Suku Kurdi, mungkin merupakan etnis terbesar di dunia yang tidak memiliki “negara sendiri”. Mereka tersebar di berbagai wilayah Timur Tengah/Asia Barat dan Eropa Timur. Mayoritas berada di Turki, Iran, Irak dan Suriah.
Etnis Kurdi beda lagi dengan Arab, Persia dan Turki. Di Teheran dulu saya norak, saya sangka banyak orang bule tinggal di Iran hahaha. Ternyata penampakan orang Persia beda dengan orang Arab. Bahasanya pun beda walau sama-sama menggunakan huruf Hijaiyah.
For info, Iran menggunakan bahasa Farsi sebagai bahasa nasional mereka.
Orang Turki juga beda dengan orang Arab. Dan beda lagi dengan orang Persia. Ternyata, etnis Kurdi pun ya dianggap beda.
Belum lagi etnis-etnis campuran Arab-Eropa Timur. Di Afghanistan dan sekitar banyak etnis-etnis minoritas non Arab yang sedihnya, walau agama sama, tapi ya diskriminasi fisiknya tetap ada :(.
Di masa kekuasaan Turki-Ottaman, para etnis ini tergabung dalam kekhalifahan yang sama. Hingga akhirnya di awal abad ke-20, pasca Perang Dunia 1, banyak wilayah memerdekakan diri.
Etnis-etnis besar seperti Arab-Persia-Turki kebagian negara masing-masing. Bangsa Arab malah terpecah jadi beberapa negara. Persia bersatu di Iran. Nah, suku Kurdi ini yang tidak kebagian otoritas wilayah sendiri berupa negara khusus.
Di berbagai negara tinggal mereka, kaum nasionalis Kurdi terus berusaha memerdekakan diri. Termasuk di Turki :(. Dua bom yang meledak berturut-turut di tahun 2016 di ibukota Ankara adalah 2 bukti memuncaknya ketegangan antara otoritas Turki dan pemberontak Kurdi di sana.
Di Irak sendiri mereka sudah lebih “lunak”. Di masa pemerintahan Presiden Saddam Husein, orang-orang Kurdi mengalami tekanan terberat dan diisolasi habis-habisan.
Kini, orang-orang Kurdi di Irak hidup “damai” di sebuah wilayah otonomi khusus, Kurdistan. Kurdistan sendiri masih bagian dari negara Irak.
Salah satu teman, Istiadzah Rohyati, tinggalnya di Kurdistan-Irak ini. Jadi tahu bahwa orang Kurdi di sana punya bahasa sendiri, bendera sendiri dan sebagainya.
Dari Iran rasanya juga belum banyak berita soal ketegangan Kurdi dan pemerintah resmi. Tapi pergerakan separatis Kurdi di sana juga mungkin ada. Di Suriah pun mungkin begitu. CMIIW.
Saya terus terang bingung, mengapa orang Kurdi ini ngotot banget memisahkan diri? Apa karena rasa nasionalisme apa karena tekanan diskriminasi yang mereka terima? Mereka sadar jumlahnya banyak? Pasti signifikan kalau melawan?
Karena etnis minoritas di tempat lain rata-rata memilih hengkang mencari kehidupan yang lebih baik. Misalnya etnis Hazara di Afghanistan yang merantau pergi ke negara-negara lain, meninggalkan tanah kelahiran mencari masa depan lebih baik. Walau mayoritas harus melakoni “pekerjaan kasar” di negara lain. Jumlahnya sangat sedikit soalnya.
Sedih, ya :(.
Kalau kita berpikir Rohingya terusir dari Burma karena perbedaan agama, lantas apa yang terjadi dengan Kurdi dan Hazara? Mereka juga mayoritas muslim, kok :'(. Mengapa mereka berpikir mereka berbeda dan mengapa dibeda-bedakan?
Dari sisi otoritas resmi, misalnya pemerintahan Turki, tak bisa kita salahkan begitu saja. Toh, sebenarnya isu gerakan separatisme ini bisa ada di mana-mana. Termasuk di Indonesia. Ramai-ramai menyoal soal Densus 88 kan ya sama-sama mencegah upaya terorisme dalam rangka usaha memisahkan diri atau mengacau keamanan dalam negeri.
Sama! Di Turki pun begitu.
Konflik bersenjata antara Pemerintah Turki dan beberapa kelompok separatis Suku Kurdi di Turki sudah berlangsung sejak tahun 70-an hingga kini.
Tuntutannya beragam. Ada yang garis keras minta berdiri sebagai negara sendiri, ada yang ingin otonomi khusus atau sekadar mendapat porsi yang “layak” di pemerintahan. Pening, ya. Kelompok-kelompok perwakilan Kurdi-nya saja enggak kompak.
Jadi ingat kelompok Taliban di Afghanistan dan sudah menyebar ke Pakistan. Grup-grupnya juga banyak dan kadang berantem sesama mereka sendiri. Cita-citanya sama, mau mendirikan negara Islam. Tapi “Islam” versi mereka masing-masing? :(.
Kelompok pemberontak terbesar di Turki adalah Partai Pekerja Kurdistan. Mereka sudah dilabeli “kelompok teroris” oleh Turki dan negara-negara “satu gengnya”. Siapa saja? Ya termasuk US, Nato, dan Uni Eropa. Turki memang anggota NATO.
Saya juga kalau jadi pemimpin suatu negeri ya pasti seperti buah simalakama, ya. Dibiarin ya mereka mengacau. Diladenin ya mereka bisa ambil kesempatan. Dikerasin? Mereka ngebom membabi buta! *pijetKening*.
Masalahnya, banyak pihak lain mengambil kesempatan untuk kepentingan mereka sendiri. Pemasok senjata misalnya. Atau mereka yang punya “niat tertentu”. Tidak segan menjual senjata bahkan mendanai kelompok separatis ini.
Paling sulit memang berada di posisi pemerintahan Turki atau pemerintahan resmi negara mana pun yang berkonfrontasi langsung dengan kelompok pemberontak.
Bom Istanbul belum jelas siapa yang bertanggung jawab. Ini juga merupakan bom ke-2 di Istanbul. Kalau tidak salah, bom pertama yang mengaku itu “afiliasi ISIS”. CMIIW, ya. Kalau yang Ankara, dua-duanya sudah diklaim oleh “geng Kurdi” di sana.
Ada enlightment dari suami soal gerakan separatisme ini.
Sebenarnya, beberapa negara maju yang modelnya multi state seperti UK pun tak luput dari tuntutan pemisahan diri.
Masih ingat referendum Skotlandia tahun 2014?
Cuma di negara-negara maju, “peradaban” sosial budaya mereka jauh lebih maju daripada kita di negara-negara berkembang. Enggak harus selalu lempar bom kalau lagi ngambek. Irlandia Utara tapi beda lagi kasusnya.
Hasil referendum Skotlandia? Mayoritas warga masih memilih berada di bawah naungan UK. For info, Scottish ini punya bahasa sendiri juga dulu. Scottish English juga punya aksen khas.
Lalu, mengapa mereka akhirnya banyak yang masih manut ke UK? Ya karena perutnya kenyaaaaaaang ^_^. Secara sosial-ekonomi ya mereka sebenarnya baik-baik saja. Rewel-rewel dikitlah paling. Diskriminasi nyaris tidak ada.
Intinya ya itu-itu juga … betapa keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi dan pemerataan pembangunan memang efeknya tidak kecil (y).
Teringat kembali penggalan dari Buya Syafii Ma’arif, “Benarkah Dunia Islam itu ringkih? Tanpa memerlukan data hasil riset yang mendalam, berdasarkan pengamatan umum saja, pasti jawabannya: benar! Kesenjangan sosial-ekonomi hampir merata di seluruh dunia Islam. Keadilan yang demikian keras diperintahkan Alquran tidak digubris oleh penguasa …”
Suami saya benar. Ini sih ujung-ujungnya urusan perut, kok :(.
Mayoritas beragama sama pun tidak membuat berbagai etnis ini bisa hidup damai berdampingan.
Perbedaan itu sunnatullah. Jangankan beda keyakinan walau sama-sama mengaku mengacu ke kitab suci yang sama, tafsir ya bisa beda-beda. Perbedaan fisik lebih susah lagi kita “lawan”. Itu datangnya dari siapa coba? Siapa sih yang pernah meminta kita ini ingin dilahirkan dari etnis mana?
Sudah tahu memang akan berbeda, mengapa sulit bekerja sama di bidang lain yang kita pasti sepakat? :(. Kurang banyak orang miskin di dunia yang perlu dikasih makan? :(. Kurang banyak anak yatim nan terlantar yang bisa kita diskusikan penanganannya? :(.
Perbedaan sesungguhnya memperkaya. Senang kan kalau punya banyak teman dari banyak budaya. Apa enggak kepo pengin tahu makna dibalik kepercayaan-kepercayaan lokal mereka?
Misalnya saya selalu tertarik dengan gerakan-gerakan Yoga yang katanya berasal dari penganut Budha. