Oleh : Jihan Davincka
***
Jumlah remitansi TKI yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan BNP2TKI per Juli 2012 merinci untuk kawasan Saudi Arabia remitansi yang dikirim TKI sebesar US$ 1,1 miliar dan Malaysia US$ 1,3 miliar. Selebihnya disumbang oleh TKI di Amerika, Australia dan negara-negara lain di Kawasan Asia Pasifik.
“Hingga akhir tahun 2012 saya yakin bisa menembus US$ 6,8 miliar,” tutupnya.
Dengan demikian secara keseluruhan perolehan devisa dari remitansi TKI pada pada 2012 sampai dengan Juli mencapai Rp 37 triliun (1 US$ = Rp 9.500).
Remitansi adalah dana yang dibawa masuk oleh pekerja migrant ke negaranya asalnya. Remitansi merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang paling besar bagi negara, terutama negara berkembang atau negara dunia ketiga. Bahkan menurut World Bank, remitansi merupakan penghasilan terbesar kedua negara-negara berkembang. Karena itu, tingkat kemiskinan di sebuah negara dapat menurun.
Sumber : https://library.thinkquest.org/07aug/00782/id/remittance.html
***
Anda bisa merinci uang satu milyar dolar ke dalam rupiah?
Rata-rata penghasilan TKI informal di Saudi sekitar 1000 – 1200 riyal per orang, sekitar 2.5 – 3 juta rupiah. Biaya hidup di Saudi tergolong murah. Catat, harga beras kualitas premium di Jeddah lebih murah daripada di Indonesia. Daging sapi dipatok seharga rata-rata 25 SR/kg (sekitar 63 ribu rupiah / kg). Didukung oleh harga bensin (ron 91) sekitar seribu rupiah per liter. Anggap saja, per orang sanggup mengirimkan uang ke tanah air senilai rata-rata 1.5 – 2 juta rupiah. Kenyataannya bisa jauh lebih besar daripada itu. Tapi saya ambil batas bawah dulu karena data resmi tidak ada. Oh ya, pemerintah Saudi sama sekali tidak menarik pajak apa pun baik untuk para pendatang dari level mana pun.
Jangan lupa pula bahwa kepergian mereka ke luar negeri akan mengurangi kepadatan penduduk tanah air. Mengurangi konsumsi air, listrik, BBM dll. Dua hal telah mereka sumbangkan sekaligus : devisa dan mengurangi kepadatan penduduk yang merupakan salah satu pucuk masalah terbesar di Indonesia.
Ironis, pemerintah sematkan label “Pahlawan Devisa” di bahu mereka. Sekaligus pemerintah abaikan hak-hak mereka dalam menjalani hidup sebagai ‘Pahlawan’.
Heboh Amnesti TKI Ilegal di Saudi
Tanggal 11 Mei lalu, pemerintah Saudi resmi memberlakukan proses amnesti bagi seluruh tenaga kerja ilegal dari berbagai negara yang masih bermukim di Saudi. Pilihannya ada 2 :
“The Saudi government announced that the workers lacking legal documents will be offered amnesty so that they can either update their legal status or move back to their home countries.”
https://www.globaltimes.cn/content/789070.shtml#.UcFhXZzjWZQ
Caranya bagaimana?
“Under the amnesty, people who are now staying illegally in Saudi Arabia would be acknowledged as legal workers if they changed to legal employment, said the department, under the Ministry of Labour, Invalids and Social Affairs.”
The workers simply needed to go to the country’s labour office and Immigration Department and go through procedures to switch to legal employers. They would not be charged fees for the services or need the permission of their previous employers.
https://english.vietnamnet.vn/fms/society/75792/illegal-vietnamese-workers-to-get-saudi-amnesty.html
Para TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ilegal menyambut tawaran ini dengan gegap gempita. Sayang sekali, mereka gegap gempita tapi pihak KJRI Jeddah (selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat di Jeddah) malah tergagap-gagap. Baru 10 hari setelah amnesti berjalan, KJRI Jeddah membuka diri untuk membantu proses kelengkapan dokumen untuk para TKI ilegal ini.
Awalnya, sudah dimulai kebingungan. Harus ke mana dulu? Jawazat (pihak imigrasi Saudi) atau ke KJRI Jeddah? Akhirnya diputuskan semua TKI ilegal harus mengurus SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor) ke KJRI. Setelah itu barulah mengurus lebih lanjut ke jawazat untuk mendapatkan visa + iqamah (semacam KTP bagi para pemukim Saudi).
Sejak pembuatan SPLP mulai bergulir, beberapa pihak sudah mulai meragukannya. Soalnya SPLP hanya berfungsi optimal bagi mereka yang memilih untuk meletakkan takdir di Saudi dan pulang ke tanah air. Tapi KJRI Jeddah tidak bergeming.
Saudi tengah berada di puncak musim panas. Ah, jangankan terik matahari, hidup bertahun-tahun dalam lingkungan gurun yang keras sanggup mereka jalani, kok. Masalahnya setelah mereka menaklukkan sengitnya matahari, tiba di Jawazat, penolakan demi penolakan terus berlangsung. Semuanya bermuara di hal yang sama, Jawazat menuntut paspor asli seperti yang mereka berlakukan kepada negara-negara lainnya. Sebagai informasi, siapa tahu ada yang ingin menyalahkan pemerintah Saudi, negara-negara pendatang seperti Filipina/India/Pakistan BERSEDIA mengeluarkan paspor untuk para tenaga kerja ilegalnya.
Hal penting lainnya adalah cara KJRI Jeddah berkomunikasi dengan para TKI ilegal. Tidak pernah ada wadah resmi. Hanya melalui selebaran yang ditempel. Website resmi KJRI Jeddah tidak difungsikan optimal. Malah banyak informasi berseliweran via media sosial FB saja. Makanya, kesimpangsiuran tak bisa dihindari.
Saat kegelisahan mulai memuncak, TKI ilegal mulai panik. Siapa yang tidak panik? Satu per satu rekan dari negara lain telah sukses menggenggam iqama, sementara para TKI ilegal harus pasrah dengan sepucuk SPLP yang oleh Jawazat dianggap “Mafi Faedah” (tidak ada gunanya).
Sebuah pembakaran nekat dilakukan oleh oknum. Tindakan anarkis yang disesali banyak pihak malah menjelma menjadi “Blessing in disguise”. Pemerintah pusat mulai melek. Media di tanah air mulai ribut. Padahal para TKI ilegal yang jumlah diperkirakan sekitar 150 ribu orang ini sudah berjuang habis-habisan selama nyaris 2 bulan dalam ‘kesunyian’, tanpa dukungan publik di tanah air.
Hingga detik ini, pemerintah tetap berkeras hanya akan mengeluarkan SPLP dan berjanji akan melobi pemerintah Saudi. Sebuah lobi yang belum membuahkan hasil sementara KJRI Jeddah tak pernah sanggup memberikan jaminan apa pun kepada 150 ribu orang ini.
Akankah setelah masa amnesti berakhir di tanggal 3 Juli nanti, para TKI ilegal yang terkatung-katung nasibnya akan terkena razia oleh pemerintah Saudi? Akankah ada jaminan perlindungan dari KJRI Jeddah? Jawaban yang keluar dari sebuah akun FB bernama “Gatot Mansyur” (nama Bapak Dubes RI di Saudi) hanya menyuruh mereka bersabar. Beliau tak berani menjanjikan jaminan apa pun. Penjara dan denda ribuan riyal menanti mereka.
Saya tidak tahu apakah akun ini dikelola sendiri langsung oleh beliau atau hanya menumpang nama tapi dijalankan oleh orang lain / admin.
Simsalabim, Paspor bisa Terbit!
Setelah 2 bulan lebih menampik kesanggupannya untuk menerbitkan paspor, beberapa hari terakhir, KJRI Jeddah memberi lampu hijau bahwa paspor akhirnya boleh diurus. Tidak melalui KJRI Jeddah langsung, tapi melalui ‘pihak ke-3’ yang bernama Perwalu/Apjati. Siapa mereka? Mitra yang ditunjuk oleh Maktab Istiqdam (MI). Menurut Pak Gatot Mansyur, MI adalah badan hukum rekrutmen Saudi yang telah mendapat izin dari pemerintah Saudi dan ini sudah berlangsungn puluhan tahun. Beliau menolak menjelaskan lebih lanjut apakah MI ini dikelola oleh orang Arab atau orang Indonesia?
Perwalu/ Apjati sendiri adalah sekumpulan PJTKI yang siap menyalurkan para tenaga kerja ilegal ini. Lucunya, kalau dirunut ke belakang, PJTKI lah yang seharusnya bertanggung jawab atas status ilegal para TKI ini. Mereka dahulu banyak melakukan penipuan, ibaratnya ‘menjual’ sesama warga ke Saudi demi riyal dan lari dari tanggung jawab ketika para TKI dirundung masalah. Kemungkinan PJTKInya berbeda-beda. Namun, ini adalah jalur yang sama. Lagi-lagi tersirat pemerintah ‘berencana’ menjerumuskan TKI ilegal ke dalam lubang yang sama.
Masalahnya di mana? Anda tahu biaya yang harus dikeluarkan para TKI ilegal saat mengurus paspor via Perwalu/Apjati ini? Menurut sumber yang mengaku sudah berhasil mengurus paspor, biaya pembuatan paspor via Perwalu adalah 3900 riyal. Mereka pun harus membayar uang jasa sebesar 1700 riyal. Angka yang sangat besar. Mengingat biaya resmi pembuatan paspor via KJRI/KBRI rata-rata di bawah 100 SR. Fantastis bukan? Totalnya sekitar 5600 riyal. Kalau mereka sukses menekan para TKI ilegal tersebut, coba kita kalikan secara kasar, 5600 x (kira kira) 50.000 orang = 280.000.000 riyal. Bila 1 riyal = 2500 rupiah, silakan kalian konversi sendiri.
Klaim biaya bisa ditujukan kepada para majikan. Tapi dampaknya, majikan dapat berubah pikiran untuk menurunkan gaji mereka. Lagi-lagi, para TKI yang akan terinjak-injak.
Dari mana informasi tentang pengurusan paspor via ke-3 ini bermula? Kami telusuri, pihak dari KJRI Jeddah sendiri yang mengupload selebaran mengenai proses penerbitan paspor via Perwalu/Apjati. Diupload oleh admin sebuah grup yang bernama “KJRI JEDDAH.” Grup ini merupakan grup ‘resmi’ KJRI Jeddah sejak dahulu. Tapi saya tak berani menyebut nama oknum tersebut. Karena kami tak bisa membuktikan apakah beliau bertindak atas nama pribadi atau atas nama institusi KJRI Jeddah.
Ada pihak yang mengakui bahwa selebaran hardcopy memang dibagi-bagikan di lingkup KJRI Jeddah. Tidak oleh satu orang tapi oleh banyak orang. Selebaran yang dimaksud adalah langkah-langkah mengurus paspor via Perwalu/Apjati.
Yang jelas, Pak Gatot menyiratkan bahwa benar proses pengurusan paspor melalui pihak ke-3 ini memang ada. Tapi beliau menampik soal biaya. Biaya adalah 100% kewenangan Perwalu/Apjati.
Pak Gatot pun mengatakan KJRI tidak ikut campur dalam urusan ini. Sebuah ‘permainan kotor’ tengah berlangsung. KJRI Jeddah secara tersirat mengatakan ketidakberdayaan mereka dalam kasus ini. Saya tidak mengerti mengapa Pak Gatot tidak bersedia menjawab secara lugas pertanyaan besar kami semua, “MENGAPA KRJI/KBRI harus menyerahkan masalah paspor pada pihak ke-3? Mengapa tidak boleh menerbitkan langsung tanpa perantara dengan biaya yang jauh lebih minim?”
Kalau saya perhatikan, ‘kunci’ jawaban Pak Gatot ada di kalimat ini, ” … INI SUDAH BERLANGSUNG PULUHAN TAHUN.” Kok bisa pihak swasta seperti Perwalu/Apjati punya KUASA LEBIH BESAR daripada pemerintah sendiri? (Pemerintah = KJRI Jeddah).
Jadi, merunut pada pengakuan akun FB nya Pak Gatot, selama puluhan tahun ini ada sebuah badan bernama Maktab Istiqdam yang bebas memilih mitra swastanya (mengapa tidak berafiliasi langsung dengan KJRI, ya?) untuk mengurus para tenaga kerja informal asal Indonesia. Pertanyaannya, apakah pemerintah pusat tahu tentang hal ini? Siapa yang menyetujui perjanjian kerja sama ini? Siapa yang tega menggadaikan warga yang sebagian besar datang dari kalangan tidak mampu dan berpendidikan rendah, yang telah payah-payah berjuang demi nasib lebih baik – merantau hingga ke gurun, pada mereka?
Jangan buru-buru menuduh pemerintah Saudi terlibat secara resmi. Percayalah, uang triyunan rupiah hanya remah-remah bagi negara kaya yang cadangan minyaknya berlimpah dan memiliki pemasukan tetap tahunan dari jemaah haji dan umrah. Kalaupun pihak kerajaan terlibat, saya yakin itu oknum. Ke mana pemerintah Indonesia sendiri?
Anehnya, tak berapa lama, Pak Gatot kembali merespons bahwa boleh saja para TKI ilegal mengurus langsung paspor melalui KJRI/KBRI asalkan proses di jawazat telah selesai dan iqamah sudah di tangah. Lagi-lagi pernyataan ‘sembrono’ yang berbelit-belit dan mengabaikan fakta yang ada bahwa, “JAWAZAT MENOLAK PENGURUSAN APA PUN JIKA DILAKUKAN BERMODALKAN SPLP. JAWAZAT MINTA PASPOR ASLI!”
Sembari melakukan tanya jawab dengan akun “Gatot Mansyur” ini mesti berkali-kali istighfar. Jawabannya sungguh menguji kesabaran. Saya salut pada teman-teman pencari fakta yang rela meladeni beliau hingga berjam-jam. Saya sih, melihat jawaban ‘cuci tangan’nya yang terus diulang-ulang dengan kalimat panjang-panjang sudah banting keyboard putus asa :(.
Jujur saja, kalau ada yang menuduh saya ‘reaktif’, saya tidak terima. Sejak dua bulan lalu, saya sudah memendam rasa muak atas kasus ini. Terus menyimpan hasrat berbaik sangka bahwa pemerintah pun tengah berjuang. Kami abaikan fakta keterlambatan mereka, kami berusaha saja terus membantu menyebarkan informasi bagi para TKI ilegal, berusaha keras untuk tidak mengail di air keruh.
Tapi, sisa 12 hari lagi masa amnesti. Siapa pula yang tega melihat ‘pemerasan’, yang meskipun dibantah berkali-kali, tapi dibiarkan berlangsung di hadapan mata?
Catatan lagi, bagi mereka yang ingin pulang pun, modal SPLP tak bisa membantu banyak.
***
Saya kirimkan doa dari jauh untuk teman-teman TKI ilegal yang masih berjuang memenangkan kekisruhan ini. Suara-suara miring bertebaran dari mana-mana. Jangan merisaukan tuduhan dan makian. Tidak usah diingat-ingat lagi yang dulu-dulu. Mengapa begini, mengapa begitu. Mengapa bisa ke Saudi? Mengapa bisa menjadi ilegal? Semuanya bagian dari perjalanan hidup.
Tak perlu kalian menjelaskan kepada khalayak. Tak usah begitu rupa membuat mereka mengerti jalan panjang yang telah terlanjur ditapaki. Simpan rahasia ini untuk kalian dalam hati masing-masing. Toh, para pencaci ini pun bila dihadapkan pada takdir yang sama apakah sanggup menanggung bebannya? Apakah akan memilih jalan yang berbeda?
Saya mohon pula, jangan melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri. Sabar dan ikhlas adalah satu-satunya pilihan terbaik meskipun saya yakin sekali sulit untuk menjalankannya di tengah situasi seperti ini.
Anda-anda sudah menunjukkan keberanian yang tak terbantahkan. Mempertaruhkan banyak hal untuk merebut rezeki jauh dari tanah air, tidak memilih berdiam diri di tengah situasi sulit. Rela memperjuangkan nasib demi masa depan lebih baik bagi keluarga yang ditinggalkan. Walaupun terlihat ‘kalah’, kalianlah sesungguhnya pemenang sejatinya :). Karena saudaraku,
“Hidup yang tak pernah dipertaruhkan, tak akan pernah dimenangkan.” -Sutan Syahrir-
Kalau tak kalian menangkan di dunia, sebagai muslim kita percaya, “Akhirat adalah tujuan akhir semua umat. Di sanalah nanti akan ada seadil-adilnya keadilan. Tak akan ada usaha yang tak berbayar.”
Bisikkanlah dalam hati masing-masing, “Hanya padaMu Tuhan, tempatku berteduh dari semua kepalsuan dunia.” (Chrisye – Damai BersamaMu).
***
Lakukan hal yang baik yang Anda yakini tanpa merisaukan tentang orang lain. Karena sesungguhnya,
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri”, (QS. Al Israa’. 7).
Satu lagi, untuk teman yang berpendapat, “Yaela Je, capek bener ngabisin waktu ngurusin ginian. Pemerintah bebal kok dipikiran. Udah putus asa kaleee orang-orang.”
Sebuah kalimat yang saya dapatkan dari lembaran awal buku skripsi kakak pertama saya adalah alasan utama saya dalam hal ini, “Janganlah kamu berputus asa. Bila pun berputus asa, berusahalah dalam keputusasaan itu.” Makanya, saya tidak mengelak kalau saya juga sudah hilang harapan, tapi sebagai usaha pamungkas saya … menuliskan note ini.
Sebagai muslim, saya juga meyakini, tak akan lengkap sebuah tawakal yang hanya dihias dengan ikhtiar (usaha). Saya tutup rangkaian ikhtiar ini dengan sebuah doa,
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS. 112. 2). Karena “Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. Al Anfaal. 40).
***
Bila cinta sudah dibuang, jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanya tontonan, bagi mereka yang diperkuda jabatan
Sabar, sabar, sabar dan tunggu … itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus ke jalan, robohkan setan yang berdiri mengangkang
(“Bongkar”, Iwan Fals)
pertama sy ucapkan trmksh
pd saudari jihan atas tulisan
dan dukungannya. tulisan anda
bnr2 luar biasa….saudaralah yg bs
membaca suasaana yg ada. bgmn
kegelisahan puluhan ribu tki.
ya….itulah sura hati kami.
sekali lg sy ucapkan mksh byk atas
tulisan dan dukungannya.
moga sukses sll.
Aamiin :). Sama-sama, ya.