Yang cukup ramai dari kasus remaja seperti Afi dan Awkarin adalah respons para orang tua. Termasuk kita semua yaaaaaa (yang nulis jugak hahaha *usapUsapKerutanMata*). Penting nih, sekadar membagi kata kata untuk ibu juga orang tua pada umumnya.
Salah satu imbasnya adalah pihak-pihak yang mulai membanding-bandingkan. Mendadak posting-posting misalnya, anak kedokteran yang lulus umur belasan misalnya. Atau ada juga yang memamerkan putra dari daerahnya yang penemu apalah gitu. Dalam bidang eksakta.
Nah, ini dia, nih. Kita, sebagai orang tua, kerap menjerit betapa tidak adilnya dunia pendidikan yang sering fokus kepada tipe-tipe kecerdasan tertentu. Umumnya, anak-anak yang cerdas dalam ilmu-ilmu pasti/eksakta lebih mendapat tempat.
Tapi tanpa sadar, kita, sebagai orang tua, sendiri, yang mempertegas “kasta” ini
“Iya pada norak. Itu ponakanku ikut lomba bikin robot umur 3 tahun. Menang lho di Jepang. Tapi enggak seheboh ini.” –> contoh lagi yaaaaaaa :p.
Ajegila, 3 tahun bikin robot
Coba pikir-pikir berapa banyak dari generasi kita yang sebenarnya mengikuti jenjang pendidikan akademis yang tidak sesuai passion. Soalnya dulu memang kesempatan lebih terbatas, ya. Pilihan tidak sebanyak sekarang.
Ya intinya seperti ingin meremehkan kemampuan anak-anak yang berprestasi di bidang lain seperti dunia literasi ini. “Halah cuma nulis gitu-gitu doang.” Makanya dibandingin sama dokter lah, anak teknik lah dan seterusnya.
Kalau orang tua zaman dahulu yang berpikiran begini ya wajar mungkin. Sementara di era terkini dunia digital berkembang semakin pesat dan membuka lahan baru bagi generasi sekarang untuk menorehkan prestasi di bidang lain yang dulu belum terpikir.
Anak-anak sekarang cita-citanya mau jadi youtuber booooo hahaha. Saya dulu dari kecil senang menulis, aktif menulis fiksi ala anak-anak waktu SD kelas 2 sampai kelas 5 hihihi. Tapi Mama saya malah bingung dan mengimbau saya untuk fokus belajar saja.
Sekarang? Ada blog ada medsos, banyak media untuk menulis tanpa perlu repot-repot naik angkot ke kantor pos dan kirim naskah untuk nerbitin tulisan biar bisa dibaca orang lain hahaha :p.
Sebagai orang tua kekinian, kita yang seharusnya lebih berpikir terbuka dan mengarahkan anak-anak kita. KIta ini adalah nahkoda dari generasi millennial :D. Jangan malah ikut-ikutan kayak anak kecil. Berkompetisi tidak jelas
Mengkritik sewajarnya. Kalau dari saya sih jelas, di kasus Afi, penjiplakannya yang saya tidak suka! Harga mati itu hehehe. Mungkin terbawa pengalaman pribadi
Tapi saya tidak menyesal sih masuk Fasilkom ;). One of the best decisions I’ve ever made in my life, until now :D.
Balik lagi, Afi jelas anak yang cerdas. Anak yang kuliah kedokteran sejak usia 13 tahun juga cerdas. Anak yang hobinya bikin kue sejak usia 9 tahun dan lebih senang main-main dengan perabotan dapur ya jelas juga cerdas. Sini Nak, bikin vlog resep sama Tante Jihan hahahaha.
Anak-anak yang dari kecil suka otak atik penampilan dan gaya berbusana orang lain walau matematika dan bahasa Inggrisnya sering dapat merah di rapor itu (hahaha) juga cerdas. Sini, saya kenalin sama salah satu kakak kandung saya, yang kini menjadi seorang desainer dengan labelnya sendiri, the one and only, Kakak Dada yang super heits
Selebgram macam Awkarin dkk itu juga sebenarnya jangan diremehkan, lho
Fokus di persoalan sebenarnya. Mendidik generasi muda kita untuk tetap mempertahankan perilaku terpuji di tengah gencarnya perubahan zaman yang terus berlari. Diantara banyak kemudahan yang mereka terima kini, kita harus tetap berada di depan untuk mengingatkan. Bukan membully, yes? ;).