dikunjungi memberi restu ;). Kita juga malas kan kalau tamu tinggal terlalu lama. Lama-lama yang tadinya senang jadi curiga, “Ngapain ya dia berlama-lama di sini? Ada niat apa, ya?”
Pokoknya, kalau diminta bikin visa, enggak usah ragu. Bikin saja walau kadang urusan seperti ini bikin mumet. “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”
Have a nice holiday, Kakaaaaaa ^_^.
Ada Apa dengan Myanmar?
Komunitas ASEAN 2015 sudah di depan mata. Selayaknya beberapa sahabat yang sudah berjanji untuk saling bekerja sama dalam beberapa hal, kekompakan adalah hal mutlak untuk kesuksesan hubungan. Dalam hal ini, negara-negara ASEAN ingin bersinergi satu sama lain dalam bidang keamanan-ekonomi-sosial budaya.
Niatnya tentu ingin saling mendorong kemajuan di negeri masing-masing. Termasuk urusan pariwisata. Warga Indonesia yang ingin berkunjung ke sebagian besar negara-negara ASEAN dibebaskan dari urusan visa. Yayyyy, senang, doooonggg ;). Paling malas, deh, kalau mengurusi visa-visaan hehehe.
Tapi tidak dengan Myanmar. Negeri yang pemerintahannya baru saja lepas dari Junta Militer ini masih mewajibkan pengunjung di negaranya untuk memiliki visa dalam paspor masing-masing. Penonton kecewa :(. Mengapa oh Myanmar, mengapa? *drama*.
Jangan langsung berpikiran buruk dulu. Ingatlah, we don’t judge other for often we don’t know the whole story ;). Kita lihat dulu latar belakang negara tersebut sebelum berkomentar lebih jauh.
Berdasarkan referensi dari sini, Myanmar memang didera oleh perselisihan internal selama berpuluh-puluh tahun belakangan ini. Padahal mereka meraih kemerdekaannya sejak tahun 1948. Multi etnis dan agama menjadi sumber permusuhan di sana. Hingga akhirnya Junta Militer tampil dan memimpin negeri.
Kekerasan dan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat luas akan kepemimpinan militer membuat orang-orang demo beramai-ramai. Stabilitas dalam negeri terus menerus bergoncang walaupun demo katanya berlangsung damai. Militer pun tidak tanggung-tanggung dalam membubarkan demo.
Awal 2011, barulah pemerintahan sipil mengambil alih kekuasaan negara. Baru dua tahun lebih ‘Negeri Ladang Seri Ranjau’ mencicipi aroma demokrasi. Julukannya saja ngeri begitu mengingat kisruhnya ‘perang saudara’ yang terus-terusan menghantam keamanan dalam negeri.
Setelah diterjang badai stabilitas puluhan tahun, tentu bukan hal mudah untuk langsung membuka diri pada dunia luar. Biarkan mereka memulihkan trauma mereka dulu. Sementara, untuk menyatukan seluruh aspirasi rakyat saja mereka belum sepenuhnya berhasil.
Toh, Myanmar tidak melarang sama sekali untuk dikunjungi, kan? Mengurus visa pun katanya sangat gampang. Ini referensi tentang pengurusan visa ke sana.
Sementara kita beri waktu dan dukungan bagi negara yang termasuk paling bontot dalam usia keanggotaan di ASEAN ini :). Itukan gunanya punya ‘teman’. Berbagi dalam suka dan duka. Saling mendoakan saat mengalami kesulitan. Hidup ASEAN ^_^.
Saktinya “Bhinneka Tunggal Ika”
Melihat asal muasal kejadian yang menyebabkan Myanmar terpenjara dalam konflik internal puluhan tahun lamanya, sebagai bangsa Indonesia kita wajib bersyukur. Myanmar konon memiliki 8 etnis utama yang berbeda budaya dan agama. Hal inilah yang cukup sering memicu konflik dan kekerasan :(. Yang paling hangat adalah kisruh antara segolongan umat Budha dan etnis yang didominasi umat muslim, Rohingya.
Padahal Indonesia lebih luar biasa lagi keragamannya. Etnis? Saya saja tidak hapal. Di propinsi asal saya saja, Sulsel, ada 4 suku besar (Makassar-Bugis-Mandar-Toraja). Belum lagi suku-suku kecilnya, misalnya Enrekang. Ini bahasanya beda-beda semua, lho. Mayoritas suku Toraja juga beragama Protestan, kontras dengan Bugis yang sebagian besarnya adalah muslim.
Itu baru satu propinsi. Bagaimana dengan puluhan propinsi lainnya? *ngelapKeringat*. Tapi alhamdulillah, “Bhinneka Tunggal Ika” berhasil merekatkan segala perbedaan dan meredam segala kebencian. Semoga kedamaian selalu menaungi seluruh bumi Nusantara tercinta :).
Walau begitu, jangan gentar melangkahkan kaki menuju Myanmar. Dengar-dengar, obyek wisata di sana tak kalah menariknya, lho ;).
Traveling ke mana pun pasti akan mengajarkan hal baru yang membawa pencerahan bagi kita. Memang sih tidak ada uangnya. Tapi ingat, pengalaman adalah permata berharga yang tak akan terbeli oleh harta, seberapa pun banyaknya ;).
Jadi…kapan kita ke Myanmar? ^_^.
***
Moga pas nanti ke Myanmar dah gak perlu pakai visa lagi. hehe.
Iya nih, barusan ini tadi urus visa Schengen ke Dublin huhuhuhu. Padahal suami sudah pakai invitation dari kantor cabang sana masih saja pihak embassy cerewetnya minta ampun -_-. Disangkanya kita mau dateng mengemis kali hehehehe. Visa oh visa :D. Pantes aja banyak yang gatel pengin ganti warna paspor hahaha
judulnya aja junta militer kalah pemilu di sana.. tapi sebenarnya masih tetap berkuasa dan itu yang bikin myanmar jadi rada2 misterius konon
masih butuh waktu mungkin, ya :). Setelah puluhan tahun gitu lho, mungkin butuh beberapa tahun lagi untuk sepenuhnya ‘pulih’.
aku nunggu tidak diberlakukan visa lagi deh… (sambil nabung) hehehehe
gara2 tema hari ini, jadi malah pengen ke Myanmar karena ngeliat foto2nya yg keren2 mak..:’)
Aku mah pengen ke mana-mana hehehe. Ke Sumatra dulu dah, belum pernah nih hehe.
Samaaaaa… ini mau bikin visa turis ke sana juga syaratnya panjang banget. Salah satunya syarat surat keterangan kerja dari kantor suami yg menerangkan sepulang dari Irlandia dia bakal balik kerja lagi di perusahaan ini. Sampai si Boss geleng2 kepala..
Paspor ijo tua gitu lho hihihihihi
Akuh sukah openingnya. Ah kau bisa ajaaaa, banyak sekali idenya. Hahaha ikut deg-degan mikir thema selanjutnya dan cara kau ngoiahnya gimana. Grrrr, saya suka sirik sama cewek pintar *cubit sampe ijo*
aku bantuin benerin poni aja… *teuteuuuppp poni dibawa2* 😆
Mak, bukan cuma kau lah yang sirik sama cewek (???) *sudah ibu-ibu pun mbak Jihan ini, kan?* pinter. Ini jangan2 udah banyaakkk sekali blogger yg sirik sama postingan berpengetahuan macem ini. Uhm termasuk eike…??? 😆
Haha, jadi kapan dong ke Myanmar. Mbaaaakk.. ke bali aja aku belon pernah. Ke raja ampat, apalagi. Hiyaaa.. curcol! 😆
Aaahhh, mengaku saja kalian ini iri pada kecantikanku ahahahahahahhaha *dilemparKeyboard* :P. Sebelum ke luar negeri, ke Makassar dulu ajaaaaa… makan Pisang Epek di Pantai Losari :P.
Wah, sudah pecah kepala saking geernya iniiiiii ^_^. Terima kasih yaaaaaa *blushing*
analogi2nya sederhana tapi ngena banget dan jadi mudah dimengerti. suka banget deh kalo nongkrong disini 🙂 #eitss..izin nongkrong ya mbak,hihi#
Terima kasih, ya, be my guest 😉
Pengalaman apply visa ke Schengen country, khususnya Germany ribet banget. Syaratnya (selain passport,ticket vv, pasfoto) seabrek a.l.: sponsor atau undangan dari warga yang tinggal di Germany, Surat kepemilikan /kontrak rumah pengundang; kita hrs ikut/bayar health insurance disono, referensi kantor kita bekerja, incl.slip gaji,f/c.surat kepemilikan tanah&rumah pemohon, surat nikah (kalo s/i); Tanggal masuk dan keluar Germany persis dengan tanggal flight ticket. Kalu plane nya bermasalah/delay bagaimana…?