X

Siapa Suruh Datang Jakarta?

Ini cerita tentang Jakarta :D.

Mungkin sama dengan sebagian perantau asal pulau lain, saya datang ke Jakarta karena awalnya karena sekolah. Selepas SMA, hasil UMPTN di tahun 1998 mengabulkan doa saya untuk bisa tinggal di ibukota! :D.

Tidak sedikit teman-teman SMA yang memimpikan kota lain seperti Bandung atau Surabaya, tapi saya sejak awal sudah keukeuh…it has to be Jakarta! *kencenginIkatKepala*.

Naik KRL Ekonomi pertama kali dari Kalibata menuju Stasiun UI. Di situ saya baru ngeh ternyata kampus saya adanya di Kota Depok, bukan bagian dari ibukota. Meleset sikit lah hahaha. Toh di Lagu “Genderang UI”, liriknya tetap ngotot, “Universitas Indonesia, Universitas kami, IBUKOTA negara, pusat ilmu budaya bangsa” *kibasJaketKuning*.

Pertama kali naik kereta ya di Jakarta itu hihihi *ngikikNorak*. Pikir saya, penuh amat keretanya. Enggak bisa duduk. Padahal itu belum seberapa dengan kondisi KRL Ekonomi di jam-jam sibuk.

Saya mendaftar ulang ditemani salah satu kakak saya. Saya kebingungan nyari lokasi untuk mendaftar ulang, kakak saya malah pecicilan ke mana-mana, “Eh nanti ke sana ya, nanti ke sini yuk!” Dese malah sibuk mau mejeng hahaha.

“Cari balairung dulu! Harus daftar ulang nih!” Jawab saya kesal.

Ternyata, itu bukan perkenalan pertama dengan KRL Ekonomi. Selesai sidang terakhir, saya dapat kerja sekitar 2 minggu setelahnya. Lokasinya pas banget. Persis depan Stasiun Cikini. Asyiiiiik, bisa naik KRL Ekonomi. Saya dengar, karcis bulanan/abonemen KRL Ekonomi itu murah bangeeeetttt hahaha *ngakakKikir*.

Awal naik KRL Ekonomi tahun sekitar April-Mei 2002, abonemen cuma 10 ribu rupiah lho Kakak. Bisa naik KRL Ekonomi sepuasnya! 10 rebu tapi kondisinya ya gitu deh :p.

Ini lhooo yang namanya KRL Ekonomi hihihi

Hari pertama bekerja, wangi-wangi dari kosan naik ojek menuju Stasiun UI. Masih ngekos di tempat lama di Kukusan Kelurahan. Tidak terlalu ramai di stasiun. Saya optimis bisa tiba di kantor tepat waktu. Masih 15 menit menuju jam 7 pagi. Prediksi 40 menit dari Stasiun UI hingga Stasiun Cikini.

Begitu kereta datang, saya mau pingsan rasanya. Gilaaaaaaa, bukan cuma di pintu orang berjejalan, yang duduk di jendela juga banyak! Hahaha. Bahkan yang naik di atas atap juga ada. Astaganaga, gimana naiknya iniiiiiii?

Jadi saya melongo saja saking syoknya sampai kereta akhirnya berlalu.

Mungkin karena saya terlihat seperti orang bingung, ada mas-mas yang negor, “Mau ke mane, Neng?”

“Cikini, Mas.”

“Lah harusnya naik tadi. Kenapa gak naik? Mumpung keretanya agak lowong. Nanti abis ini biasanya lebih penuh lagi.”

APPAAAAA, AGAK LOWONG? Agak lowong aja segitu ya, duh Gusti, rasanya mau pingsan untuk kedua kalinya! Hahahaha.

Tiba di Stasiun Cikini, baju sudah kusut. Ada kali ngabisin waktu 10 menit kipas-kipas dulu di stasiun sebelum nekat masuk ke gedung kantor. Minimal biar keringat kering dulu ya, Cyin :D.

Setelah semingguan naik KRL Ekonomi, akhirnya jagoan juga #benerinPoni.

