Memang sukar melepaskan sensasi media sosial tanpa topik buat julid-julid an, yes? Hihihihi. Terutama tentang perceraian.
Persoalan ruang pribadi begini, apalagi ada pihak yang sangat tertutup, sangat menarik buat dibikin teori-teori konspirasinya .
Ini soal Pak BTP yang konon akan segera melangsungkan pernikahannya yang kedua setelah kemarin sudah membuat timeline terbakar dengan isu perceraiannya.
Masalahnya lagi, Ibu Veronica Tan ini sosok yang gimanaaaaa gitu, ya. Sangat tenang tidak banyak bicara. Walau beliau juga pernah mengguncang linimasa waktu menangis sesenggukan pas vonis Ahok jatuh. But didn’t we all? ?
Terus kembali ramai dengan isu perselingkuhan. Tapi ibu Ve -nya tetap diam. Tahukah kalian kemarin beliau juga ikut menonton film “A Man Called Ahok” rame-rame di bioskop?
Tentu saja saat diwawancarai, beliau ya seperti biasa, menjawab seadanya nyaris tanpa ekspresi.
It’s a huge thing when two persons with these great personalities (both BTP dan Ibu Ve) akhirnya harus cerai setelah menikah cukup lama. Tidak kuasa untuk tidak julid, walau mungkin sebenarnya kita itu SEDIH ya .
Mungkin karena tidak sadar di budaya kita, bahkan di negara-negara maju lho, PERCERAIAN masih dianggap BUKAN persoalan biasa. Tapi lebih berat beban sosialnya di negara-negara Asia. Terutama untuk perempuan.
Kalok udah cerai berasa aib gitu-gitu lah.
Walau kasus BTP ini agak unik. Banyak yang ikutan mencaci Ibu Ve loh. Duh kalian ini. Kenal juga tidak 🙁.
Sementara hater tepuk tangan atas ketidaksempurnaan tokoh yang sudah setengah mati mereka cari kekurangannya selain mata sipit dan perbedaan keyakinannya.
Kasus Bunda Maia beda lagi. Kalau biasanya perempuan yang sering dalam posisi tersudut, Bunda Maia mendadak dapat cheerleader yang sampai bertahun-tahun ngikutin kehidupan beliau. Makanya pas akhirnya beliau kembali menikah baru-baru ini, seolah penggemarnya ikut merit juga saking hebohnya hahahahaha.
Apa kabar dengan Bripda Puput dan Neng Mulan?
Pernikahan itu memang gimana, ya. Dibilang penjara karena mengekang kebebasan ya juga iya (hahahaha). For both lho ya, bukan cuma buat yang lakik ;).
Dianggap menyempurnakan hidup ya iya juga. Disangka membuat hidup lebih bergelombang ya so pasti banget .
Nobody can really tell apa sih rahasia langgengnya hubungan?
Apa iya karena memang saling melengkapi. Ya siapa yang tahu. Ada juga kok yang bertahan semata karena takut menghadapi tekanan lingkungan, posisi karier, mikirin anak dst dst.
Dari yang memilih “bertahan” karena hal-hal lain di luar dirinya ini, jangan dianggap pasti kelar hidupnya. Ada juga yang berhasil melewati . Yang gagal ya ada juga.
Selevel selebriti yang sering diisukan bakal pisah, bakal pisah, dan didera banyak gosip bla bla bla laaaaahhh…sampai sekarang masih rukun-rukun saja. Amit-amit dah, jangan cerai yak Kakak Victoria dan Aa’ David. Aamiin :D.
Sama dengan yang memilih berpisah. Ada yang baik-baik saja ada yang tidak. We never know. Ndak paham juga itu gimana-gimananya, faktor-faktornya, teori-teorinya dsb dsb.
Pusing kita dengan kasus-kasus perceraian pada pasangan yang dari luar tampak terlalu sempurna. Mau yang istrinya ikutan berkarier atau istrinya patuh di rumah, semua kasus pokoknya ada contohnya.
Ada yang kelihatannya limbung tapi kok ya lanjut terus sampai kakek nenek dan ya gitu … kayak gak ada apa-apa aja .
Silakan lah diramu rumusnya keluarga bahagia itu kek apa, harus gimana-gimana. Harus mengikat suami sekencang-kencangnya gak boleh berhubungan dengan perempuan mana pun?
Katanya kalau cinta itu seperti pasir, digenggam terlalu kuat pasti akan merembes ke sela jari-jari kita.
Tapi juga seperti air, kalau dibiarin aja di telapak tangan tanpa tertangkup ya lama-lama tumpah semua.
Gak usah pusing, karena pernikahan itu sudah lepas deh dari yang namanya cinta-cintaan, dada berdebar, bla bla bla .
Perkara KOMITMEN. Siapa bilang kita tidak mungkin jatuh cinta lagi pada orang lain selain pasangan setelah menikah asalkan kita setia asalkan kita rajin ibadah bla bla bla? Kata siapaaaaa .
Ya mungkin saja. Cinta suka datang tiba-tiba euy.
Tapi emang iya kalau suka sama orang lain berarti end of marriage. Ya tidak juga. Tergantung KOMITMEN masing-masing .
Tapi sama juga. Ketika harus bercerai ya tidak berarti END OF LIFE kaaaaaaaan.
Jules terisak-isak sambil curhat, “I don’t want to be buried alone. Paige’ll be with her husband, and Matt’ll be with his new family, and I will be buried with strangers. I’ll be buried in the strangers singles section of the cemetery. Not that that is a reason to stay together. But it’s just, you know, a scary sidebar.”
Ben menyodorkan selembar tisu, “Let’s take that one off your plate right now. You can be buried with me and Molly. I happen to have space, okay?”
Sudah nonton film The Intern? Hehehe.
Saya baru tahu filmnya tadi pagi, suami yang cerita hehehe. Jadi, waktu baru bangun tadi, saya memperlihatkan video kantor tempat saya dulu bekerja pada suami saya.
Then we were joking around, “Nih kantor barunya. Keren, ya. Duh kalau aku gak resign, sekarang aku udah jadi manajer kali Bang. Gak perlu pusing abang nyari kerja! You just stay at home with the boys. Nanti aku aja yang kerja di kantor.”
Saya suka becandain, “Coba gue masih kerja. I can bring big bunch of money. Abang bobok-bobok aja di rumah.”
Suami sih nyenyir saja terus tahu-tahu dese cerita tentang film ini hahaha. Ampun, Bang! #tiarap :p.
Filmnya sendiri bercerita soal seorang intern, a senior intern, a super senior one hehehe, Ben (Robert De Niro). Menjadi intern di sebuah start up company yang CEOnya perempuan muda yang super sibuk extremely smart and super lincah, Jules (Anne Hathaway).
Jujur saya enggak nonton filmnya utuh. Karena saya sudah lama mempersiapkan tulisan Ayam Kremez ini cuma lagi nyari-nyari “punchline” yang pas #eaaaa hihihi. Saya rasa Jules dan Matt (suaminya) bolehlah kita jadikan salah satu contoh :p.
Jules seorang perempuan bekerja, very bright, super sibuk di kantor. Jadilah anaknya, Paige, dirawat sehari-hari oleh Matt, suami Jules. Matt tidak bekerja biar bisa konsen mengurus rumah dan Paige. Ya iyalah, di luar negeri enggak ada simbok dkk hehehe.
Tadi Jules curhat ke Ben soal Matt yang ternyata berselingkuh. Jules tidak ingin memberitahu Matt jika dia tahu soal perselingkuhan ini. Jules punya kecemasan yang lain.
Ayam Kremez istilah yang muncul untuk mengimbangi Macan Ternak, Mama Cantik Anter Anak ke Sekolah vs Ayah Muda Keren Bikin Gemez hahaha. Ada-ada saja.
Tapi di kota tinggal saya sekarang ini, dan saya rasa di banyak wilayah di negara-negara “mapan”/western countries, fenomena Ayam Kremez berkeliaran bareng anak-anak tanpa kehadiran istrinya adalah fenomena biasa. Kalau di Indonesia, waduh, ada papah-papah muda wara wiri ngurus anak tanpa bini pasti langsung digodain, “Poligami itu boleh lho, Mas!” Hahahaha.
Di sekolah anak saya, rutin banget ketemu beberapa Ayam Kremez –> kremez beneran boooo hahaha, untung suami kagak kalah kremeznya, harus langsung klarifikasi biar kartu ATM enggak disita hahaha. Ketemu di sekolahan pas nganter anak, eh papasan di supermarket pas lagi belanja, pulangnya ketemu lagi pas jemput anak hihihi.
Ada juga yang saban pagi dorong stroller keluar dari gedung apartemen. Paling saling menyapa sebentar dia pun ngacir pergi berdua saja dengan adek bayi dalam stroller. Rutin tiap hari. Siang-siang ngeliat dese masuk gedung dengan segabruk belanjaan. Dari kantong belanjaan nyembul sayur-sayuran semacamnya gitu hehe.
Belum tentu mereka tidak bekerja sama sekali, sih. Ada yang memang part timer. Jadi bisa bekerja fleksibel. Ada yang memang menjual jasa tergantung kebutuhan/order. Istri mereka biasanya bekerja full time menjadi pegawai toko, office girl di mal, dsb. Catet ya, pekerjaan seperti ini gajinya tetap oke banget untuk ukuran sini.
Karena di negara-negara maju, apalagi model Eropa-Australia-Kanada, gap gaji tidak terlalu jomplang hehehe. Bosan banget ya saya ceritain soal ini hehehe.
Hadeeeeh kalau di Jakarta sudah habis tuh bininya dinyinyirin habis-habisan. Syukur-syukur si Ayam Kremez bersangkutan kagak difoto-foto terus disebarin di medsos, “Manaaaaaa istrinya, manaaaaaaa… Perempuan macam apaaaaahhhh…” :p.
Etapi sebenarnya sudah ada juga lho pasangan model begini di Jakarta. Saya pernah kenal juga keluarga dengan “sistem seperti ini”. Walau sang suami tidak benar-benar full time di rumah, ada pekerjaan juga. Atau punya usaha yang bisa disambi dari rumah.
Satu hal yang jelas, pengurusan rumah tangga dominan dipegang oleh suami yang umumnya menjadi tanggung jawab istri (well, setidaknya dalam kacamata “ketimuran” kayak kita-kita ini). Di luar negeri sih tidak ada simbok/nanny, jadi memang kelihatan banget peran suaminya.
Kalau di Jakarta masih bisa dibantu simbok/embak/nenek/eyang/tante dan lain-lain kali ya hehehe.
Saya kurang tahu sudah seberapa besar penerimaan masyarakat terhadap “pertukaran peran” macam ini di Indonesia. Ada yang punya datanya? Hihihihi.
Isunya membentang dari “seberapa jauh efek emansipasi perempuan bla bla bla”, “apa laki-laki benar-benar rela anu-anu-anu”, “menantang kodrat kah” dan seterusnya.
Tapi di film Intern masih kelihatan ya, di “dunia barat” pun hal-hal seperti ini masih menjadi tantangan tersendiri. Belum 100% terlepas menjadi hal umum. Masih bersisa tabu-tabunya dikit.
Jules malah takut kalau dia memilih konfrontasi secara terbuka, Matt malah akan ‘pergi’.
Menurut Jules, Matt pasti mudah menemukan pasangan kembali. Jules meradang sendiri,”I’m not easy.”
Jadi begini, Matt pun sebenarnya dulu juga bekerja malah kariernya lumayan. Tapi dia mengalah untuk Jules. Jules pun pede menjalani hari-harinya karena dia percaya kepada Matt.
Again ya, jadi perempuan emang repot hihihi.
Dalam kasus ini saja, malah Jules yang disisipin perasaan bersalah dan merasa “deserved”. Makanya dia sempat memilih mau meloloskan penggantinya saja dan ingin ‘step down’ dari perusahaan. Demi menyelamatkan rumah tangganya.
Berat ya menjadi perempuan seperti Jules. Kita ingin mempunyai keluarga -suami dan anak- tapi kita pun ingin “terbang tinggi” dan merasa keduanya sama pentingnya.
Tapi lihatlah, pasti kesenggol melulu kalau menjadi yang model begini. Jangankan adat ketimuran, di film ini saja yang jelas-jelas settingnya di negara yang konon paling liberal, masalah begini ternyata masih kejadian hehe.
Ish, enaknya jadi laki-laki :p. Cari uang buat keluarga dipandang hebat. Mau mengalah demi istri pun tetap dipuji-puji besar hati dan sebagainya.
Kita perempuan? Di rumah dinyinyirin, kerja juga dipelototin hahaha.
Saya pribadi kagum dengan model “Ayam Kremez” begini hehehe. Tentu tidak mudah kan mengorbankan ego alami laki-laki demi perempuan yang kita sayangi <3.
Hal lainnya lagi, kalau pun misalnya suami dan istri sudah sama-sama sepakat lantas bagaimana dengan tekanan lingkungan atau keluarga? Apalagi kalau di Indonesia ya. Beuh, dua-duanya bisa dihajar habis-habisan tuh hahahaha.
“Istrinya egois amat!!”
“Dasar laki-laki lemah!!”
Kalau dalam keluarga saya pribadi, maksud saya antara saya dan suami ya mungkin so far terasa “nyaman” saja. Kita kurang tahu ya ke depannya hehehe. Semoga nyaman terus ya Bang ;).
Ini karena ya dia tipe “I’m a man and let me be the one.” Sementara saya memang yang enjoy aja bangun pagi wara wiri di dapur, ngurus anak di rumah, tentu sambil sambil bertempur di Facebook dong ya hahaha. Kayaknya saban Pilkada sama Pilpres, ribut melulu wall gue hahaha.
Soal keuangan suami cenderung hemat tidak macam-macam jadi kita punya investasi yang alhamdulillah “cukup” lah so far. Dan saya juga bukan tipe yang harus punya baju 2 lemari atau punya tas bermerek atau apalah-apalah.
Jadi tidak ada ‘beban’ tambahan hehehe.
Saya pernah kok berdebat dengan ibu saya soal kemandirian secara finansial. Ibu saya tidak suka “perempuan di rumah” hehehe.
Tapi bagaimana ya, probably because I trust him. Bukan percaya membabi buta gitu-gitu ya bahwa dia akan setia sampai mati bla bla bla. Tapi ya begitu deh, kami berdua merasa nyaman aja gitu :D.
Jangan dikira dia ngupil-ngupil aja pulang kantor hahaha. Ini luar negeri, Men! Kagak ada embak. Pulang kantor ya dia bantuin saya di rumah :p. Weekend dia yang nganterin anak-anakk berenang segala macam sementara saya ngupil di rumah hahaha.
Dia membantu anak-anak mengerjakan peer, do some laundry sometimes, bahkan tidak segan mengganti popok adek bayi.
Ya pada intinya balik lagi. Every family has its own rule, yes? :D.
