Untuk kesekian kalinya nonton film The Help ini. Duh, karena nontonnya benar-benar full kali ini jadi lebih berasa sedihnya .
Yang bikin lebih sedih lagi, rasanya di tahun 2009-2010, sebelum mulai merantau dan masih hidup dalam lingkungan ber-embak di Jakarta, beberapa hal-hal yang ada di The Help masih kejadian di sekitaran kita waktu itu .
Kamar mandinya dipisah. Peralatan makan dipisah, jenis makanan dipisah. Ada yang memanfaatkan jasa asisten rumah tangga untuk SEGALA urusan. Ya masak, ya mengurus anak, ya ini itu dengan gaji seada-adanya.
Dulu ada juga yang enggan menggunakan jasa baby sitter karena gajinya lebih mahal. Dan butuh pengurus rumah tangga juga. Jadilah mengambil satu orang untuk mengerjakan semua-muanya. Gajinya jauh di bawah standar pengurus anak profesional.
Mudah-mudahan sekarang kondisi sudah lebih baik lagi.
The Help ini adalah gambaran kehidupan sehari-hari di Kota Jackson, Missisippi. Negara bagian ini letaknya di belahan selatan dan termasuk dari negara-negara bagian yang tergabung dalam Konfederasi saat Perang Sipil di tahun 1863.
Konfederasi hendak memisahkan diri dari The Union (pemerintah resmi pusat) terkait perselisihan terhadap status warga berkulit hitam yang saat itu umum dijadikan budak.
The Unspoken Rules dan Ketakutan-ketakutan Itu
Film Monalisa Smile : Amerika Serikat Era Non-Feminis
Curhat Perempuan : In Her Shoes
Wilayah selatan menggantungkan hidup dari perkebunan dan partanian yang pengelolaannya dibantu oleh para budak tadi. Sementara ada keinginan dari beberapa pihak yang berdiri di sisi The Union untuk mulai meninggalkan perbudakan dan menerapkan sistem pengupahan untuk memajukan industri di semua wilayah Amerika Serikat.
The Union memenangkan Perang Sipil dan memaksa Konfederasi bergabung kembali. Namun, puluhan tahun sejak Lincoln melakukan amandemen undang-undang terkait status perbudakan, masalah diskriminasi terhadap warga Afro-American terus berlanjut.
Ditandai salah satunya dengan kehadiran kelompok Ku Klux Klan. Kelompok ekstrimis yang mengusung pemahaman akan White-Supremacy, White-Nationalism dan tentu saja … anti imigrasi. Ring a bell? :(.
Tapi film The-Help menyoroti khusus kepada profesi asisten rumah tangga yang didominasi oleh perempuan-perempuan Afro-Amerika di Kota Jackson. Mereka bekerja dari pagi sampai sore dengan upah sangat kecil.
Pekerjaannya ya segala rupa. Mengurus para manula, mengasuh anak, memasak, mengurusi pakaian, dan lain-lain. Double combo. Karena sebagian dari perempuan ini juga harus mengalami kekerasan dalam rumah tangga setelah bekerja penuh seharian.
Tak jarang pula mereka memaksa anak-anak perempuan tertua untuk berhenti bersekolah. Anak-anak ini mengikuti jejak mereka sebagai “simbok” di rumah-rumah orang berkulit putih untuk membantu ekonomi keluarga. Jadi, dari generasi ke generasi ya kerjanya itu-itu juga. Hanya sebagian kecil yang berhasil lepas dari lingkaran yang menyesakkan ini .
Tapi ya kita memang tidak seharusnya menggunakan emosi kita sebagai orang yang hidup di era terkini. Karena di tahun segitu ya kondisi seperti ini dianggap cukup alami. Bukan hal luar biasa bagi mayoritas orang di saat itu.
Sangat sedikit orang seperti tokoh Skeeter di film The Help, perempuan muda yang tengah merintis jalan menjadi penulis dan jurnalis yang berani membujuk para “simbok” ini untuk memberikan testimoni yang jujur mengenai pandangan mereka terhadap profesi mereka selama ini.
Para perempuan Afro-Amerika ini juga canggung dan merasa hal ini di luar kewajaran. Hingga awalnya hanya 1 orang yang berani mengajukan diri sebagai narasumber. Terus menjadi 2 orang setelah berhasil membujuk satu lagi yang baru saja dipecat oleh majikannya karena dianggap kurang ajar memakai kamar mandi sang majikan.
Mungkin juga tidak banyak orang yang meyakini secara penuh dan tanpa rasa bersalah sama sekali seperti si emak sosialita, Hilly. Hilly meyakini secara penuh bahwa kondisi tersebut sangat wajar dan tidak memiliki pertentangan batin sama sekali.
Yang mayoritas ada di lingkungan masyarakat mungkin malah karakter yang dimiliki oleh tokoh Elizabeth dan Charlotte (ibu dari Skeeter).
Elizabeth walau terlihat menikmati kondisi dan juga tidak canggung menyerahkan segepok tanggung kepada asisten rumah tangganya, tapi dia pun tidak benar-benar kontra dengan pandangan Skeeter. Ibaratnya, ikut-ikutan saja. Karena mungkin ya didikan dari kecil dan kondisi lingkungan. Bukan tipe pendobrak. Tidak suka frontal. Tipe cari aman hehehe.
Kita juga sebenarnya ada juga kan yang menyimpan rasa kasihan dan sebenarnya mau-mau juga ngasih gaji lebih dan kenyamanan lain buat si embak di rumah. Misalnya ngasih hari libur sehari di mana si embak boleh piknik dan enggak perlu kerja. Tapi ya gitu, takut dinyinyirin tetangga, yes? *tutupMuka*.
Takut disindir sok tajir sok ini itu. Takut kalau dianggap merusak “harga pasaran” gaji embak. Takut dituduh cemen banget enggak punya embak sampai embak dimanja-manjain berlebihan bla bla bla. Disindir ini sebenarnya mana majikan mana yang embak. Sudah, sudah, jangan curcol, jangan curcol! Pengalaman pribadi banget iniiiii hahaha.
Sementara tokoh Hilly tidak segan-segan menyuarakan ide-idenya kepada publik. Termasuk membuat kamar mandi khusus buat para asisten rumah tangga di … luar bangunan utama rumah! Hilly tipe yang menganggap ya memang embak wajarnya digituin. No hard feeling tapi ya perlakuan seperti itu pantas kok, menurut Hilly.
Charlotte sendiri termasuk sosialita ambisius yang ingin mendapat tempat di perkumpulan ibu-ibu hits. Insiden terjadi saat Charlotte dinobatkan sebagai apa-gitulah, salah satu gelar prestisius di perkumpulan mereka.
Charlotte punya Constantine, asisten rumah tangga yang sudah bekerja selama puluhan tahun di rumahnya. Hubungan mereka cukup akrab dan Charlotte memperlakukan Constantine dengan sangat layak untuk ukuran kondisi lokal saat itu.
Constantine sudah sangat tua dan lambat. Saat meladeni tamu-tamu lain, dia terlihat kikuk sehingga membuat para tamu (ibu-ibu geng sosialita tadi) tidak nyaman. Lalu terjadi hal yang tidak mengenakkan.
Ibu-ibu lain mendesak Charlotte untuk memecat Constantine saat itu juga! Dan Charlotte menuruti permintaan mereka, dia memecat Constantine saat itu juga di depan ibu-ibu lainnya. Saking segannya kalau dia dicap macam-macam oleh geng sosialitanya.
Charlotte merasa bersalah dan berusaha mendatangi rumah Constantine keesokan harinya tapi sudah terlambat. Constantine sudah pergi dan pindah ke negara bagian lain.
Hal inilah yang membuat Skeeter berantem dengan ibunya karena Skeeter sedari kecil dibesarkan oleh Constantine.
Ada juga tokoh Celia. My favorite girl! Hahahaha.
Celia berasal dari “daerah pedalaman” dan pertama kalinya memiliki asisten rumah tangga saat bermukim di Kota Jackson. OKB baik hati gitu lah ya hahaha . Celia sangat santai dan lugu dalam memperlakukan Minny, asisten RT yang dipecat oleh Hilly karena urusan kamar mandi tadi.
Celia tidak segan-segan memeluk, makan bareng dengan Minny di meja makan yang sama dengan menu sama persis, pokoknya memperlakukan Minny lebih sebagai teman ketimbang “pembantu” .
Skeeter-Hilly-Elizabeth berumur sebaya dan teman sepermainan sejak kecil. Skeeter juga mengalami tekanan sosial lain karena statusnya sebagai “perawan tua” hahaha. Di tahun segitu, perempuan berkulit putih memang tidak diharapkan untuk berkarier dan sekolah tinggi.
Begitu selesai pendidikan selevel SMA, mereka ya hunting jodoh! Hahaha. Tapi karakter Skeeter memang dibuat untuk mewakili angin perubahan di masanya kali, ya. Perawan tua dan pendobrak zaman . Semacam “Ibu Kartini”nya Kota Jackson? Hehehe.
Filmnya ‘menyentuh’ banget :). Diangkat dari novel dengan judul yang sama. The rest of the story mending nonton sendiri aja deh hehehe.
Karena setelah menonton saya jadi sadar, tidak semua kita dilahirkan menjadi seorang pembaharu, jika berkaca pada tokoh Skeeter.. Berani melawan arus demi memperjuangkan hal yang dirasanya benar. Padahal waktu itu kondisi yang dialami embak-embak berkulit hitam dianggap wajar.
To Educate a Woman
Cut Nyak Dhien Menggugat Kartini?
Privilege : Antara Laki-laki dan Perempuan?
Pacarnya Skeeter pun, laki padahal ya, yang tergolong dari keluarga yang berpikiran terbuka dan pendidikan tinggi juga ngamuk-ngamuk ke Skeeter pasca bukunya Skeeter terbit. Dia menuduh Skeeter mencoba bermain api dan menghancurkan tataran kehidupan sosial yang lagi stabil saat itu. Semacam musuh dalam selimut dan berusaha menjatuhkan komunitas kulit putih.
Sementara komunitas perempuan kulit hitam pun tidak terlalu berani menunjukkan dukungan kepada Skeeter karena posisi mereka yang terancam. Kalau sampai frontal, keluarga para perempuan kulit hitam ini pun tidak lepas dari bahaya (bisa mengalami intimidasi yang berujung ke kematian segala lho).
Terbayang ya, resiko yang diambil oleh Neng Skeeter :).
Setidaknya, ibunya sendiri (Charlotte) akhirnya berpihak kepada Skeeter dan mendukungnya penuh, as she said, “Courage sometimes skips a generation. Thank you for bringing it back to our family.”
Kita sendiri apa punya ya keberanian untuk mendobrak hal-hal (hal apa pun!) yang kita tahu sebenarnya salah dan menyakiti orang lain tapi sudah terlanjur melekat dan menjadi kewajaran dalam kehidupan masyarakat sekitar kita? Atau hanya berani diam-diam berdoa dalam hati sambil ikut arus?
Syukur-syukur orang sadar tanpa perlu kita melawan ketidaknyamanan karena menyuarakan hal-hal yang dianggap tabu? Untung sekarang ada medsos sih, ya. Setidaknya kita bisa bersuara di dunia maya. Ye kaaaan, ketimbang kagak ngapa-ngapain hihihi.
Ya, ya, ya, saya paham memang hanya orang-orang spesial yang dianugerahkan keberanian untuk melawan arus. Satu nama yang langsung terbayang itu … Pak Ahok! :).
Kita-kita yang cemen ini dikeroyok di komen-komen status FB saja kadang sudah jiper dan langsung logout, yes? Hahaha. Namun setidaknya dianugerahkan kepada generasi kita dan generasi-generasi mendatang secuil keberanian untuk “bersuara dengan lantang” tanpa takut dengan konsekuensi yang harus dijalani.
Yah di level dunia maya juga enggak apa-apa deh hahahaha. I pray for my self indeed, yang akhir-akhir ini kesulitan menghimpun keberanian untuk menulis hal-hal yang agak-agak “gimana gitu” hehehehe :p.
Ya Allah, mampukan kami semua <3. Please … bring that courage back to all of us. Aamiin.
Waaaaaaaah….The Help ini salah satu film favoritku nih mbak! Mbak Skeeter bisaan bgt ngebujuk para perempuan kulit hitam itu biar mau bersuara, walaupun akhirnya doi ‘dijauhin’ sama temen2 genk-nya ya. Lucu bgt pas mereka diem2 ngebaca kisah di buku itu, terus mbak Hilly marah besar baca kisahnya sendiri yg ttg makanin ‘kotoran’ pembantunya hihihii >,<
Kalo mbak Celia ini emang nyenengin bgt ya, antara polos baik hati tapi cerdik gitulah. Doi total abis dandan seksi buat ngeledekin mbak Hilly yang ngeselin bgt itu! hahahhaha LOL