Jadiiiii, setelah mengamati embak-embak lain yang diduga juga penumpang tetap karena sering ketemu di jam yang sama, saya belajar sedikit-sedikit cara meloloskan diri masuk ke dalam kereta dalam kondisi sehoror itu hahaha.

Cukup berdiri manis bersama penumpang lain. Baca bismillah, lemaskan badan. Jangan ikut mendorong. Biarkan saja kita maju oleh penumpang lain di belakang. Badan pegel dikit tahan saja. Nanti lama-lama terbiasa. Makin kita ngotot makin sakit rasanya badan kena sikut dan kena dorong.

Nanti kalau sudah naik, pelan-pelan menyusup ke dalam. Biasanya yang dalam lumayan lowong lah. Yang penuh memang dekat pintu. Tapi jangan bayangin lowong yang gimana-gimana. Minimal kedua kaki bisa napak sudah bagus itu itungannya hahaha. Syukur-syukur mepet jendela jadi kena AC, angin cepoi-cepoi hahahaha.

Dari pengalaman 4 tahun naik KRL Ekonomi, saya salut dengan para pedagang yang rata-rata berangkat dari Bogor atau Bojong. Ada ibu-ibu paruh baya yang sepanjang perjalanan menggendong sendiri keranjang belanjaannya. Umumnya sebagian besar turun di Stasiun Manggarai.

Sempat beberapa kali saya merasakan yang namanya telat ke kantor karena kereta ngadat hihihi. Entah mendadak mogok di tengah jalan atau tertahan di Manggarai sampai lebih dari sejam. Maklum angkutan paling rendah kastanya di atas rel kali ya hehe, jadi harus mengalah dengan kereta-kereta luar kota yang juga menggunakan jalur yang sama.

Malu lah mau mengeluh kalau lihat mereka *tutupMuka* :).

Pernah juga KRL tidak beroperasi dan diumumkan di stasiun. Padahal habis lembur di kantor, jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Untung punya geng kereta yang sama-sama tinggal di Depok. Naik taksi deh rame-rame. Argonya bisa tembus 50 ribu rupiah. Untung cuma sekali-sekali :p.

Gambar : antaranews.com

Paling seru waktu Jakarta dilanda mati lampu massal. KRL Ekonomi mogok di tengah jalan. Yassalam. Mogoknya bukan dekat stasiun pula. Setelah menunggu 2 jam, para penumpang akhirnya memutuskan turun dan jalan kaki ke stasiun terdekat. Sudah kayak pasar malam. Sampai di stasiun rebutan naik angkot menuju Depok dan tujuan lainnya hahaha.

Rame banget karena bayangin itu isi beberapa KRL Ekonomi bergerbong-gerbong tumpah ke jalan semua :D.

Sebagai orang Bugis dari Sulsel, posisi saya selalu minoritas di hampir semua komunitas. Di kampus, di kosan, dan di kantor.

Pernah waktu masa orientasi di kampus diajak ngobrol sama mahasiswi asal Jakarta (kalau dengar logatnya), “Lo SMA mana?”

“Dari Ujung Pandang,” kata saya.

“Oooo Sulawesi ya. Ya ampun, seumur idup gue ini baru pertama kali lho gue ketemu sama orang Sulawesi.”

Ya Allah ini eike harus nangis apa ketawa hahaha.

Adaptasinya juga lumayan. Dari kendala bahasa sampai karakter. Sifat kami di Sulawesi kan umumnya meledak-ledak ya hihihi. Tak pandai menyembunyikan isi hati. Tak lihai berbasa basi. Terasa A ya keluarnya A. Ini lumayan banyak cerita lucunya. Dah sering saya tulis sih. Cari sendiri di blog hahaha.

Pekerjaan pertama saya adalah software developer/programmer di end user. Jadi akrab sama user karena tiap hari ketemu user yang sama di divisi yang itu-itu juga. Mereka suka menggoda, “Jee, bahasa Bugis dong, bahasa Bugis dong … ”

Kalau saya berbahasa  Bugis abis itu mereka tepuk tangan sambil ketawa-ketawa. Dikate topeng monyet hahahaha :p. Enggak apa-apa, anggap saja itu karma karena waktu di kantor saya dikenal sebagai anak yang bawel alias super cerewet, sering ngebully orang, dan gampang naik darah hahaha.

Saya suka iseng mengeluarkan umpatan dalam bahasa Bugis mumpung enggak ada yang paham :p. Sebaliknya teman-teman kantor yang waktu itu mayoritas Jawa membalas dengan bahasa Jawa hahaha.

Saya mengajarkan beberapa kata dalam bahasa Bugis kepada teman-teman kantor. Populer itu dulu kata-kata “Ceba” dan “Beleng”. Ceba = monyet, beleng = semacam gila-gila gitulah :p. Ngajarin yang kagak-kagak hahaha.

Setelah hampir 4 tahun di Cikini saya pindah kerja ke daerah Sudirman. Tetap naik KRL Ekonomi dong, dong, dong :p. Beda jurusan saja.

Kemudian saya pindah kosan ke Pancoran. Era baru dimulai. Habis KRL Ekonomi, terbitlah Metromini 604! Waduh, kompetisi naik angkot juga tergolong sulit. Belajar lagi dari awal hahaha.

Mau berangkat pagi pun, sulit mau dapat tempat duduk. Ribet berdiri di Metromini karena ada posisi kursinya gitu. APalagi macet bikin stres huhuhu. Ya sudahlah. Cemungud eaaaaaaa ^_^.

gambar : malesbanget.com ( JG Photo/Safir Makki)

Terus saya pindah kantor lagi ke Gatsu. Nah di Gatsu ini kantornya ternyata punya gym. Duh, saya dari gadis emang tergila-gila exercise saking takutnya gemuk hahahaha :p.

Di kantor ada gym gratis buat para karyawan. Lengkap dengan kamar mandi dan segala perintilannya termasuk sampo, sabun, handuk sampai jus dan teh buat disantap selepas nge gym. Ya iyalah, kerjanya di salah satu Consumer Goods yang cukup hits di tanah air.

Selepas salat Subuh, enggak usah mandi langsung melesat ke kantor. Jam setengah 6, Metromini alhamdulillah masih nyisa 2-3 kursi hihihi. Gym buka jam 6 pagi. Belum terlalu macet jam segitu. Jadi, nyampe kantor masih sempat ganti baju baru terus lari-lari di atas treadmill :D.

Kadang cuma sendiri di gym hingga jam 6.30 datang karyawan lain 2-3 orang. Tenang saja, ada personal trainer sama embak-embak yang jagain gym :D. Tetap bisa bergosip kitaaaaa hahaha.

Setelah menikah, suami yang nganterin ke kantor. Kasihan juga sih. Dese harus muter ke Widya Chandra buat ngedrop saya padahal kantornya di PIM hihihi. Waktu itu ke PIM dari arah Pejaten kondisinya masih sangat bersahabat ;).

Iya, iya, pasti pada ngomel, sudah tahu susah ngapain pada berbondong-bondong menyerbu ibukota.

Ah kamyu jangan nyinyir atuhlah, sudah pernah merasakan tinggal di Sulawesi-Kalimantan-Maluku-atau Papua? :p. Kalau belum ya sudahlah.

Terngiang salah satu lagu lawas yang sering didendangkan para pengamen di tengah penatnya dan sesaknya kondisi dalam KRL Ekonomi di pagi dan sore hari. Lirik lagu yang membuat beberapa dari penumpang senyum-senyum nyengir, termasuk saya :D.

“Siapa suruh datang Jakarta, siapa suruh datang Jakarta,

Sendiri suka, sendiri rasa. Edo’e Sayaaaang…”

Selamat ulang tahun Sang Ibukota!

Terus berbenah Jakarta-ku <3.

-Texas, 22 Juni 2017-

 

davincka@gmail.com: