“Rumahnya dekat rumah makan padang yang baru buka itu, Bu?”
“Bukan, bukan.”
“Wah, enak lho itu. Murah lagi.”
“Oh ya?”
“Iya. Saya juga tahunya dari pelanggan sini. Tapi kalau sukanya makan bakso, rumah makan yang di pojokan itu rasanya beda, lho, Bu. Enak banget.”
Tujuan utamanya ingin merapikan rambut, malah mendapat informasi mengenai rumah makan padang yang baru buka yang katanya enak dan murah. Sekaligus jadi tahu kalau rumah makan di pojok jalan ternyata menjual bakso yang enak banget. Ternyata, menurut info dari kapster yang sama, tempatnya sepi karena orang-orang lebih suka membungkus untuk dibawa pulang. Wah, padahal sudah sejak dulu ingin mencoba menu di sana. Tapi ragu karena tempatnya tergolong kurang pengunjung.
Semasa bermukim di tanah air, walau jarang, sesekali saya menyambangi salon untuk memotong rambut dan perawatan lainnya. Kini, setelah tinggal di luar negeri pun, tiap mudik saya pasti mengunjungi salon lokal yang letaknya dekat dari kediaman saya. Bisa ditempuh dengan membayar ojek 3000 ribu rupiah atau bila panas tak begitu terik, jalan kaki saja.
***
Gaya hidup masa kini memperkenalkan banyak kalangan kepada fasilitas salon. Peminat salon utamanya datang dari kaum perempuan, yang secara alami memang menaruh perhatian lebih akan penampilan.
Akhir-akhir ini, kebutuhan untuk sesekali bersantai ke salon tidak lagi dianggap sebagai foya-foya. Bahkan, ada yang rutin melakukannya untuk sekadar melepaskan penat setelah berhari-hari melakoni berbagai macam kegiatan yang menguras otak dan tenaga.
Bisnis Salon, Salah Satu Potensi Wisata di Thailand
Maraknya peminat membuka peluang bisnis salon di banyak kalangan. Termasuk salon-salon lokal yang biasanya bertempat di tengah-tengah padatnya pemukiman warga.
Ternyata, peluang bisnis persalonan lebih meroket di Negeri Gajah Putih. Diawali dengan menjamurnya tempat-tempat pijat yang sukses menjadi salah satu daya tarik wisata di sana, bisnis salon mulai dilirik.
Saya terkesan dengan ZenRed Hair Salon, yang situs-situsnya segera menempati tempat teratas ketika kita mengetikkan “Salon in Thailand.” Wow, promosinya begitu rupa dan gencar. Kalangan pebisnis di Thailand tidak main-main urusan pariwisata. Imej salon ini ditekankan sebagai “Salon utama pilihan para turis.”
Menjelang terbentuknya Komunitas ASEAN 2015 yang intinya ingin memperkuat kerja sama di bidang Keamanan-Ekonomi-Sosial Budaya antar sesama anggota ASEAN, urusan bisnis tidak bisa disepelekan. Kerja sama ini akan membuka peluang antar negara untuk menjajal pasar ekonomi di negara-negara tetangga.
Bagaimana bila di sekitar pemukiman di wilayah Indonesia berdiri salon-salon asal Thailand yang profesional dan mempunyai sertifikat tingkat internasional? Apa yang terjadi dengan salon-salon lokal kita?
Keunggulan teknis saya rasa tidak usah kita khawatirkan. Indonesia tidak kekurangan kapster-kapster andal, kok ;). Menimba ilmu dan terus meningkatkan skill para karyawan bukan urusan yang sulit bagi pebisnis salon di tanah air. Apalagi masalah kemewahan bangunan salon. Di Indonesia, tidak sedikit salon-salon yang menawarkan fasilitas yang tak kalah menterengnya.
Tapi, bermodal kematangan bisnis dan manajemen yang solid, tak sulit bagi mereka untuk merangsek masuk merebut simpati para pelanggan. Apa pula susahnya mereka mendidik sumber daya asal nusantara untuk dijadikan karyawan. Tak perlu repot-repot mereka menghabiskan waktu banyak mempelajari bahasa dan budaya masyarakat setempat.
Pebisnis salon di tanah air harus kreatif dan tidak tinggal diam. Jangan tunggu sampai mereka datang untuk mulai berbenah diri! Sebenarnya tidak sedikit, lho, langkah-langkah sederhana yang bisa dimulai dari sekarang juga.
Networking Sederhana, Berdayakan Masyarakat Sekitar
Salah satu teman saya pernah bercerita, “Enak banget ke salon ABC. Bisa makan empek-empek yang enak. Sate padang juga ada.”
“Oh, kantin salonnya bagus, ya,” ujar saya.
“Enggak. Kantin salonnya sih cuma jualan teh botol doang. Makanannya ambil dari rumah makan sebelahnya.”
Ide bagus. Bisnis salon sekaligus menghidupkan usaha-usaha di lingkungan sekitar. Pelanggan salon sekaligus bisa menjadi pelanggan rumah makan di sebelahnya, yang mungkin pemiliknya sama sekali tidak ada hubungannya dengan bisnis salon. Tidak usah serakah sampai membuka kantin besar segala dengan niat “one stop business.” Lebih bagus bila konsentrasi saja dalam jasa pelayanan yang umum disediakan oleh salon.
Bukan cuma itu. Ada juga, lho, salon yang tidak menyediakan lahan parkir. Sebuah lahan kosong di dekat bangunan salon dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Pemilik lahan diajak bekerja sama. Tentu saja disediakan penjaga yang diambil dari lingkungan masyarakat sekitar.
Kisah saya dan kapster di awal cerita juga boleh dijadikan contoh bagus. Hubungan saling menguntungkan antara salon, yang memang sering menjadi ajang mencari gosip hihihi, dengan usah-usaha lain di wilayah tinggal yang sama. Gosipnya kan positif, lho ;).
Satu pengalaman berkesan saya makanya senang menyambangi salon lokal yang satu ini. Bukan hanya karena tempatnya yang dekat, karyawan salon juga punya hubungan baik dengan para tukang ojek di sana. Setelah selesai urusan perawatan dan ingin pulang, daripada pelanggan capek-capek berjalan kaki mencari tukang ojek di ujung jalan, kami mendapat jasa pemanggilan ojek. Lumayan, kan?
Dengan kode khusus dari karyawan yang hanya berdiri di depan pintu, datang deh tukang ojek yang dinanti-nanti. Masa kita yang harus teriak-teriak di depan pintu, mending kalau tukang ojeknya paham. Hehehe.
Hal-hal seperti ini akan menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat sekitar. Jadi, tak mudah bagi pesaing baru untuk begitu saja merebut tahta usaha. Apalagi pesaing yang datang dari Negeri Asing yang masih meraba-raba lingkungan barunya.
Sesuai kata pepatah, “Banyak memberi, banyak menerima” ;).
Tak Kenal Maka Tak Sayang, Promosi via Pelanggan dan Media Sosial
Bagaimana pun, promosi paling efektif adalah promosi dari mulut ke mulut. Jangan hanya puas dengan tip dan pujian dari pelanggan yang langsung menggunakan jasa di salon yang bersangkutan. Beri mereka sugesti agar berkenan mempromosikan layanan di salon tersebut.
Di era sekarang, siapa sih, yang tidak punya akun di media sosial seperti Facebook dan Twitter. Apalagi dengan makin meningkatnya jumlah blogger. Mari dimanfaatkan jasa kami untuk membantu promosi usaha anda :D. Tentu saja, “There’s no such thing called free lunch.” Tawarkan insentif kecil-kecilan. Seperti cuci rambut gratis bagi yang ingin memotong rambut. Jangan malu-malu juga menerapkan taktik member get member :).
Karena beberapa kali menulis di media cetak nasional, saya jadi tahu kalau hampir semua majalah sekarang punya akun twitter dan fanpage di Facebook. Walau tergolong usaha kecil, salon lokal di perumahan-perumahan jangan tanggung-tanggung memanfaatkan wadah promosi. Hajar! Bikin akun twitter, bikin fanpage. Kalau website mungkin agak sedikit sulit pemeliharaannya. Lagipula, media sosial yang lebih banyak dibanjiri massa.
Manfaatkan resepsionis salon sebagai admin media sosial. Sembari dia menunggu pelanggan, dia bisa terus mengupdate status. Isinya yang ringan-ringan saja. Tips-tips kecantikan yang sederhana juga pasti mampu menarik perhatian calon pelanggan. Untuk eksis di media sosial, harus kontinyu wara wiri di dunia maya. Jangan angin-anginan.
Kelihatannya kecil, tapi kekuatan promosi via media sosial inilah yang menerbitkan sebuah profesi baru bagi beberapa pemegang akun tertentu, buzzer. Konon, pemilik usaha rela merogoh kocek jutaan untuk membayar para buzzer untuk mempromosikan jasa mereka.
Simple but tricky. Tunggu apalagi? Sudah pada punya akun belum?
Life is a Challenge, Meet It!
Kapan saat terbaik langkah-langkah kecil ini mulai diperhatikan? Sekarang juga! Ingat, pelanggan mungkin tertarik mencoba hal-hal baru, tapi bila kita sudah terlanjur menancapkan kesan begitu mendalam, percayalah, mereka akan selalu kembali :).
Tentu saja membenahi kemampuan diri sangat penting, namun, networking dan promosi adalah pendukung utamanya. Kalau tak pandai ‘menjual’, siapa yang akan tertarik pada bisnis kita? Kalau tak punya networking yang kuat, siapa yang akan menolong kita mempertaruhkan bisnis di saat-saat yang sulit? Jaringan terbaik dan terkuat selalu dimulai dari pihak terdekat atau lingkungan sekitar kita :).
Tak berarti bila kemampuan nan mumpuni beserta networking yang andal dan taktik promosi jitu sudah di tangan, maka tantangan takkan pernah menghampiri. Bisnis mana, sih, yang tak pernah diterjang badai persaingan?
Ingat, jangan lupa untuk selalu menyandingkan komitmen dan kemampuan internal bisnis dengan networking yang kuat dan promosi tanpa henti. Camkan, “Badai pasti berlalu.” Tugas kita adalah bertahan di tengah badai persaingan. Saat badai usai, bukannya kita ikut tersapu tapi bisnis tetap berdiri tegak ketika badai telah benar-benar berlalu :).
#10daysForAsean #day1
***
Salah ketik kayaknya, mbak. Di kalimat bayar ojek itu, 3 ribu rupiah, maksudnya? 🙂
Haha, info dr kapster selalu menarik ya, mbak. Catet, info. Bukan gossip… 😆
Jadi.. kapan buka salon di Indonesia, mbak? Aku mau deh, jd buzzernya.. 😀
Iya, bayar ojeknya 3 ribu :D. Terlalu murah ya hehehe. Embeerrrr, info dari kapster mah kita cari-cari yak *ratuOcip* 😛
Waaah, ni keknya calon pemenang lagi. Bagi-bagi ngapah kesempatan untuk menangnya. Postingan ini bener-bener oke lho. Aku suka dengan untaian kalimatnya, dialognya dan tambahan foto/gambarnya. Siiip. Semoga keluar jadi jawara ya. Salam hangat dari bunda.
Aih Bunda :D. Lombanya masih panjang Bund hehehehe.
Wih, ulasannya apik. Mbak Jihan mesti top deh. Bikin jiper
Inginnya sih dibilang menginspirasi bukan malah nakut-nakutin yak 😛
iya, apik dan mengalir. Dan sangat berpengetahuan hahahaha
Maksudnya apa itu “sangat berpengetahuan” :P. Ketauan ya, asal bacot aja eike hahahahahahahaha :D.
maksudnya setelah baca tulisanmu jadi tambah pengetahuaaaan, hahahaa, bukan sekedar mellow jellow atau seneng doang. Bonus banget kan ituuu, mbacanya relaks tapi dapet pengetahuan
Owww, kirain hihihihi. Tapi memang kalau eike menulis malas pakai referensi. Lebih suka daya imajinasi hahahahaha. Dasar emang senengnya nulis fiksi 😛