Dang Hyang Lohgawe untuk kedua kalinya mendehem, “Katakan apa yang kau ketahui, bukan pendapatmu tentangnya. Ayoh.”
“Ya Bapa, apalah artinya pengetahuan tanpa pendapat.”
“Baik, aku harus percaya kau telah mengetahui semua itu, dan kemudian berpendapat. Aku harus percaya bukan sebaliknya yang terjadi. Berpendapat tanpa berpengetahuan hukuman mati bagi seorang calon brahmana. Dia takkan mungkin jadi brahmana yang bisa dipercaya.”
Demikian salah satu kutipan di dalam novel “Arok Dedes” yang paling menohok buat saya. Sejalan dengan keyakinan dalam agama saya, betapa orang yang memiliki ilmu/pengetahuan memang dianggap memiliki derajat yang lebih tinggi 😉.read more
Pak Radja sakit keras. Igauannya tentang sebuah nama tak hanya membuat sang istri, Purwanti, gondok dan marah-marah. Nama yang sama juga membuat ketiga anak laki-lakinya juga ikut-ikutan heboh .
Jeng Yah, adalah nama yang disebut-sebut Pak Radja saat itu. Cerita bergulir dari sana. Sebuah flash back menarik tentang masa lalu seorang Soeradja, juragan rokok yang sukses yang kala itu tengah sekarat dan mungkin berada di ujung maut.
Masa muda Soeradja saat merintis usaha. Perkenalannya dengan seorang saudagar rokok kretek. Disusul dengan hatinya yang jatuh kepada anak si saudagar. Yang membuat sang saudagar memuluskan langkah Soeradja menapaki tangga karier yang lebih baik dalam tempo lebih cepat.read more
Waktu membaca salah satu buku biografi tentang “Theodore Roosevelt”, tulisan pengantar buku menekankan soal leadership.
Nah, saya lupa-lupa ingat. Novel apa yang disebut oleh penulis pengantar di paragraf-paragraf awal. Duh, harusnya habis baca buku harus langsung bikin resensi ya huhuhu .
Kalau tak salah novel yang disebut adalah War and Peace (Leo Tolstoy). Konon, di novel ini (kalau memang benar ini yang dimaksud hihihi) dikatakan bahwa rangkaian kejadian penting dalam sejarah peradaban manusia tak ada hubungannya dengan manusia yang berperan di dalamnya. Disebut-sebut soal Napoleon salah satunya. Penulis novel menolak anggapan bahwa pelaku utama dalam kejadian tertentu memiliki pengaruh penting.
Menurut si penulis novel semuanya murni takdir Tuhan, tak penting siapa yang berbuat hasilnya akan sama. Sementara menurut penulis pengantar buku biografi yang saya baca ini, itu adalah anggapan yang kurang tepat .
Tak semua orang dianugerahi keberanian untuk mengubah . Tak semua orang punya nyali untuk memperjuangkan apa yang diketahuinya dengan pasti adalah sebuah kebenaran. Itulah kapasitas dari seorang leader. Seorang manusia ini pastilah seseorang yang spesial. Dari tangan-tangan merekalah sejarah akan tercipta.
Saya juga percayanya begitu hehehe. Bukannya hendak menghalau takdir Tuhan, tapi manusia diciptakan dengan pilihan-pilihan dan kehendak bebas . Tak semua dari kita dibuat sanggup mengalahkan ketakutan dan berdiri gagah menyatukan kata hati dan perbuatan di garis paling depan.
Sebagai contoh dalam pengantar buku itu disebut-sebut soal Winston Churchill. Siapa yang tahu apa yang terjadi pada Perang Dunia II ketika beberapa tahun sebelum kejadian itu, Churchill yang tengah menyeberang jalan menghembuskan napas terakhir saat ditabrak sebuah mobil?
Seberapa banyak orang Amerika Serikat yang tahu bahwa perbudakan adalah hal yang tidak benar tapi adalah seorang Abraham Lincoln yang benar-benar memperjuangkan amandemen walau jalan pahit menghadang di hadapan … Perang Sipil bertahun-tahun! Pertarungan antara Union vs Konfederasi menuliskan sejarah penting di akhir abad ke-19 untuk Sang Negeri Jantung Dunia ini.
Leadership, adalah salah satu dari sekian banyak hal terpuji nan terhormat yang tidak begitu saja terprogram otomatis dalam sanubari setiap kita .
It’s a big thing to kill your fear, shut off your worries, and turn your back on the crowd
– a saying-
Demikian pula sejarah Indonesia yang pernah mencatatkan satu nama sebagai salah satu pencetak sejarah kemerdekaan bangsa besar ini . Bung Karno.
Dalam perjalanan sejarah, tak mungkin menemukan sosok sempurna. Termasuk Bung Karno. Sedari muda menantang hal-hal besar, masa-masa awal perjuangannya nyaris tanpa cela. Hingga akhirnya memerintah dengan berbagai macam kontroversi dan mengakhiri hidupnya dengan kisah ‘mengenaskan’. Menghembuskan nafas terakhir dalam sunyi, penderitaan terbesarnya adalah dijauhkan dari mereka yang selalu diperjuangkannya sepenuh hati.
Kenyataannya, mana ada manusia yang sempurna . Bahkan untuk nama-nama besar yang sudah menjadi inspirasi bagi hampir seluruh umat manusia.
Apakah Truman telah melakukan kejahatan sosial saat memutuskan menjatuhkan 2 bom mematikan di Nagasaki dan Hiroshima? Tapi apakah jika tak dilakukan, Jepang akan menyerah dengan mudah begitu saja dan mengakhiri Perang Dunia ke-2 di tahun 1945 itu?
Apakah Lincoln adalah pejuang kemanusiaan saat mencoba meletakkan persamaan hak bagi warga kulit hitam di Amerika Serikat? Dengan pengorbanan ratusan ribu jiwa saat menghadapi perlawanan Konfederasi yang pro perbudakan di wilayah selatan?
Apakah Saddam Hussein adalah diktator keji yang menginvasi Kuwait sementara di negerinya Saddam adalah kebanggaan dan kecintaan warganya?
Termasuk Bung Karno. Keinginannya untuk membujuk pendudukan Jepang untuk menghadiahkan kemerdekaan membuatnya berorasi dengan menyala-nyala di hadapan para pemuda Indonesia. Membuat dada kaum muda berdentum-dentum dan serentak mengikuti permintaannya untuk bergabung bersama Romusha. Sebagian besar mereka tak pernah kembali lagi.
Perdebatan moral yang tak akan ada habisnya 🙂.
Makanya, mengapa kita tak pernah dianjurkan untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Dan mengapa alquran menegaskan bahwa sebagian prasangka adalah dosa.
Kenang yang baik, jadikan pelajaran hal-hal yang dianggap buruk. Pelajaran yee, bukan dijadikan berita hoax untuk menyerang orang lain dan malah membuat kita terjebak dalam pembunuhan karakter kepada pribadi-pribadi hebat yang seharusnya bisa kita jadikan panutan dalam hal-hal yang lain 🙂. Termasuk 2 anak bangsa terbaik yang pernah dipersembahkan tanah air kepada perjalanan bangsa kita di abad terkini, Prabowo dan Jokowi .
Dua anak negeri yang tengah mempertaruhkan apa pun yang mereka bisa untuk berbuat lebih setelah sekian lama menabur mimpi-mimpi besar dan harapan untuk kita semua.
“Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang.”
Bagian paling menyayat-nyayat hati dari film “Pemberontakan G30S/PKI” ala Orde Baru adalah saat mayat-mayat para jendral diangkat dari sumur di Lubang Buaya. Adegan ini kalau tidak salah diiringi dengan lagu “Gugur Bunga.” Betapa hatiku takkan pilu, telah gugur pahlawanku … betapa hatiku tak akan sedih hamba ditinggal sendiri …
‘Blunder’ yang belum terpecahkan dalangnya secara sahih hingga kini itu tak cuma mengubur rapat-rapat mimpi kaum komunis menguasai nusantara. Peristiwa G30S juga mengorbankan sebuah nama, Soekarno.
Setelah menghabisi nyawa hampir semua kader/simpatisan/anggota organisasi yang berafiliasi dengan PKI, tibalah Suharto dkk pada salah satu misi puncak mereka, menyudahi kekuasaan Soekarno.
Demo-demo yang belakangan dikenal sebagai Tritura digalakkan dengan mengerahkan mahasiswa dan ormas-ormas masyarakat. Tentu saja, ada sumbangan ‘nasi bungkus’ dari pemerintah AS . Hahaha. Abis yang ngetren sekarang panasbung, yak .
Tentu ini tidak serta merta. Rezim Suharto kan pinter banget propagandanya. Penculikan jendral digambarkan bagai peristiwa luar biasa. Genderang perang semacam ditabuh bertalu-talu. Kalau lihat di film, suasana di tanggal 1 Oktober itu mencekaaaaam banget.
Belakangan beredar foto-foto kalau ternyata ya biasa-biasa saja hehehe. Bundaran HI ya tetep macet hihihi. Boleh dicek di wallnya Om Anton Dwisunu, ya . Tempo hari sempat beredar foto Jakarta di pagi hari 1 Oktober 1965.
Juga sudah dibuktikan G30S dipukul mundur dengan sangat mudah dalam tempo yang cukup singkat. Namun, Suharto dkk membungkus peristiwa ini dengan kemasan perang urat syaraf yang cetar membahana . Jadi, sebenarnya menurut Roosa, penulis “Dalih Pembunuhan Massal”, G30S dan pembasmian PKI itu sebenarnya 2 hal yang berbeda .
Salah satu dokumen penting yang menandai peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Suharto adalah dokumen Supersemar. Namun hingga kini, dokumen aslinya entah ada di mana. Yang berada di Gedung Arsip Nasional hanyalah kopinya. Di mana sebagian pihak juga meragukan itu beneran kopinya atau bukan? Nah lo *seruputKopiAnget*.
Soekarno telah sering mengeluhkan tentang kesalahpahaman rezim Suharto tentang Supersemar ini. Apa daya, Suharto sudah merangsek terlalu jauh. Semua anggota kabinet loyalis Soekarno sudah dibabat. Petinggi-petinggi AURI yang pro Soekarno juga sudah dilumpuhkan semua. PKI apalagi.
Konon, Supersemar berisi limpahan kewenangan dari Soekarno kepada Suharto untuk mengambil tindakan-tindakan yang dirasa perlu dalam ‘chaos’ yang ada pada saat itu. Tetapi semuanya harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada Panglima Tertinggi ABRI, Soekarno.
Alih-alih menjalankan isi Supersemar, Suharto bahkan menggunakannya untuk melengserkan Soekarno. Ketiga jendral yang katanya merupakan saksi Supersemar juga bungkam hingga akhir hayatnya. Suharto pun mengunci rahasia ini dalam-dalam hingga ke liang lahat.
Btw, ke mana cinta masyarakat yang selama ini selalu menjadi ‘perisai’ terkuat Soekarno dari rongrongan AD maupun PKI? Jangan lupa, propagandanya ini tingkat tinggi dengan frekuensi yang luar biasa. Siang malam Suharto terus mendengung-dengungkan bahwa Soekarno telah menyerahkan tampuk kekuasaan kepadanya.
Suharto dan AD kan juga habis-habisan membuat masyarakat percaya bahwa negara sedang dalam gawat darurat dan butuh penanganan luar biasa. Sekaligus menenangkan rakyat dengan buaian, “Tenang, semuanya aman terkendali di bawah komando Suharto dan Angkatan Darat.”
Momentum G30S telah sukses menyempurnakan skenario perebutan mahligai kekuasaan yang dijalin cukup lama bahkan mungkin sudah hampir basi. Thank God, G30S meletus dan memutarbalikkan ‘keputusasaan’ pemerintah AS dan sekutu nusantara-nya, AD .
Setelah PKI dihabisi di Indonesia, pemerintah AS lebih santai menghadapi Perang Vietnam . Sip, sasaran utama telah di tangan. Toh, Vietnam ini sebenarnya salah satu pencegahan yang dilakukan AS agar komunis tak merebak di Indocina dan Asia Tenggara, apalagi Indonesia. Negeri Raksasa yang mahakaya yang untungnya tak menyadari betapa berharganya daratan surga yang mereka diami.
Boleh dicek. Freeport mendaratkan tahtanya di Indonesia sejak tahun berapa?
Isu bahwa Soekarno pro komunis juga tidak sepenuhnya benar. Karena PKI di masa keemasannya pun tidak pernah berhasil menguasai posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Terlebih di tahun 1959, Soekarno membubarkan Pemilu. Ya, jangan-jangan untuk membenamkan komunis yang mulai tak terbendung.
Ingat, Bung Karno cita-citanya jauh lebih tinggi daripada pro komunis. Menyatukan kaum nasionalis-agamis dan komunis dalam dekapan Ibu Pertiwi. Nasakom.
Sesuatu hal yang cukup mustahil memang. Tapi hey, itulah Bung Karno yang suatu kali pernah berseru, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Jika terjatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang” .
Ada teori bahwa Soekarno hanya ingin memanfaatkan PKI untuk meredam Angkatan Darat yang sudah dikuasai oleh jendral-jendral sayap kanan. Sementara, Soekarno tetap membiarkan AD menduduki pos-pos strategis dalam pemerintahannya.
Di masa-masa akhir kepemimpinannya, saat Soekarno telah terisolasi dari kabinet dan masyarakat, ajudannya sempat berkata, “Mengapa Bapak tidak melawan? Rakyat masih cinta. Pasti akan mendukung bila diminta. Bapak ini seorang pejuang.”
Soekarno menjawab bijak, “Hidung mereka sama dengan hidungmu, sama dengan hidungku. Kamu minta saya melawan bangsa sendiri? Dulu, kita melawan penjajah. Hidungnya beda dengan hidungmu, beda dengan hidungku.”
Soekarno menghindari perang saudara yang pasti diyakininya akan lebih merugikan dan menyakitkan bahkan untuk dirinya sendiri. A true leadership. Praktik kepemimpinan yang terpuji.
Dari buku ini, digambarkan betul, betapa cinta masyarakat dan kepopuleran Soekarno yang bergema sedemikian kuat di hampir seluruh penjuru nusantara benar-benar membuat musuh-musuh politiknya harus bekerja keras mencari cara untuk menjatuhkan wibawanya.
AD punya kekuatan militer yang mumpuni. Apalagi sejak menjadi ‘panasbung’-nya AS hehehe . PKI, walau tak punya senjata, punya massa yang sedemikian banyak dari ibukota hingga ke desa-desa terpencil. Soekarno punya apa? Beliau cuma punya cinta . Cinta dari seluruh negeri. Berarti benar ya, kekuatan terbesar dalam dunia ini sebenarnya adalah CINTA.
Seperti kata Gandhi, “What barrier is there that love cannot break?” .
Kepemimpinan Soekarno dibangun dari rekam jejak yang tangguh dan lama. Sejak muda, ketampanan dan kecerdasan yang diatas rata-rata tidak membuatnya bertekut lutut pada iming-iming duniawi dari petinggi-petinggi kolonial . Tentu saja, rasa cinta yang membuncah-buncah pada Ibu Pertiwi yang mengokohkan beliau untuk terus mengobarkan perlawanan pada penjajah.
Rakyat tak pernah meragukan ketulusannya. Dan sudah dibayar lunas oleh Soekarno . Ketika Bung Karno memutuskan untuk tidak memberikan perlawanan habis-habisan saat Suharto tengah berusaha mati-matian menjatuhkannya. Beliau ya bukan politikus kelas sapi . Pasti tahu pasti jika dirinya tengah dirongrong dan yakin beliau bisa memberikan perlawanan sepadan jika mau.
But he did not . Cinta seorang pemimpin kepada rakyat. Tak akan rela melihat pengikutnya harus hancur hanya untuk kepentingan diri sendiri. Percayalah, sebegitu banyak konflik politik di berbagai belahan dunia, legowo demi keutuhan bangsa seperti yang dilakukan Bung Karno ini bukan pilihan yang mudah.
Kalau mau, beliau bisa berdiri menantang di atas podium dan mengaum sekuat-kuatnya untuk menyulut perang saudara. Once again, he did not .
Tentu saja, beliau ya manusia biasa. Kelemahannya juga tidak sedikit . Sifat impulsif dan banci tampilnya sampai pernah membuat gerah sang partner kala itu, Bung Hatta. Hatinya yang mudah jatuh pada perempuan membuatnya terkenal beristri banyak.
Tapi ya situ kalau baru sebatas menikah lebih dari 1x terus mau banding-bandingin diri sama Bung Karno ya keterlaluan juga sih ya hehehe. Situ sudah melakukan apa untuk bangsa dan negara? *sodorinKaca* .
Karena kedua hal yang bertentangan itulah mungkin yang membuat Majalah Tempo membuat judul di salah satu serial Bapak Bangsa versi Tempo, “Soekarno, Paradoks Revolusi Indonesia.” Paradoks. Yang akan selalu bermuara kepada kontradiksi.
Namun begitu, pesonanya pun tetap berkilau hingga di akhir hayatnya. Di buku “Paradoks Revolusi Indonesia” ada kata-kata, “Bahkan jasad matinya pun membuat gentar.” Yup, Suharto menolak jenazah Sang Proklamator dimakamkan di Bogor sesuai permintaan keluarga. Bogor terlalu dekat dengan ibukota .
Akhirnya, sang Paradoks Revolusi disemayamkan di kota kelahirannya, Blitar. Walau dikutuk bagai bandit, sejarah telah menerbitkan kembali namanya yang pernah dibenamkan. Sesuai sumpahnya sendiri, “Sejarah akan membersihkan namaku.”
***
Berpuluh-puluh tahun setelah G30S, masih banyak yang menyangka,”Alhamdulillah, PKI tidak berkuasa. Kalau PKI berkuasa, mana bisa kita sembahyang?” Hihihihi .
Mbok ya, udahan atuh propagandanya . Sekarang saatnya mencari informasi berimbang. Apa itu komunisme? Gagasan apa yang sebenarnya dibangun oleh paham yang dulu muncul sebagai penantang kapitalisme. Sosialisme hubungannya apa dengan komunisme. Marxisme itu apa. Leninisme juga ada. Belum lagi istilah Marhaenisme.
Seperti apa dunia berputar di kala komunisme datang dan menghentak di sebagian wilayah dunia? Apa yang terjadi saat itu? Latar belakangnya apa?
Nanti seru, deh. Jadi kesasar ke Perang Dunia I, Perang Dunia II, bahkan kalau mau lebih komplit, pelajari Eropa di Abad Kegelapan yang akan mengantarkan kita kepada rentetan Perang Salib. Siapa, apa, bagaimana dan mengapa. Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil in shaa Allah ketimbang terus berkoar-koar “Ini pasti ulah zionis” hahahaha .
Jangan tahunya cuma ribut-ribut kaum komunis dulu membunuhi Tsar Rusia sekeluarga. Yuk, dicari tahu juga, seperti apa Rusia di bawah pemerintahan Tsar dan Tsarina-nya. Lah, Tsarina-nya memang kenapa? Ubek-ubek di Google dengan kata kunci Rasputin, deh, cobak .
Tidak untuk membenarkan siapa-siapa. Tapi untuk memperlihatkan warna warni politik-sosial-ekonomi di dunia yang ternyata tidak selalu terpenjara dalam hitam atau putih. Sekali lagi, you didn’t have to believe them all but you can always learn, learn, learn. In shaa Allah .
Demikianlah akhir dari pembahasan buku ini *ngelapKeringat*.
Versi blog menyusul ya .
Semoga kita bisa mengambil pelajaran penting dari sejarah yang satu ini.
1. Tentang kepemimpinan yang tulus yang dibangun dari rekam jejak yang tidak sebentar. Karena itulah, saya lebih kepengin Pakde Jokowi membuktikan diri di ibukota dulu hehehe. Hater masih terlalu banyak . Sementara legislatif masih awut-awutan. Jokowi masih perlu lebih banyak cinta. Masih perlu lebih banyak lover .
Mendulang rasa cinta yang ikhlas (kagak pakai nasi bungkus pastinya :P) jauh lebih sulit daripada menanamkan rasa benci . Sejarah membuktikannya berkali-kali. Cinta itu dari Ilahi, sudah diinstal sejak kita lahir. Sementara benci itu adalah rasa yang kita pelajari setelahnya. Kita HARUS diajar untuk membenci.
2. Tentang bahayanya HOAX . Yang tidak hanya melahirkan dendam tidak jelas selama puluhan tahun. Tapi juga membunuh ratusan ribu bahkan jutaan nyawa yang diyakini tidak berdosa. Yang di daerah terpencil ngerti ada kejadian G30S aja juga enggak tetap dibedil sampai mampus . Apa inikah makna fitnah lebih kejam dari pembunuhan?
3. Orang bilang tanah kita tanah surga. Ternyata, Macan Asia itu nyata adanya . Yuk, sama-sama kita bangunkan macan yang lagi pingsan ini hehehe .
4. Sejarah tergantung siapa yang bercerita. Jadi, situ enggak perlu percaya pada rangkaian tulisan ini hehehe. Saya juga ini sekalian melatih kemampuan menulis selain ingin berbagi pengetahuan (versi saya) hihihi.
G 30 S PKI : Menyiapkan Panggung PemberontakanAidit mungkin merasa G-30-S sebagai rencana yang mantap. Jendral-jendral pembangkang bisa disingkirkan, Soekarno akan simpatik pada PKI. Sekali tepuk, partai dan posisi Soekarno bisa diselamatkan.
Yang tidak disadarinya, pihak AD maupun AS juga menunggu-nunggu saat ini datang. Mereka tahu, kudeta cara lama kepada Soekarno akan sia-sia. Soekarno masih terlalu popular di mata masyarakat. Mereka butuh dalih untuk menghajar PKI dengan alibi ingin menyelamatkan Soekarno. Setelah beres, barulah mereka bisa merongrong kekuasaan Soekarno.
Taktik khas AS yang masih dipakai sampai sekarang, “Hancurkan dulu teman-teman dekatnya!” Hint : bete sama Iran? Sikat dulu Suriah. Gampaaaang, tinggal gosok-gosok isu Sunni-Syiah saja untuk memancing reaksi masyarakat muslim internasional. Wow, it really works! Perbedaan yang sudah ada sekian abad itu tiba-tiba makin meruncing belakangan ini . Asyik, ya. Menghancurkan musuh dengan biaya dan effort yang sangat minimal secara materi. Angkat topi untuk AS .
Balik ke Indonesia tahun 1965, jangan salah, AS dan AD sudah bersiap-siap sejak lama . Tak hanya bantuan dana yang dikucurkan kepada sekutu mereka di Indonesia, AD dkk . Hal-hal lain yang berkaitan dengan pemerintahan telah mereka galang bertahun-tahun. Termasuk memberikan beasiswa kepada para lulusan ekonomi asal Indonesia. Familiar dengan istilah “Mafia Berkeley”? Nah, para ‘mafia’ itu lahirnya dari sini .
A.H Nasution yang memang telah menjadi ‘anak emas’ AS sedari awal meyakinkan ‘bos besar’ bahwa AD tidak akan membiarkan PKI mengambil alih kekuasaan. Dwifungsi ABRI adalah salah satu penetrasi yang dilakukan Nasution untuk menerabas ranah-ranah strategis dalam masyarakat sipil.
No wonder, zaman Orde Baru, yang menduduki jabatan-jabatan basah macam gubernur, walikota dll biasanya purnawirawan ABRI ya *menganggukAnggukSokPaham* . Belum lagi fungsional AD yang lain yang diwujudkan dalam “Golongan Karya” . Mantap. Sekarung jempol untuk AS, AD dkk .
Walau begitu, saya tetap sayang pada Ade Irma Suryani hehehehe *apaHubungannyaCoba* .
Makanya, AD dkk sudah sangat ‘siap’ bahkan sebelum G-30-S terjadi. Mereka hanya menunggu sebuah kejadian penting, semacam ‘keajaiban’.
Jangan dikata mereka banting tulang mati-matian secara mendadak nan tiba-tiba untuk ‘memperbaiki’ bangsa pasca Gestapu. Eit, persiapannya sudah bertahun-tahun, lho. Hehehe.
Jadi, peristiwa G-30-S ini bisa dibilang adalah jawaban dari doa AD & AS. Sejarawan tak menemukan bukti bahwa AS yang menjadi dalangnya. Lagi hoki aja hahaha.
Roosa pribadi meyakini G-30-S adalah ‘kesialan’ Aidit dan Biro Chusus-nya. Maksud hati hendak mempecundangi AD, ternyata mereka yang termakan perangkap. Namun, apakah Aidit yang dikerjai oleh Syam ataukah bagaimana-bagaimananya… masih tetap menjadi misteri yang sepertinya telah terkubur rapat-rapat bersama hampir semua dari mereka yang telah meninggal dunia.
Kudeta Suharto
Secara eksplisit, Roosa menempatkan kata-kata “Kudeta Suharto” sebagai bagian dari sub judul bukunya. Tepatnya, “Peristiwa G-30-S dan Kudeta Suharto”.
Salah satu sejarawan internasional mengemukakan teori konspirasi bahwa Suharto-lah dalang dari peristiwa ini. Dengan menempatkan dua sahabatnya (Kolonel Latief dan Letkol Untung) dalam tim inti dan ‘mempekerjakan’ Syam, Soeharto menyutradai semuanya dan belakangan mengkhianati kedua kolega perwira AD-nya tersebut. Inilah yang dijadikan alasan mengapa Soeharto lolos dari daftar penculikan.
Syam sendiri (konon) ditembak mati paling belakangan. Alibi rezim Orde Baru, karena Syam sudah banyak memberi informasi-informasi penting. Syam ditembak mati tahun 1986.
Tapi, Roosa menemukan fakta penting untuk tidak memercayai teori konspirasi ini. Soeharto tidak punya rekam jejak sebagai perwira yang cerdas dan memiliki strategi luar biasa. Bagaimana mungkin semua bisa berjalan sesempurna yang diinginkannya? Nope, Roosa menolak asumsi ini.
Mungkin maksudnya, masa iya ada orang yang sepanjang kehidupannya biasa-biasa saja tiba-tiba berubah jadi jenius dalam waktu setahun? Hehehe . Capek juga ya jadi sejarawan. Harus melihat rincian masa lampau satu persatu aktor dalam tiap peristiwa untuk menarik kesimpulan dan mengisi ruang-ruang kosong dengan asumsi akurat *ngelapKeringat*.
Kalau sekarang kan kagak perlu susah-susah mikir dan peduli setan sama rekam jejak, bukti dan sebagainya. Kalau terdesak, kan tinggal teriak-teriak dengan lantang, “Ini pasti ulah zionis!” Hahaha .
Suharto join di grup ‘penentang Soekarno’ setelah dijadikan sebagai komando nomor 2 oleh Ahmad Yani di perbatasan Malaysia saat Dwikora berkobar. Pura-pura saja AD mendukung Soekarno. Mereka sudah ‘main mata’ dengan AS dan sohibul karibnya, Inggris, yang menjadikan Malaysia sebagai negara federasi mereka. Inilah yang ditentang oleh Soekarno. Tidak merestui pihak sekutu yang ingin menjadikan Malaysia dan belakangan Singapura sebagai negara boneka mereka.
Di sinilah Suharto sudah mulai banyak tahu soal hal-hal ‘besar’ lainnya. Saat Ahmad Yani dinas ke luar negeri, jabatan Panglima Tertinggi AD sering disematkan pada Suharto.
Bagii Roosa, peristiwa G-30-S diyakini adalah kejutan bagi AD dan AS. Tentu mereka tidak akan segegabah itu membiarkan petinggi-petinggi AD seperti Ahmad Yani, S. Parman, Soeprapto dll menjadi korban begitu saja. Roosa yakin, AD pun kecolongan dalam hal ini.
Entah, ya, menurut Roosa, kebetulan saja Latief dan Untung itu adalah sahabat dekat Suharto secara personal. Tapi ada kecurigaan, Sueharto bermuka dua di hadapan mereka berdua. Latief pernah mengadukan masalah “Dewan Jendral” kepada Suharto dan Soeharto berjanji akan menyelidikinya. Kemungkinan, Latief tidak tahu kalau Suharto sudah join ke gank ‘sayap kanan’.
Sedari awal, Suharto sudah menyadari rencana AD dan hendak membangun kediktatorannya sendiri. Terlepas dari detil-detil yang dipegang oleh Nasution dkk yang tidak diketahuinya, begitu kesempatan itu datang di tahun 1965, Suharto menjalankan rencana-rencana yang sudah ada.
Mulailah Suharto carper ke AS. Suharto tahu AS sangat takut pada rencana nasionalisasi tambang minyak oleh Soekarno yang seharusnya sudah dibahas saat itu. Suharto turun tangan langsung di sidang kabinet pertengahan Desember 1965 saat Chairul Saleh membahas nasionalisasi Caltex. Sesaat setelah sidang berlangsung, Suharto tiba-tiba muncul, datang dengan helikopter. Suharto mengancam bahwa AS tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan gegabah pada perusahaan-perusaahn minyak. Chairul Saleh menciut dan langsung membatalkan pembahasan sampai waktu yang tidak ditentukan.
Suharto tahu, dia harus menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kuat untuk menjamin kediktatorannya nanti. Suharto ingin segera mengakhiri politik bebas aktif ala Soekarno dan merapat ke AS. Sedari awal, Suharto sudah sibuk ngutang ke Paman Sam .
Setelah G-30-S terjadi, AS sempat meragukan apakah AD bisa memutarbalikkan situasi sesuai rencana yang telah mereka gadang-gadang selama ini. Walau Ahmad Yani sudah tidak ada, masih ada Nasution. Namun, tewasnya sang putri tercinta merupakan pukulan yang sangat dalam bagi sang jendral. Sementara situasi segenting ini harus disikapi dengan cepat dan konsentrasi penuh.
Untunglah, sisa-sisa petinggi Angkatan Darat, Soeharto dkk, sigap membaca peluang ini. Tanpa ba-bi-bu, mereka langsung sepakat menunjuk PKI sebagai dalang hanya dengan modal pengumuman Dewan Revolusi via RRI. Ya, lagian, memang tidak bermaksud mencari bukti konkrit, kok hehehe .
Bukti-bukti telegram Duta Besar AS di Indonesia kepada atasannya di AS sudah banyak yang terbongkar dan dijadikan data oleh para sejarawan. Termasuk jaminan dari AS bahwa pasukan Malaysia tidak akan mengganggu Indonesia selama AD sibuk ‘membunuhi’ kader/simpatisan PKI. Pokoknya dibantu semampunya .
Organisasi massa dipersenjatai dan diprovokasi oleh AD untuk menyerang massa PKI yang segambreng itu. Ada yang berkilah, masyarakat memang sudah dendam pada PKI sejak lama. Belum cencuuuu hehehe. Sedendam-dendamnya penduduk sipil, apa sampai berani membunuhi sesama sipil? Kudu dikompor-komporin dulu. Ini ada kok penelitian secara psikologisnya . Baca dewe, yo hehe.
Di film dokumenter “The Act of Killing/Jagal” (ini cerita teman, sih), selain propaganda besar-besaran, para pembantai sipil juga diberi alkohol. Konon, efek alkohol bisa mengurangi rasa berdosa mereka dan mencegah mereka dihantui mimpi buruk karena membantai segitu banyak massa PKI. Sudah nonton filmnya? Saya mah takuuuut hehehe. Film ini mengangkat sudut pandang masyarakat sipil yang ikut membantu AD menangkapi dan mencabut nyawa kader/simpatisan partai komunis yang saat itu tengah jaya-jayanya.
AD sangat hati-hati dalam merebut kekuasaan. Suharto sadar betul cara mereka merebut kekuasaan adalah tonggak penting bagi keberlanjutan dinasti militer secara nasional. Mereka menciptakan suasana histeris, penuh krisis dan meyakinkan masyarakat bahwa mereka semua dalam bahaya maut.
Sesudah membasmi PKI, AS membantu membiayai demonstrasi-demonstrasi atas nama mahasiswa yang menunjukkan ketidakpuasan atas kepemimpinan Soekarno.
Untuk melegitimasi tindakannya, Suharto bahkan menyalahgunakan Supersemar dari Soekarno. Misteri Supersemar juga terkubur bersama tiga perwira yang katanya menjadi saksi surat sakti ini. Protes dari Soekarno tidak menghentikan Suharto saat itu. Suharto mencopot 15 menteri yang ditengarai loyalis Soekarno dan mengangkat menteri-menteri yang tentu saja pro AD.
Sejak itu, Suharto melaju terus dan membawa kediktatoran militer memulai kekuasaannya selama lebih dari 30 tahun di bumi Nusantara. Menyudahi masa-masa jaya Soekarno dalam kepahitan. Well, every hero becomes a bore at last ).