Sedikit curhat suka duka bekerja di luar negeri … boleh? :p
Baru-baru ini anak saya mengikuti kompetisi Spelling Bee di sekolahnya. Saya tunjukkan video-video acara final kompetisi yang sama di Amerika Serikat.
Dua belas tahun berturut-turut, juara English-Spelling-Bee competition adalah anak-anak warga negara keturunan India. Luar biasanya lagi, 10 finalis yang tahun berapa tuh ya, 7 orang warga negara US keturunan India, 3 -nya lagi warga negara US keturunan China.
Wooowww …
Mungkin begini, ras Kaukasian yang berkulit putih yang selama ini bisa dibilang menguasai peradaban dunia menganggap gimanaaaaa gitu kalau melihat ras-ras lain misalnya Asia.
Kalau yang ras Afrika itu special case, beda lagi pemicunya.
Di sekolahan pun kayaknya kemarin dari kelas 5 yang menang anak saya dan satu temannya dari India.
Sumpah demi Tuhan, gue ini bukan tipe yang tiger-tiger amat urusan belajar. Tapi masalahnya, orang bule tuh emang santai bangeeeeeeetttttttt. Kujuga tidak habis pikir dah. Padahal guru-guru di Ireland ini relatif disiplin dan nyinyir, loh.
Kurikulumnya gampang banget, suweeerrrr.
Tetap saja emak-emak bule itu santai bagai di pantai kalau anaknya kelas 1 SD belum bisa membaca. Gurunya pasti concern dan menegur. Cuma kan di sini tidak ada rengking-rengking an dan tidak ada istilah TINGGAL KELAS.
Jangan lupa walau anak-anak Asia yang lahir dan besar di Yurop, orangtuanya digembleng dengan cara Asia. Dan begitu seterusnya sampai ke generasi turun temurun.
Tahu sendiri, wilayah Eropa Barat ya kondisinya makmur-makmur. Jumlah penduduk tidak sesangar negara-negara Asia hahaha. Makanya dari kecil santaiiiiiiii, sekolah gratessssss, fasilitas kesehatan lumayan, enggak kuliah pun, bisa jaga-jaga toko dengan gaji fantastesssssss.
Ngapain dah capek-capek kuliah ye kaaaaaann? Mungkin begitu pemikiran sebagian mereka. Yang serius dan tekun dan sangar dalam urusan belajar ya juga ada.
Penduduk dikit, kadang lowongan buat 10 orang yang apply 8 orang. Beneran.
Bandingkan dengan Indonesia, India, lowongan 1000 orang yang apply 100 ribu orang! Hahahaha. Makanya jangan nyinyir dengan kompetisi di negara-negara berkembang.
Di salah satu tempat bekerja saya dulu, ada lowongan admin, syaratnya lulusan SMA sudah cukup. HR kaget, dari ratusan applicant (lowongan buat 2 orang doang karyawan gaji harian pulak), 90% lulusan S1, ada yang lulusan S2. Ngeri yes?
Ya monmaap lulusan SMA ada yang langsung ketendang. Itu curhat temen saya di HRD waktu saya mengkritik kok tega-teganya lulusan S1 IPK cum laude di-hire jadi admin gaji harian!
Di Ireland nih, ranah IT dikuasai orang Asia. Bukan hanya sebagai pekerja ecek-ecek, SDM asal Asia justru mendominasi wilayah IT yang lagi booming-boomingnya.
Lah gimana, temen saya tadinya mau serius jadi vlogger, dia ambil kursus “Mengenal media sosial” di kampus lokal sini. Oalah, instrukturnya enggak familiar tentang VLOG
Inilah sebenarnya masalahnya. kini sudah banyak ras Asia beranak pinak di Eropa, Kanada, USA, apalagi Australian.
Ras Asia yang dulunya dipandang “Halah cuma imigran pendidikan rendah, attitude kurang, bla bla bla” kini makin intens menunjukkan eksistensinya.
Sementara wong Kaukasian ini juga ya tetap rileks bagai di pantai. Dunia barat dulu ramai-ramai menghujat Amy Chua terkait buku “Battle Hymn of Tiger Mom.”
Tapi mungkin sekarang wilayah-wilayah Kaukasian mayoritas dilanda “ketakutan” atas para imigran ini. Dari rasa takut ini kan bisa muncul macam-macam kecurigaan, hasutan, kegelisahan yang berujung pada penderitaan.
Haloooo buat yang suka tebar narasi ketakutan terkait salah satu ras tertentu di Indonesia
Di Amerika Serikat yang dari dahulu menganut prinsip “LIBERAL” dalam hampir semua hal, bisa menghadapi dengan lebih baik.
Di US tuh, kaum liberal yang menjunjung tinggi HAM bener-bener garis keras dan berani bersuara. Mereka sudah lebih dari seratus tahun menghadapi gini-ginian. Sudah pengalaman.
Kejadian rasis ya pasti ada tapi sesungguhnya kalau mau jujur melihat dan merasakan lebih dalam, rasisme terhadap kulit berwarna itu lebih parah di Eropa dan Australia.
It’s silently happening
Ekspatriat high-skill bisa tembus ya lebih karena mereka kekurangan orang. Yang avalailable ya Cina-India-Cina-India. Indonesia segera nyusul, aamiin
Kasus di Selandia Baru, kemungkinan mengarah ke kecemburuan terhadap kaum imigran ini. Di mana kebetulan yang kasat mata mayoritas ya kaum muslim kalau di NZ-Australia.
Jangankan orang bule, dengan beberapa teman-teman Indonesia yang nikah dengan bule, banyak yang korslet jugak, “Mbak Jihan suaminya cuma Indo kan? Ya ampun cukup ya Mbak gajinya 3 anak? Kerja apa, sih, di sini?”
Duh, kusudah merasa tua untuk berurusan dengan makhluk-makhluk bigot seperti ini. Baru beberapa tahun di luar negeri cuma karena kebetulan nikah dengan bule sudah merasa superior. Alih-alih tersinggung, saya malah kasihan
Saya juga tidak paham apa ya solusinya. Seperti apa kita harus mendidik anak-anak kita dalam gempuran globalisasi bersama segala macam dilemanya?
Mungkin sebaiknya negara-negara maju di Eropa dan Australia, enggak usah sok-sok HAM-HOM-HAM, unless you can educate your own people as well
We can’t go on pretending day-by-day. We can’t
There comes a time
When we heed a certain call
When the world must come together as one
There are people dying
Oh, and it’s time to lend a hand to life
The greatest gift of all
We can’t go on
Pretending day-by-day
That someone, somewhere soon make a change
We’re all a part of God’s great big family
And the truth, you know, love is all we need
(Song “We are The World”, MJ & friends)
View Comments (1)
“Mbak Jihan suaminya cuma Indo kan? Ya ampun cukup ya Mbak gajinya 3 anak? Kerja apa, sih, di sini?”
Belum ngerti dia gaji engineer telco ribuan sampai puluhan ribu $$$ *wlo sekarang udah mulai turun setidaknya masih di level ribuan $