X
    Categories: Agama

FANATIK

Gambar : pixabay.com

Lagi heboh unfriend blokir terkait meninggalnya salah seorang tokoh di Indonesia. As silly as it sounds, nyata adanya –> sekadar mengucap belasungkawa bisa menimbulkan kehebohan.

Ada yang menganggap sebagai fanatisme kebablasan. Kalau senep sama seseorang ya wajarlah, tapi kalau sampai yang disebelin meninggal dan ada yang memposting ucapan duka cita dan ikutan “dibantai” apa ndak gimana gitu ya 😰😰😰.

Soal fanatismenya dari dulu juga adaaaaaaaaa. Tapi daya gaungnya terbatas waktu dan jarak. Simpel, dulu gak ada MEDSOS.

Lah eike waktu baru pertama pakai jilbab kelas 1 SMA jangan ditanya semangat jihadnya, Sis! 🤣🤣🤣 .

Sungguh Tuhan memberkati, angkatan jadul masa abegenya hanya dakwah dalam diari sendiri hahahahaha. Nulis sendiri, baca sendiri, jumawa sendiri, ngamuk sendiri, allahuakbar! 🤣

Makanya, paling menarik dari tulisan-tulisan mendiang Gus Dur dalam buku “Tuhan Tidak Perlu Dibela” adalah kontennya yang masih relevan puluhan tahun setelah buku ditulis.

Persoalan tentang AGAMA yang seharusnya sebatas AJARAN personal dibawa ke institusi. Ini institusi mana pun loh ya. Harusnya termasuk so called institusi yang kebetulan menaungi nama besar mendiang penulis, dengan tidak mengurangi rasa hormat pada almarhum *sungkem*.

Repotnya, kritikan dan apa pun hal-hal kurang menyenangkan yang dilayangkan kepada institusi yang berlabel agama otomatis direspons sebagai serangan terhadap AGAMA.

Dikritik kebijakan institusi misalnya, nanti dianggap penistaan terhadap agama. Para penentang dianggap anti agama. Hadeuuuhhh 🤪🤪.

Ini bukan PERSOALAN BARU. Di buku tersebut ada tulisan tahun 70 an. Sudah jadi persoalan klasik sejak dulu kala. Medianya saja kini berbeda.

Sekarang katanya ngajinya lewat Youtube lewat media online. Padahal apa salahnya? Memang banyak konten online yang oke kok ;).

Lah dulu saya “ngaji soal jilbab” dari buku kuning kecil cuma belasan halaman nama penulis juga gak ada. Baca pas pulang sekolah sat set sat set, malamnya sudah duduk depan Mama minta dibeliin jilbab saat itu jugak! Gak mau sekolah sampai jilbabnya ada. Titik.

Emak gue ampe keselek kali. Gimana pula anak gadis yang rasanya baru bulan kemaren minta roknya dipotong karena kepanjangan dan pengin pakek rok di atas lutut tiba-tiba minta pakek jilbab 😜😜😜.

Luar biasa tanggapannya, hanya dalam hitungan detik setelah terlihat jelas beliau melongo takjub, dengan tenang menjawab, “Tokonya sudah tutup, Nak. Tette’ siaga ni iye.” (Sudah jam berapa ini).

Saya yang sudah bertekad bulat akan melakukan perlawanan sekeras mungkin kalo beliau menolak juga ikutan bengong dan merespons, “Iye’ pale’, besok pi.” (Iya oke dah. Besok saja).

It happened since long long long ago, kok. Hanya kini, semua terlihat begitu nyata dan masif karena gaungnya yang luar biasa di media-media sosial. Fenomenanya sudah ada sejak dulu. Percaya dah, nih pelakunya bersaksi langsung hahaha.

Tapi harus diteliti lebih lanjut apakah ini berlanjut di dunia nyata? Karena AFAIC, lingkaran dekat saya juga banyak yang bahasa kekiniannya itu “hijrah”. Pastilah mereka juga follow saya di medsos dan tahu betapa “liberal”nya akutu :p.

Saya pun dulu galak nan idealis, menulis dengan menggebu-gebu di diari padahal topik jilbab itu satu doang tok cobak hahahaha, tapi entar di sekolahan liat sobat dekat gak pakek jilbab ya ngikik-ngikik bareng aja tuh :p.

Gue bayangin kek apa fatalnya jika dulu ada akun facebook “Humaira Khairunnisa”, nama islami yang saya idam-idamkan yang akhirnya kepakek pas akyu kuliah dan nyangkut di perkumpulan islami yang lebih wak-waw lagi hahahaha.

Ya kaleeeee mau gue tunjuk-tunjuk, “Gile Sis, aurat terpampang nyata bukan fatamorgana, nerakalah tempatmu!” Mana berani woooiiiii :p.

Sekarang situasinya masih mirip. Saya pernah merasa segan dengan teman-teman dekat yang haha hihi di masa mereka belum so-called “hijrah”.

Soalnya saya tau dulu pun awal-awal saya ceritanya hijrah itu ada keinginan kuat untuk mengganti pergaulan. Kan katanya biar saleh kudu deket-deket ama yang saleh. Di mana definisi saleh ya cencuuu dengan orang-orang yang sepaham denganku. Sisanya ya kalok gak kafir ya munafik! Hahahaha :p.

Ternyata enggak kooookkk. Yang dulu dekat saat rambut masih menganga, jins masih ketat dan kini gamis melambai dengan kerudung panjang, alhamdulillah masih menyapa dengan ramah, “Jihaaaaan, kangenta’ gang. Ketemu dulue.”

Memang ada satu dua yang bener-bener “memilih pergi” tapi biasanya bukan yang deket-deket banget.

Jadi janganlah kita menyalah-nyalahkan zaman, mengkambinghitamkan medsos, atau menganggap masa kini lebih buruk dalam urusan keber-AGAMA-an ini. Dari dulu ya beginilah adanya.

Daripada menyalah-nyalahkan ustaz yang tenar di medsos yang kebetulan pahamnya menurut kalian kurang cucok (dengan paham kalian tentunya hehehe), ya mending fair play saja. Mereka berjaya di medsos then go for it as well. Ngomel doang mah dapat apa :p.

Generasi sekarang malah lebih debatable menurut saya. Praktik parenting sudah jauh berbeda kini. Media penyebaran informasi terus berubah.

Generasi saya dulu juga macam-macam. Ada yang suka baca buku, ada yang enggak. Ada yang suka diskusi ya banyak juga yang kagak. Ada yang suka mikir demen filsafat gitu kali, yang gak demen juga ada. Sama kayak sekarang.

Jangan dikiralah semua anak muda sekarang doyan korea-korea an. Gak juga kooookkk. Masih banyak yang mengidolakan Kakak Lesty Kejora ;).

Kalok masalah nonton youtube, ya semua juga pada nonton youtube sekarang mah, heloooooo :p. Yang bikin channel juga banyak #uhuk, ngiklan gak nih? Hahahaha. Jangan deh, kualat nanti :p.

Makanya kita jangan menyerah menyeimbangkan kehidupan di dunia nyata vs di depan layar hape :). Pandai-pandai menguasai rasa takut.

Mengelola rasa takut itu memang kewajiban semua manusia bukan cuma JEDI loh :p –> Inget kan apa kata Yoda, “Fear is the dark side.”

Jangan terlalu anti atau takut sama temen-temen yang so called hijrah. Bisa jadi bukan karena ikut arus atau kecantol ceramah ustaz abal-abal. Mungkin memang ingin berubah ke arah yang lebih baik. Jangan baper jika ternyata arah lebih baik yang mereka tuju ternyata bukan jalan setapak yang sama tempat kita melangkah. It’s okay ^_^.

Konon katanya ada banyak jalan menuju cahaya <3.

Semua bermula dari rasa takut. Itu kenyataan bukan cuma bawaan pilem ^_^. Dan ingat yang namanya FANATIK, terjadi di 2 titik berlawanan. Sama-sama bisa fanatik.

Kontrolnya juga dalam diri masing-masing. Sedari dulu begitu, as it’s said, “It has always been YOU, and it will be always be YOU.”

Make that change, YOU!

davincka@gmail.com: