Setelah saya menulis artikel “10 Keuntungan Tinggal di Arab Saudi”, saya jadi sering mendapatkan permintaan (biasanya via email) tentang “Mohon bantuannya agar saya sekeluarga bisa pindah ke Saudi dan hidup bahagia selamanya di sana.”
Saya kaget juga. Wah, jadi segitunya ya
Lucunya, saya pernah menjadikan artikel ini menjadi “Sponsored Post” di fanpage saya The Davincka Code (like dong kalau belum hahaha #teteeeeeup), dan saya mendapat komentar, “Dasar unta lu! Bawa tuh semua temen unta lu ke sono.”
Kalau sponsored post kan memang jangkauannya luas dan kita tidak tahu siapa saja yang kena umpan oleh FB hehe. Termasuk si komentator tadi tentu tidak kenal saya sama sekali
Tapi ada juga teman yang saya kenal mengomentari artikel ini dengan sinis, “Ya kalo tinggal di Saudi ngapain lo pindah. Munafik amat. Enggak usah tinggal di Eropa, Sis. Balik aja sono!!”
Sebaliknya, tulisan “How Islamic are Islamic Countries” mendatangkan komentar yang berseberangan. Saya dituduh hendak menjelek-jelekkan umat muslim dan Arab Saudi secara khusus.
Sampai kadang saking capeknya baca komentar saya sampai ketawa sendiri depan laptop enggak tahu mau reply apalagi hahaha. Karena sepertinya yang berkomentar juga tidak butuh jawaban ya. Mereka sudah menganggap saya munafik bla bla bla. Enggak guna juga menjawab.
Kalau agama sih mungkin wajar, ya. Sebenarnya topik lain pun banyak yang mirip. Misalnya soal Baby Blues dan Post Partum Depression. Istilah ini belum begitu populer di tanah air. Jadi tetap pro dan kontra saat ditulis. Padahal niatnya cuma nerangin penyakit dan semoga lebih aware.
Tulisan tentang politik ya apalagi hahaha. Jangan ditanya rusuhnya *pingsan*.
Topik netral tentang melahirkan juga sama kok. Saya pernah cerita soal hypnobirthing dan ada yang bilang gitu-gituan cuma mitos sebenarnya enggak ada penelitian ilmiah gimana-gimana. Mirip dengan tulisan tema Food Combining.
Beda artikel beda-beda cobaannya hahaha.
Kalau kita berpendapat tentang sesuatu ya mustahil lah mau bikin orang lain setuju hehehe. Saya tapi sanggupnya menulis tentang opini
Pada dasarnya ranah opini memang begitu, ya.
Mencoba sok-sok menyatukan berbagai pendapat juga sama kok. Pasti ada yang kontra. Seperti tulisan “Every Mom Has Her Own Battle” mencoba ngasih plus minus masing-masing pilihan Ibu ya tetap saja “wah Mbak Jihan ini sotoy deh bla bla bla, ibu yang baik itu jelas dong yang bla bla bla bukan yang bla bla bla”.
Mau topik liburan pun emang dikira netral? Enggak juga lho kadang-kadang. Yang lucu pernah menulis di blog pengalaman liburan sekeluarga tapi foto-foto yang saya tampilkan hanya foto landscape saja tanpa ada foto muka. Ada yang komentar, “Kalau ambil foto dari google mohon tampilkan sumber. Kalau begini bisa dianggap penipuan. Katanya jalan-jalan bareng anak-anak, ya tampilkan saja foto anda sendiri.” Hahahaha.
Belajar dari situ, postingan berikut ya kasih foto-foto muka, hasilnya adalah, “Wah nulis panjang-panjang cuma mau pamer kalau pernah ke luar negeri ya Mbak. Shallow banget.” *nangis*.
Ya makanya mustahil kan berusaha menyenangkan semua orang. Lagian memang siapa yang nyuruh begituuuuuu hehehe.
First thing first, make your self happy!
Saya senang menulis. Menulis bikin saya senang. Macam topi saya bundar kalau tidak bundar bukan topi saya gitulah hahaha.
Saya pikir juga, dulu kan saya senang banget ya membaca buku-buku 7 Habits dan semacamnya. Ikut semangat habis membacanya. Jadilah saya pikir, siapa tahu tulisan saya juga bisa bikin orang lain senang.
Kan lumayan, ya. Kegiatan ini bisa dilakukan dari rumah. Sekarang juga gampang. Tinggal menulis di media sosial pribadi saja kalau enggak mau ribet. Atau di blog pribadi.
Tulisan memang dibuat untuk ditanggapi kok. Minimal kalau ada yang nanggapi ya ada yang baca hehehe.
Tentu tetap ada konsekuensi yang menyertai, tulisan adalah tanggung jawab masing-masing. Batasannya apa? Ya sudah ada kata-kata populernya kan bahwa “I’m only responsible for what I write NOT for what you UNDERSTAND.”
Saya enggak bisa mengatur-ngatur tanggapan/perasaan orang lain saat membaca tulisan saya. Itu sih sudah di luar kuasa kita. Tapi cukup penting untuk mengatur respons kita terhadapnya. Kita mungkin tidak bisa membuat semua orang setuju tapi respons kita terhadap perbedaan-perbedaan tersebut terkontrol penuh di tangan kita ;).
Ya, ya, ya, saya juga manusia biasa. Kadang juga hawa berantemnya lagi tinggi, jadi kalau ada komentar kurang setuju ngebalesnya bisa nyinyir hahaha. Tapi itu harus dikontrol beneran sih. Harus terus dilatih biar woles membaca apa pun komentar, which is tidak selalu mudah ;).
Jangan juga jadi gentar mau share-share opini hanya karena takut “dibully”. Tapi mungkin bisa dipertimbangkan langkah-langkah berikut ini sebelum menulis sesuatu yang sudah kita prediksi akan menimbulkan “kontroversi” walau kadang rasanya netral pun tetap saja kena serangan yak hahaha :p.
As for me, tulisan politik yang paling terekdungces :p. Sebenarnya makin ke sini cukup sering saya lebih berhasil menahan diri untuk tidak menulis opini lebih karena “malas ribut” hahaha. Tapi untuk hal-hal yang rasanya memang harus ditulis, setelah dipertimbangkan kiri kanan atas bawah, pasti akan tetap saya tulis dan share ;).
Pastikan juga untuk “edit, edit, edit”. Kadang, menulis dalam kondisi emosional itu biasanya lebih cepat kelarnya dan lebih menusuk isinya hihihi. Tapi seringnya, setelah selesai, saya baca lagi bolak balik. Tunggu sampai emosi agak reda, baru bisa diedit dengan lebih ‘tenang’.
Walau kadang, ya gagal juga hahahaha :p. Masih tetap kecolongan energi negatif :(.
Jangan terlalu dipikirin respons orang-orang untuk topik yang kita rasa memang harus disuarakan :). Pertimbangkan saran 1 & 2 tadi, tapi pilihan tetap di tangan masing-masing. Jangan sampai mundur hanya karena tidak mau menerima konsekuensi akibat rasa takut/gak enak/dsb.
Ish, kesannya jadi ribet ya hahaha. Yah intinya dibawa happy aja sih, ya. Kita bebas memilih mau menulis apa saja tapi kita tidak bisa memilih konsekuensi yang akan timbul setelahnya. Termasuk tanggapan orang-orang terhadap opini kita.
Kendalikan apa yang bisa kita kendalikan tapi jangan malah muter-muter mikirin hal-hal yang di luar kuasa kita.
Remember this one, dari Dennis Wholey, “Happy people plan actions, they don’t plan results” ;).
Therefore, menulislah terus untuk kebaikan. Apa pun definisi kebaikan yang sanggup kita urai ya. Namanya juga manusia biasa. Mana ada yang sempurna :).