Ini sebenernya viralnya dah lama, yes? Hehehehe. Telat review gegara 2 mingguan sibuk menyesuaikan diri (lagi) dengan ritme sekolah online.
Yoih Gaeeesss, nampaknya belum kunjung dikabulkan doa biar segera sekolah offline huhuhu.
Sebelum nonton, baca-baca judul dan nebak-nebak cerita tanpa baca sinopsis/review, saya pikir ini film standar saja soal life-changes after marriage. Bukan tema baru.
Sudah banyak film yang bahas topik-topik “you can have it all” bla bla bla yadda yadda yadda. Setelah menikah, yang imbasnya lebih gede biasanya kan memang perempuan, yes? Faktor tekanan sosial utamanya.
Ternyata film ini fokusnya bukan soal itu.
Baca Juga : “Serial Netflix : Virgin River yang Tenang Tenang Menghanyutkan”
Saya awalnya malah gagal fokus. Terpesona dengan pemeran utamanya, Sarah Shahi. Waduh, body goals abis. Setelah setahun rasanya jumawa sukses mempertahankan komposisi badan di angka 49-52 kg, begitu lihat Sarah Shahi kepercayaan diri hancur berkeping-keping #bantingdumbbell.
Sempet pause pilemnya demi untuk googling siapa dese, niat ya, Sis! :p. Wow, perempuan berdarah Persia. Mana tanggal lahirnya selisih beberapa hari dengan saya. Anak juga 3, Gaeesss.
Baca Juga : “Serial Netflix : LUPIN”
Sungguh selama nonton bawaannya pengin pilates sambil angkat beban! Hahahaha.
Di masa-masa revolusi Iran, tidak sedikit warga Iran yang “kabur” ke US. Tapi marilah kita fokus ke serial yang sempat bikin gempar inih :p.
Serial ini adalah tentang Billie (Sarah Shahi) yang telah menikah dengan laki-laki yang bisa dibilang “almost perfect” dengan 2 orang anak. Mereka tinggal di rumah gedongan di wilayah ‘suburb’.
Di banyak kota-kota besar di negara maju, city center biasanya didominasi apartemen dan perkantoran. Biasanya lebih pas untuk para single atau pasangan yang belum punya anak. Kalau sudah punya anak, umumnya melipir pindah ke suburb, demi untuk punya rumah yang pakek halaman hehehe.
Billie digambarkan mulai gelisah dan “kangen” dengan masa-masa singlenya di kota besar. Sekarang, kalau mau hang out dengan sahabatnya, Billie kudu naek kereta dulu menuju kota. Macam udah tinggal di Depok atau Bogor terus mau pecicilan ke mal Jaksel gitu kira-kira yak :D.
HIngga akhirnya angan terbang jauh ke belakang, nyangkut di kisah-kisah dengan so-called mantan terindah.
Jadilah serialnya ini banyak flashback ke masa-masa lalu Billie termasuk mantan-mantannya dese yang lain. Apanya yang dibahas? Ya silakan dibaca lagi judul serialnya #uhuk.
Apa Billie gagal move on? Apa terus Billie harus memilih antara kehidupan pernikahan yang indah bagai negeri dongeng walo garing vs balik ke masa-masa “freedoooooommm”?
Baca Juga : “Serial Netflix CLICKBAIT, wajib nonton!”
Nope. Ceritanya agak berbelok. Ternyata serial ini menawarkan isu baru yang tentunya akan membuat kalangan konservatif kejang-kejang :p. Monggo ditonton sendiri, yes? 😀
Memang Netflix tergolong “berani” dengan segambreng original seriesnya. Siapa yang ngikutin “Sex Education”? :D. Well, I did :p. Season 3 udah keluar blom, ya?
Banyak yang membandingkan “Sex Life” dengan “50 Shades of Grey”. Sayang saya enggak pernah nonton film ini jadi enggak bisa komentarin hehehe.
Saya kok ingetnya dengan “Sex and The City” (saya penggemar serial ini, saya ulang-ulang dan film-filmnya juga saya nonton beberapa kali hehehe). Karena fokusnya tentang perempuan.
But somehow, SaTC lebih “membumi” dengan warna warni karakter “khas perempuan” ala Carrie-Miranda-Charlotte. Kalau Samantha kan memang menolak monogami dengan tegas hehehe :p.
Sementara tokoh Billie di “Sex Life” apa deh, enggak terlalu jelas fokus hidupnya, konflik dalam dirinya mau fokus soal apa dst dst. Entah kalau memang filmnya mau pamer hal-hal “lain” sih hahahaha :p.
A little chat with my friends … “Are we going to be the next Billie kalok sekolah onlen gak kelar-kelar?” My oh my 😆🤣🤣🤣. Kalok sekadar mengkhayal aja boleh laaahhh #eaaaaa :p.
7 out of 10.
Tetep layak tonton, kok :). Walo enggak terlalu semangat nungguin Season 2 nya hehehe.