Selama keduanya sepakat, let’s go on! Yang lain-lainnya bisa ‘menyusul’, yes? ;).
Yup, tahun 2011 silam Amy Chua menerbitkan buku fenomenal “Battle Hymn of The Tiger Mother”. Banyak kalangan pendidik barat yang habis-habisan mengkritik ‘curhat’ Chua dalam buku tersebut. Di situ, Chua bercerita mengenai caranya, yang disebutnya sebagai “cara Ibu China”, membesarkan kedua orang putrinya.
Cari reviewnya di internet, ya.Banyak ituh :D. Di berbagai forum emak-emak, buku ini juga dibahas habis-habisan.
Terbitlah kembali dua kutub yang sebenarnya bukan barang baru, sih –> cara barat vs cara timur. Melambangkan “timur” sepertinya akan lebih berat kepada tipikal cara hidup sebagian besar orang-orang di Asia.
Jujur sih, ya, after living in Ireland for 2 4 years, saya kurang sepakat dengan gencarnya kenyinyiran beberapa kalangan “mengkritik” tajam sistem pendidikan di tanah air.
Tapi marilah saya ceritakan sedikit hal-hal menarik yang mudah-mudahan bisa kita tangkap benang merahnya bersama. CMIIW ya :).
Dengar-dengar ada seorang teman (asal Asia) yang akhirnya memilih meninggalkan sebuah kota kecil di salah satu negara Eropa karena lumayan syok saat anaknya bilang, “When I grow up later, I’m gonna work for McD!”
Ini maksudnya mau jadi waitress atau penjaga menu di kasir gitu, lho. Gelisah lah si ortunya. Apalagi katanya diulang-ulang terus sama si anak. Hihihihi.
Tapi, cita-cita si anak tadi itu hal yang sangat lumrah di Eropa sini :D. Padahal kita, kaum menengah di tanah air, apa enggak stres bin galau kalau anak begitu khusyuknya ingin menjadi pelayan McD. Ngaku saja! Hahaha.
Living in (most part of) European countries, tentu berbeda dengan bermukim di negara-negara berkembang padat penduduk macam India-Cina-Indonesia dan teman-temannya :).
Dalam hidup bermasyarakat di suatu komunitas tertentu, satu sistem memengaruhi sistem yang lain. Termasuk sistem pendidikan orang Eropa yang katanya bagaikan surga dunia *tsaaaah*. Apa benar?
Dimulai dengan hal-hal kasat mata. Pendapatan perkapita Irlandia, terakhir ngecek, mencapai 46 ribu USD per tahun. Itu rata-rata per kepala. Indonesia? Kayaknya sampai sekarang pun belum nyampe 4 ribu USD per tahun hehe :D.
Tapiiiiii … jumlah penduduk Irlandia enggak nyampe 5 juta jiwa :D. Indonesia punya lebih dari 250 juta jiwa. Jadi, secara GDP, Indonesia ya jauh di atas Irlandia. Peta kekuatan ekonomi Indonesia sangat patut diperhitungkan di mata dunia. Jangan inferior-inferior banget lah ;).
Kalau melihat pendapatan perkapita di Indonesia, sekilas kok kayaknya miskin-miskin benar, ya. Salah! Salah banget.
Siapa bilang tidak ada orang-orang kaya di Indonesia? Yang terjadi adalah, kesenjangan sosial ekonomi yang sangat curam. Orang kaya sih ada, tapi yang hidup pas-pasan dan nyaris jatuh ke bawah garis kemiskinan jumlahnya, unfortunately, lebih banyak :'(.
Dari pendapatan per kapita tadi, rata-rata tiap orang di Indonesia bisa dibilang punya penghasilan 3 juta rupiah per bulan. Nyatanya? Petinggi-petinggi sales dan marketing di perusahaan multi nasional di ibukota gajinya bisa mencapai ratusan juta, tuh ;). Ketinggian ya? Oke, pekerja IT deh. Mungkin enggak ratusan juta, tapi puluhan juta per bulan juga bisa banget ;).
Kontras dengan itu, banyak lapangan pekerjaan yang gajinya megap-megap :'(. Tukang angkat-angkat barang misalnya. Pekerja-pekerja supermarket juga paling penghasilannya di bawah 2 juta per bulan. Bagus kalau permanen, itu juga mayoritas karyawan kontrak. Ada lho lulusan S1 yang rela digaji harian saking sulitnya persaingan mendapatkan pekerjaan.
What do you expect? Jumlah penduduk sedahsyat ini mau hidup santai-santai macam orang bule! Realistis sajalah ;).
Di Irlandia, pendapatan perkapita segitu apakah berarti diantara 5 orang pekerja dari berbagai level ada 1 orang yang gajinya 150 ribu USD dan 4 orang lainnya berpenghasilan 20 ribu USD saja per tahun? Tet tooot! Salah lagi! :D.
Ilustrasinya begini, misalnya di gedung apartemen yang saya tinggali sekarang. Saya punya tetangga seorang ibu-ibu asal Polandia mungkin, ya. Saya sering mendengar dia ngoceh bahasa aneh-aneh ke anak-anaknya hihihihi. Di sini pendatang Polandia juga banyak bener hehehehe. Anak-anak kami sekolah di sekolah yang sama. Saban pagi sering banget papasan pas sama-sama nganterin anak-anak.
Tiap hari dia si emak-emak tadi berseragam biru tua. Saya pikir kerja di supermarket mana gitu, ya. Eh, belakangan sering ketemu dia lagi ngepel-ngepel lantai dalam mal :D. Besoknya ketemu lagi dia lagi bersih-bersihin toilet di mal yang sama. Oh, petugas kebersihan di mal. Belakangan, dia malah lebih sering nyetir mobil nganterin anak-anaknya.
Apa-apaan iniiiihhh, yang istri engineer saja bisanya cuma jalan kaki ke mana-mana? :v :v ;v. Apa kabar belajar nyetirnya, Mbak? –> suami sudah nyerah kayaknya hahahahaha.
Tak lama sering melihat dia jalan bareng seorang laki-laki yang belakangan ternyata satpam di mal yang sama. Kayaknya suami istri, ya. Berprasangka baik saja ;). Sering melihat mereka berdua naik lift bareng di gedung apartemen.
Saya tinggal di gedung apartemen level lumayan. Agak jauh dari City Center tapi harganya lebih mahal daripada apartemen-apartemen di jantung kota. Sebelah-sebelahan dengan sebuah hotel ‘level lumayan juga’ di kota ini. Dari luar, gedung apartemen saya persis modelnya dengan bangunan hotel di sampingnya :D.
Nah, seorang engineer + istrinya yang pengangguran (hihihihi :p) bisa saja tinggal di gedung yang sama dengan sepasang suami istri yang berprofesi sebagai satpam + office girl sebuah mal :D.
Btw, di sini juga apartemennya memang bagus-bagus sih, ya. Enggak yang jomplang banget macam di Jeddah dulu hahahahahaha. Di Jeddah, harga sewa apartemen range nya luas banget. Mulai dari yang super duper murah sampai yang level compound ;).
Jadi, pemerataan ekonomi di negara-negara maju Eropa sudah sangat lumayan :).
Contoh lain : Di Athlone, penjaga apartemen kami namanya Philip. Orangnya gempal dan sudah berumur. Sekali seminggu dia libur. Ngapain? Main golf, Kakaaaaaa :D. Busyet, olahraganya level pejabat gitu hahahahhaha.
Pernah dia menghilang agak lama, katanya cuti. Jalan-jalan ke mainland. Mungkin ke Perancis dan ke Swiss. Penampilannya memang necis, sih. Sambil vakum lantai dan ngelap kaca dia sering mengobrol dengan penghuni gedung apartemen yang juga sudah berumur. Kalau dia lagi enggak pegang kain lap, pasti enggak ketebak yang mana yang penjaga apartemen yang mana yang penghuni apartemen :D.
Tak usahlah saya jelaskan nasib “penjaga apartemen” di Jeddah atau nasib satpam di Indonesia. Sakitnya tuh di … mana-mana! :'(.
Itu adalah sedikit dari pahitnya fakta yang harus kita terima sebagai bagian dari negara berkembang. Singkat kata, di negara-negara maju Eropa, mau jadi kasir supermarket pun, insya Allah sangat mungkin untuk hidup layak dan bersanding dengan profesi-profesi lainnya :).
Kasarnya begini, di negara-negara macam Indonesia atau Arab Saudi, susahlah mau hidup nyaman kalau enggak ada duit :p.
Fasilitas kesehatan yang mumpuni dan menyeluruh di Eropa tidak harus membuat kita jungkir balik mencari perusahaan keren yang mampu menyediakan asuransi buat kita dan anak-anak kita.
Tinggal di kota kecil semacam Athlone sini yang jumlah penduduknya hanya 20 ribu, tidak susah nyari sekolah. Malah boleh pindah-pindah sesuka hati. Gratis pula hihihihihi. Kualitas ya kurang lebih sama lah. Enggak ada ya, gedung sekolah yang beratap rumbia atau banjir kalau hujan atau bikin kita menggigil kalau winter :p. Di kota selevel dusun sini pun, gedung sekolahnya keren punya ;).
Jadi, buat orang-orang sini tuh, kalau anak-anak mereka santai macam di pantai, ya memangnya kenapa? Toh, ada child benefit dari anak-anak lahir sampai mereka berusia 18 tahun. Universitas negeri memberikan subsidi bagi warga negara Irlandia. Bayar kuliah bisa murah kalau mau kuliah. Enggak mesti bersaing memperebutkan beasiswa dan mesti punya otak seencer kancil atau prestasi setinggi elang. Beasiswanya buat siapa saja asal mau kuliah :D.
Ogah kuliah, mau nyantai kerja di swalayan. Go for it. Penghasilannya enggak kecil-kecil amat. Dengan jumlah penduduk minim, lapangan pekerjaan cukup memadai. Enggak perlulah sampai bersaing melawan ratusan bahkan ribuan applicant melewati rangkaian psikotes, bahasa Inggris, group discussion, wawancara, yang kadang proses seleksinya saja bisa memakan waktu setahun! Hahaha.
Anak-anak kita yang tumbuh dan besar di tanah air memang perlu punya sense of competition yang memadai. Kalian boleh memuja-muja sistem pendidikan Eropa yang katanya tidak ada ujian sampai kelas 6 SD. Well, di Irlandia sih sejak kelas 2 tiap minggu ada ujian tuh ;). And I’m very thankful for that! ^_^.
Ada yang katanya enggak ngasih peer. Wah, saya memandang peer sebagai bentuk pertanggungjawaban buat si anak :). Anak-anak kan naturalnya gitu. Penginnya maiiiiinnnn saja. Bisa sih kita provide macam sekolah-sekolah di Skandinavia. Maiiiinnnn saja sepanjang hari. Tapi ingat dong ah, di sana rasio guru vs murid berapaaaaaa. 5 orang anak konon dipegang 1 guru. Mungkin gak pakai rasio yang sama di Indonesia-India-Cina dan teman-temannya. Mungkin gaaaaaaaaaa…
Di masa depan mereka, anak-anak kita di tanah air memang harus melewati fase-fase seperti itu. Kecuali kalian, the Asian Parents, tidak merasa keberatan dan merasa fine-fine saja jika suatu hari anak kalian berkata, “Ah, aku mah maunya jadi kasir Indomaret saja nanti. Enak, bisa kerja sambil baca komik.”
Are you ready? ^_^
Tenaga guru di Irlandia relatif banyak. Jumlah murid pun juga tidak membludak. Di sekolah anak saya, belajar membaca intensif itu sudah dimulai sejak usia 4 tahun di level Junior Infant. Tapi gurunya banyaaaaaakkkk. Guru membaca pun khusus. Anak-anak benar-benar dibimbing satu persatu tanpa perlu dibanding-bandingkan hasilnya dengan anak-anak lain.
Is it possible to do that in Indonesia? Gaji guru berapaaaaaaaaa???? Jumlah murid berapa? Dana subsidi berapa? Pengalihan subsidi barang-barang energi saja bikin kalian berteriak-teriak hendak menerkam Pak Presiden hahahahahaha.
TDL naik, ngamuk! BBM dicabut subsidi, nyinyir! Memangnya situ kira di Eropa listrik murah apa? Hahahahahha. Winter pun kudu tabah biar heater enggak perlu nyala terus-terusan :p. Dinginnya winter seberapa sih? Sini yok, sini yok, tapi jangan datang sebagai turis kalau mau merasakan “the real winter life” :D. Percayalah, salju itu hanya indah dalam layar televisi saja :v :v :v.
Di sekolah anak saya, sejak kelas 1 SD, biar belajar efektif, tiap mata pelajaran anak-anak dibagi menjadi beberapa sub kelas. Ini digabung untuk seluruh kelas di level yang sama. Misalnya dalam pelajaran matematika ada 3 level : advanced, intermediate, basic. Uniknya, semua anak Asia (India, Pakistan, Bangladesh, China, Malaysia, Indonesia) itu rata-rata ada di kelas advanced hihihihi. Iyalah, mama-mama Asia gitu lho. Roaarrrrrrr :v :v :v.
Tapi dalam sehari-hari, pembagian kelasnya random. Itu hanya berlaku di pelajaran-pelajaran yang memang butuh skill khusus dan biasanya bervariasi sesuai kemampuan anak, misalnya : matematika dan bahasa.
Konon, Irlandia ini dijuluki sebagai Negeri Zamrud. Indonesia juga kan, ya. Zamrud Khatulistiwa ^_^.
Bentang alam Irlandia mayoritasnya adalah padang rumput. Rumput memang punya daya tahan yang bagus dalam berbagai musim. Irlandia juga tidak mengenal musim dingin level kronis macam-macam negara-negara di wilayah utara sana. Musim dinginnya paling banter -2 derajat saja.
Curah hujan cukup sering di Irlandia tapi kalau hujan tidak seganas di Indonesia hehehe. Sementara di Indonesia, ada wilayah yang kaya dengan hutan hujan tropis nan lebat macam Kalimantan dan Sumatera. Di Sulawesi pun, banyak hutan yang pohon-pohonnya tinggi menjulang. Ingatnya, hutan Pinus di Malino.
Sama-sama negeri Zamrud, tapi semesta menciptakan bentang alam yang berbeda. Tergantung musim dan cuaca yang menerpa masing-masing wilayah.
Dan begitu pulalah seharusnya kita memandang isu-isu kemasyarakatan antar negara dan wilayah :). Masyarakat kita ditempa dengan ‘musim’ dan curah hujannya masing-masing. Apa yang mereka lewati mungkin beda dengan apa yang harus kita hadapi.
Jangan sedih jika ternyata kita merasa kok cobaan kita lebih berat. Percayalah, alam yang keras, jalan kehidupan yang terjal, akan membentuk pribadi-pribadi yang lebih istimewa. Insya Allah :).
Jangan dikit-dikit Eropa, dikit-dikit Eropa lah.
Curah hujan yang lebih kejam, kelembaban yang tinggi, buktinya mampu mencetak batang-batang beringin yang lebar dan kokoh. Tidak hanya akan menghasilkan rumput cimik-cimik yang hanya mampu tumbuh sekian-sekian centi saja :D.
Memang, prinsip pendidikan jangan sampai memaksakan terlampau ‘kejam’ dan hanya akan mencetak robot-robot haus prestasi tanpa semangat berbakti :). But again, secara mental, kita, orang tua Asia, memang harus LEBIH berjiwa petarung. Kondisi kita berbeda.
Jawab tantangan itu. Mari menjadi bagian dari solusi bukan terus-terusan jadi orang yang HANYA paling pinter ngasih lihat masalahnya di mana ;).
Anak-anak harus kita persiapkan untuk menghadapi persaingan yang lebih ketat dan berat. Siapa bilang kita harus mengorbankan prinsip-prinsip hidup utama saat menuntun mereka menyongsong masa depan? Tidak juga kan? Tapi ya, jangan juga lebay ah, pengin mengadopsi rumput-rumput kecil yang dibesarkan dalam dekapan alam yang lebih nyaman?
Heyyyy, bukankah kita memang ditakdirkan untuk membesarkan pohon-pohon beringin? Yang batangnya lebar nan kokoh, dtiopang oleh akar yang kuat, daun-daunnya rimbun dengan cabang-cabang pohon yang tumbuh sampai ke mana-mana. Yang sanggup bertahan dalam terpaan hujan badai dan kemarau panjang.
Untuk membesarkan pohon raksasa selevel beringin, bukankah memang selalu ada harga yang harus kita bayar? 😉
Sebentar lagi jenazah akan dibawa pergi untuk prosesi pemakaman. Ruang tamu yang tadinya cukup hening mendadak ribut-ribut. Ibu saya jatuh pingsan. Akhirnya, jenazah bapak diantar tanpa kehadiran Ibu.
Bapak meninggal mendadak. Tiada angin tiada hujan. Tanpa pernah sekali pun dirawat di rumah sakit, tidak pernah terbaring kesakitan di rumah. Pergi begitu saja meninggalkan seorang istri dan ketujuh anak-anaknya. Ketujuh anak-anak yang belum satu pun ‘menetas’. Yang tertua masih duduk di bangku kuliah, yang bungsu belum genap berusia setahun.
Mungkin, saya pun akan pingsan ketika berada di posisi ibu saat itu.
Dua puluh dua tahun lalu, malam itu, seperti biasa Bapak berangkat mengendarai Vespa hijau tuanya untuk bermain bulutangkis bersama teman-teman di sebuah lapangan.
Dua jam kemudian, dering telepon mengabarkan kalau bapak tiba-tiba tumbang di lapangan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Lima belas menit setelah itu, telepon kembali berdering. Hanya 5 menit di ruang gawat darurat, serangan jantung membawa Bapak pergi untuk selamanya.
Seperti kondisi Ibu, seorang kerabat perempuan yang saya kenal juga mengalami hal yang sama. Di usia yang terbilang belum terlalu tua dengan anak-anak yang belum beranjak dewasa, mendadak ditinggal pergi oleh suami. Tapi kondisi ibu dan kerabat ini cukup kontras.
Setelah Terhantam Badai Tak Terduga
Selama Bapak ada, Ibu saya cukup aktif menemani beliau mencari nafkah untuk keluarga. Ibu bahkan memiliki usaha jahit sendiri, walau kecil-kecilan. Bapak saya sendiri adalah seorang pedagang eceran yang sudah memiliki kios sendiri di Pasar Sentral yang berlokasi cukup dekat dari rumah.
Tetap saja, pasca kematian Bapak, badai ekonomi perlahan tapi pasti menghantam kehidupan finansial keluarga. Satu demi satu, dari kios di pasar hingga rumah 3 lantai yang kami tempati, harus dijual. Akhirnya, kami berpencar dan tinggal menumpang di rumah-rumah kerabat lain. Jujur saja, saat-saat itu adalah salah satu masa terberat yang harus saya lewati.
Setelah saya dewasa barulah saya mengingat-ingat kembali, di mananya yang salah?
Karena sebenarnya saat Bapak meninggal, barang di kios lagi penuh-penuhnya. Tak ada cicilan apa pun kecuali cicilan barang-barang jualan yang seharusnya bisa dilunasi jika barang sudah terjual. Memang ada pinjaman usah dari bank, tapi nilai jual rumah dan kios serta isinya jauuuuh melebihi utang tersebut. Mengapa bisa bangkrut?
Belakangan saya ketahui, kontrol keuangan ada di Bapak sepenuhnya. Ibu bahkan cukup kesulitan menagih utang-utang para pelanggan yang kebanyakan tinggal di kota-kota lain. Selama ini, semuanya di-handle Bapak. Ibu nyaris tidak pernah memegang kendali masalah finansial saat Bapak masih hidup. Karena meninggalnya pun mendadak, tak pernah ada fase hand over.
Menghidupi 7 anak dengan usaha yang terbilang tidak terlalu besar memang cukup menantang. Entahlah bagaimana dulu Bapak mengelolanya. Sepeninggalnya, tabungan terkikis dengan cepat. Antara kaget, kalut dan tidak siap, ketiga hal itulah yang mungkin harus dihadapi oleh ibu saya.
Asuransi, Sang Penolong di Saat Genting
Sementara kerabat lain yang saya ceritakan tadi adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Dalam artian, beliau tidak memiliki penghasilan apa pun. Pendapatan keluarga bergantung sepenuhnya pada pemberian dari suami, seorang pegawai biasa yang juga memiliki sebuah bisnis sederhana.
Kerabat saya tidak sampai bangkrut. Mendengar cerita dari kerabat lain yang lebih dekat dengannya, saya jadi tahu bahwa kerabat ini cukup lihai mengendalikan keuangan keluarga selepas ditinggal suami. Bisnis suami tetap dijalankan seperti biasa. Malah bisa membeli sebuah properti baru yang dijadikan bisnis kos-kosan dari uang asuransi jiwa suaminya.
Bantuan dari dana asuransi. Inilah yang sama sekali tidak ada dalam keluarga Bapak dan Ibu saya. Faktor pendidikan yang memang tidak tinggi dan lingkungan pergaulan di pasar yang sepertinya belum terjamah mengenai masalah asuransi ini.
Tentu tak mudah bagi seorang perempuan jika harus menghadapi ‘badai’ seperti yang pernah dialami oleh ibu dan kerabat tadi. Namanya perempuan. Setegar-tegarnya mencoba bertahan, pastilah ada saja terselip rasa sedih, tidak siap dan mungkin panik.
Saat masa-masa ‘jeda’ tersebut, memiliki asuransi bisa menjadi salah satu penolong dalam situasi sulit.
=&0=&
Jika umumnya tiap kisah memiliki dua sudut pandang yang bisa berbeda layaknya sekeping mata uang yang memiliki 2 sisi, maka perencanaan keuangan memiliki dimensi lebih.
Selama ini fokus hanya tertuju kepada sisi pendapatan dan pengeluaran. Terlupakan satu sisi yang tidak kalah pentingnya … pengelolaan keuangan :).
Berbicara finansial tidak otomatis membuat makin besar pendapatan makin sukses dalam hal keuangan. Menjaga sinergi antara pendapatan dan pengeluaran via pengelolalaan itulah yang menjadi intinya.
Dalam rumah tangga saya pribadi, terus terang masalah keuangan lebih banyak didominasi oleh suami. Tapi saya bukannya sama sekali buta. Saya selalu diberitahu soal apa pun termasuk dimintai persetujuan dalam keputusan finansial walau satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga hanyalah suami. Saya sudah memutuskan berhenti bekerja sejak anak pertama belum berusia setahun.
Tak masalah siapa nahkoda keuangan dalam rumah tangga. Tapi pastikan, saat nahkoda mendadak berhalangan, kapal tidak ‘oleng’ dan tetap bisa melaju dengan baik. Untuk istri yang saat ini tak memegang kendali finansial, tetap harus menyiapkan diri jika suatu hari harus menjadi nahkoda pengganti.
Salah satu cara menyiapkan dana khusus yang bisa cair saat-saat ‘masa pelik’ datang adalah dengan asuransi tadi. Masalah klaim yang kadang dijadikan momok bagi sebagian orang tak usah terlalu dikhawatirkan. Asalkan semua keterangan dan dokumen lengkap, proses klaim dapat berjalan lancar.
Pengelolaan keuangan jangan hanya memperhatikan rutinitas periodik laju uang keluar-masuk. Dalam masalah finansial terkini, investasi menjadi tak terelakkan dalam pengelolaan keuangan. Seperti penekanan di cerita di awal, “Sedia payung sebelum hujan, sedia bunker sebelum badai.”
Investasi terdiri dari macam-macam level. Biasanya, makin besar keuntungan yang diharapkan di masa depan, makin besar pula resiko yang dihadapi. Pengelolaan resiko ini yang biasanya membuat banyak orang ragu. Padahal, investasi dengan resiko cenderung terukur sudah banyak yang ditawarkan. Salah satunya berinvestasi via asuransi.
Asuransi modern tak hanya menawarkan jaminan ‘pasif’ seperti misalnya asuransi yang bersifat proteksi murni. Salah satu keuntungan memiliki asuransi selain resiko yang fleksibel dan terarah adalah, “sambil menyelam minum air.” Menyiapkan proteksi sekaligus berinvestasi. Baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk proteksi jiwa sekaligus investasi ada banyak pilihan produk. Fungsinya bisa bersifat jangka panjang atau pendek dengan fleksibilitas jumlah premi dan rentang periode yang bisa dipilih.
Untuk asuransi pendidikan atau pensiun di masa depan juga ada.
Perusahaan- perusahaan asuransi masa kini juga banyak yang menjalin kerjasama dengan bank-bank tertentu dalam penawaran produk asuransi.
Asuransi berbasis Shariah yang makin mendapat tempat di tanah air.