Melewati bangku SMA dengan nilai asoy, begitu kuliah saya syok masuk Fasilkom-UI.
Alamak, mau mati waktu di lab saya ketahuan tidak tahu cara menyalakan komputer di lab saat masa orientasi. Senior yang jadi tutor juga enggak tanggung-tanggung, langsung berteriak kencang-kencang, “Wooiii, ada yang enggak tahu cara nyalain PC. Dari daerah kamu, yaaaaa…”
Saya pernah, kok, pakai PC sebelum kuliah. Diajarin adik saya yang tinggal di rumah Om di Jakarta . Tapi, dasar katro. Saya pikir semua tombol power ya pasti bulat dan pokoknya kelihatanlah. Di lab, tombolnya berbeda. Enggak timbul. Hanya diberi garis membentuk kotak. Mana gue tahuuuuuuu huhuhu *pukPukDiriSendiri*. Masih saya ingat sampai sekarang senior yang membuat eike ingin ditelan bumi siang itu. Hahaha. Awas lu, yak 😛.
Waktu disuruh mengisi semacam kuisioner ada pertanyaan, “Bahasa pemrograman apa yang pernah dipelajari?” Saya tulis, “Word.” Hahaha. Lebih malu pas tahu sebelah saya, teman dari Cilacap yang sangat fasih bercerita mengenai bahasa pemrograman yang dia pelajari saat SMA. Basic sama Pascal kalau tidak salah yang dia sebut-sebut. Oh God, apaan, tuh? Hahaha.
Saya berani mencontreng Fasilkom hanya demi iming-iming, “Jurusan komputer itu masih jarang. Kalau lulus cepet dapat kerja.”
Nekat kuadrat. Enggak tahu sama sekali bakal belajar apa di sana. Wong, teman-teman SMA saya juga bingung, “Kenapa masuk komputer? Kursus saja kan bisa?”
Disangka bakal belajar mengetik kali di Fasilkom. Hahaha. Tahun 90an, di universitas negeri kota saya mana ada jurusan Informatika. Di sekolah-sekolah negeri, padahal sekolah saya lumayan hits di salah satu kota paling besar di Indonesia Timur itu, sama sekali tidak ada pelajaran menggunakan komputer. Adik saya, yang SMPnya hengkang ke Jakarta, malah lebih jagoan menggunakan PC daripada saya waktu itu.
Selalu juara kelas waktu SMA, menghadapi perkuliahan yang asing, benar-benar sempat membuat putus asa. Untung, ada teman dari Medan yang semangat belajarnya tinggi banget. Miriplah kita. Pengetahuan tentang programmingnya juga nyaris belum ada. Tapi belajarnya super gigih hihihi. Dia, nih, pahlawan saya dan beberapa teman lain melewati semester 1. Saya tentu kecewa dengan IP semester 1 yang di bawah 3. Langsung bersumpah dalam hati, “Hanya satu semester ini. Semester berikut akan di atas 3 terus!”
And…it really happened . Sempat gigit jari saat melihat teman-teman dekat di kampus yang di semester 1 semuanya memiliki IP di atas 3. Tapi garis finishnya kan belom 😀. Saya lulus lebih cepat dari (kebanyakan) teman-teman dekat dengan nilai rata-rata akhir yang tidak kalah caemnya 😉.
Di semester 3, saya sempat keder mau mengambil full 24 sks. Tapi kalau dihitung-hitung saya harus mengambil sebanyak itu untuk mencapai ambisi lulus 7 semester.
Nah, disitulah berkenalan dengan buku-buku semacam “Berpikir dan Berjiwa Besar” (David J Schwartz), “7 Habits of Highly Effective Teenagers” (Sean Covey) dan “Personality Plus.” Sangat cetar membahana efeknya. Ngebut dari semester 3 sampai 7. Walau akhirnya 3 sks harus terpental ke semester 8 (dammit!), sebagian rasa terima kasih saya, saya persembahkan kepada para penulis buku-buku tersebut.
Nah, mungkin karena itu yang membuat sekarang-sekarang menjadi senang menulis dengan gaya-gaya sok inspiratif. Gayanya doang sih. Hahaha. Terbawa sampai ke lomba-lomba blog hihi. Temanya apa, nulisnya pasti selalu dibumbui kata mutiara . Termasuk saat mengikuti ajang #10daysForASEAN kemarin.
Misalnya saat bercerita tentang Vietnam, mengingatkan pada Jepang. Sebelum krismon 1998, Vietnam itu siapa, sih? Hanya dipandang sebelah mata. Sekarang? Beuh!
Mirip seperti Jepang. Siapa mengira, Jepang sebagai salah satu pihak yang mengibarkan bendera putih setelah dua kotanya dihantam bom atom saat Perang Dunia II, menjelma menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia. What doesn’t kill it makes it stronger . What doesn’t turn you off, makes you brighter.
Kita juga begitu, ya, seharusnya. Harus selalu mampu bangkit dari macam-macam kondisi terpuruk. Selain untuk membuktikan bahwa tantangan akan membuat kita makin kuat juga agar nanti bisa mengisahkan kembali kepada orang-orang lain. Menurut saya, begitu salah satu cara kita berterima kasih kepada orang-orang/kejadian-kejadian yang dikirimkan Tuhan untuk membuat kita bersemangat kembali. Kembali berlari di lintasan yang tadinya sudah ingin ditinggalkan saja.
Untuk setiap kebaikan yang diterima, sekuntum keberuntungan yang kita petik, kalau tak bisa dikembalikan kepada yang memberi… teruskan benihnya kepada orang lain. Pay it forward , pay it forward .
Menulis, salah satu cara untuk menebarkan semangat kepada banyak orang tanpa perlu kita datangi satu persatu. Thanks to internet, thanks to social media . Hey, FB dan twitter tidak hanya untuk pasang-pasang foto narsis saja, lho –> sapa tuh yang semalam ganti profile pic? hahaha.
Satu menjadi seratus. Seratus menjadi sejuta. Sejuta menjadi trilyunan. Pay it forward , pay it forward , pay it forward 🙂.
***
dan aku berterimakasih kau masih rajin ngupdate blog ini, mbak…. 🙂
What doesn’t kill it makes it stronger, what doesn’t turn you off, makes you brighter. Benerrrrr, banget, nget, nget!
Jadi… siapa yang semalem habis ganti profile picture, huh…? 😆
Hihihihi, postingan ini sebenarnya status eike di FB di hari yang sama. Semalam memang gue ganti profile pic di BB 😀
mantap dah!
Sip dah 😀
salam kenal mak…
saya lulusan ilkom juga mak, dari cilacap… tapi mungkin ga sepintar temen mak yang dari cilacap itu hahahhaaa…
Semua anak ilkom pasti pinter dong Mak hihihi *narsisFakultas* 😛
Huihihi… Kok sama yee. Sayah pun pertama kali masuk lab ga tau cara nyalain komputer. Orang jakarta lho sayah *ngumpetdikolongmeja
Selalu terinspirasi sama tulisan mbak Jihan. Paling suka bagian quote-nya, rasanya pengen tak tulis ulang pake spidol di dinding kamar 😀