Model Sepatu, dari Impian Kanak-kanak Hingga Dewasa
Di usia belasan, saya sering membayangkan diri saya sepuluh tahun ke depan. Dengan lipstik merah di bibir, memakai blazer ke kantor dan tentu saja memakai sepatu high heels kemana-mana. Menurut saya kala itu, high heels merupakan salah satu aksesoris penting untuk memasuki gerbang kedewasaan.
Saya pernah bergaya di depan kaca dengan koleksi sepatu berhak tinggi punya Ibu. Berusaha menyeimbangkan langkah ketika berjalan. Tapi seringkali percobaan demi percobaan berakhir dengan kaki terasa pegal. Saya bingung mengapa banyak perempuan dewasa yang bisa bertahan begitu lama dengan beralaskan sepatu model ini, ya? “Ah, nanti kalau sudah besar pasti akan otomatis terbiasa,” pikir saya.
Memasuki gerbang universitas, salah satu kakak saya yang penggila fashion membelikan sepasang sepatu baru. Sol sepatunya tinggi tapi tebal merata dan tidak runcing seperti biasanya. Ketika dipakai jauh lebih nyaman. Belakangan saya tahu, namanya wedges.
Saya langsung merasa cocok dengan wedges. Tapi pada akhirnya di kampus saya lebih sering memakai sepatu kets. Dari tempat kos, saya mesti berjalan cukup jauh untuk mengambil bis menuju ke kampus. Begitu pula saat pulang. Kadang-kadang jalanan yang saya lewati tergenang sisa-sisa air hujan, sering pula jalannya becek. Sepatu kets pilihan yang paling tepat.
Mengawali kehidupan baru sebagai karyawati di perusahaan swasta, mulai ingat lagi dengan bayangan masa kecil. Saatnya mengenakan high heels? Lagi-lagi situasi dan kondisi yang tidak kunjung tepat. Dahsyatnya kemacetan ibukota memaksa saya mengandalkan transportasi kereta. Ditambah lagi posisi kantor dan tempat kos yang sangat dekat dari stasiun.
Tentu saja pesona kereta yang ‘anti macet’ tak cuma memikat saya, tapi juga menjadi pilihan utama ratusan ribu penumpang lainnya. Saat jam pergi dan pulang kantor, luar biasa jumlah penumpangnya. Harus gesit saat merebut jalan untuk masuk ke dalam, harus sigap menyelinap keluar saat tiba di stasiun tujuan. Saat itu saya merasa nyaman dengan flat shoes.
Flat shoes pun punya banyak ragam model dan warna. Penampilan bisa tetap terlihat chic.
Banyak rekan perempuan di kantor punya cara unik tentang penampilan. Ada rekan yang sesama pengguna kereta. Di kereta, dia hanya berkaos biasa dan memakai sandal. Begitu tiba di kantor, dia tak langsung menuju ke ruang kerja. Tapi berputar ke arah kamar mandi dan mengganti baju di sana. Alas kakinya pun segera ditukar begitu tiba di meja kerja. Ternyata, beragam high heels dan wedges aneka rupa dan warna telah ditata rapi di salah satu rak mejanya. Tinggal dipilih. Hanya sesekali dibawa pulang. Cerdik juga.
Saya tak menerapkan itu. Bukannya tak peduli penampilan. Tapi pekerjaan saya sebagai IT programmer kala itu lebih sering membuat saya bercengkrama dengan layar monitor. Sesekali bertemu user yang juga lebih banyak menghabiskan waktu di belakang meja. Membicarakan banyak hal teknis. Penampilan tak terlalu penting. Peer pressure-nya pun tak banyak. Mengingat di divisi kerja saya yang saat itu terdiri dari sekitar 60 orang, pegawai perempuannya hanya sekitar 5 orang saja.
Walau begitu, saya tidak nyinyir dengan urusan penampilan rekan perempuan lain. Apalagi soal sepatu. Beberapa pria suka meremehkan kebiasaan pasangan atau rekan perempuannya yang mendewakan urusan sepatu. Jangan memandang rendah kalau menurut mereka sepatu bukan urusan main-main. Tidak percaya?
“A pair of shoes can obviously change your life. Just ask Cinderella.” -Anonymous
Fashionable Daily Shoes, Where to Get?
Bagi sebagian perempuan, sepatu tak dianggap sekadar pelengkap. Walaupun hanya alas kaki, pengaruhnya terhadap keseluruhan penampilan tidak bisa dianggap enteng.
Funny that a pair of really nice shoes makes us feel good in our heads — at the extreme opposite end of our bodies.” -Levende Waters
Funny yet true. Jangan heran kalau tidak sedikit perempuan yang gemar mengoleksi sepatu. Sepatu menjadi salah satu penunjang penampilan harian. Kebutuhan akan fashionable daily shoes cukup umum di kalangan perempuan.
Saya bukan penggila sepatu. Apalagi jika harganya mahal. Saya merasa lebih baik memiliki beberapa pasang sepatu yang cukup nyaman dengan harga yang terjangkau. Selain harga, model pun patut dipertimbangkan.
Sepatu beralas rata dan rendah menjadi pilihan sehari-hari. Dengan menenteng 2 balita laki-laki kemana-mana, saya merasa nyaman dengan flat shoes. Selain flat shoes, sandal juga pilihan yang jitu. Tapi ada juga, lho, rekan saya yang biarpun ber-high heels setiap waktu, tetap lincah dan tidak terganggu ;).
Filosofi Sepatu
Ada yang sudah terbiasa ber-high heels kemana-mana. Tidak sedikit pula yang seleranya sama dengan saya, pencinta flat shoes. Tak jarang yang koleksi sepatunya didominasi oleh wedges. Bahkan, yang percaya diri dengan sandal kemana-mana juga banyak.
Untuk saya, tampil ‘cantik’ di hadapan umum itu perlu. Tapi jangan sampai mengorbankan kenyamanan. Memaksakan diri memakai high heels agar terlihat anggun sementara kaki memberontak bukan pilihan bijaksana.
Siapa bilang dengan flat shoes atau sandal tak menjamin untuk tampil menawan? Penampilan juga dipengaruhi dengan cara kita memandang diri sendiri yang datang dari dalam hati. Kita bebas memilih jenis sepatu mana pun. Tak ada kata mati gaya. Just be yourself <3.
Namun, jangan pula menutup diri dengan mencoba sesuatu yang baru hanya karena takut atau merasa rendah diri. Penggemar flat shoes seperti saya, sesekali pernah juga mencoba wedges di beberapa kesempatan. It still feels good on me. Bertahan sekitar sejam di acara undangan pernikahan dengan high heels pun pernah saya coba hehe. Sejam saja tapi yaaaaa, lebih dari itu pingsan deh, hahaha :p.
Lebih penting lagi, selalu berhati-hati dengan langkah-langkah yang Anda ambil. Sepatu apa pun yang melekat di kaki, “Always remember to Watch your step, Ladies. You don’t know where it might lead you to.”
untuk mengambil langkah ke depan untuk masa depan yang lebih baik ;).
***
sukses lombanya yaaaaa
Sama-sama ya, Maaakkk 😀
keren mak postingannya, 😉
Kerenan mana dengan dirimu, Mak? Sudah jadi finalis dimana-mana. Kemarin menang CHIC juga kan, ya? ;). Congraaaatsss ^_^
sudut pandang yang menarik, semoga sukses Mba Jihan
Thanks Mbak Ety :D.
aku suka banget sepatu tinggi mba sampe punggungku sakit :(, akhirnya di terapi deh dan harus bye-bye dengan high heels, sekarang karena sempat jatoh malahan flat shoes juga gak enak di kaki hiks. harus pake alas kaki khusus cuman tetap bandel, pake macem2 alas kaki dan kakinya gak pernah nyaman lagi pake apapun huhu
Hehehehehe *pukPukNoni* :P. Tapi pakai high heels membuat postur memang terlihat lebih menarik, kan? ;). Saya sendiri bukan penggemar sepatu hak tinggi. Tapi kalau kondangan sering pake high heels juga. Itung-itung buat ngimbangin tinggi suami yang mencapai 180 cm :P. Resiko badan bantet punya suami tinggi! Ahahahahaha.
Kalo saya mah udah divonis dokter harus menghindari sepatu >3cm. Jadi flat shoes teman terbaik sepanjang masa
Oh ya? Kenapa Mbak? Pernah cedera gitu kali, ya?
hidup flat shoess, sampek sekarang masih seneng sama satu sepatu baru si merah, kalau dibandingin sama sepatu2 lainnya beda banget dari bahan plus harganya, hihihi 😀
samek sekarang stilleto atau yang runcing2 belum bisa pake nya takut kecekluk 😀
Iya, sama takut keserimpet hehehe. Tapi kalau ke kondangan pernah make sekali-sekali :D. Suamiku tinggi sementara saya-nya bantet, jadi pakai high-heels biar bisa ngimbangin ceritanya :D.
iya,emank sebaiknya hati2 dalam kebiasaan memakai sepatu, ga boleh terlalu tinggi heelsnya, tapi juga ga boleh benar2 flat :). Cantik si pakai high heels, tapi kalau inget sama kesehatan kaki, sayang banget 🙂
Hidup Crocs! hihihihihi 😛
Kalo kt pacarnya hua ce lei ..beautiful shoes can take you to beautiful places….(ya iya klo pake high heels k pasar kan sayang jg becek2an)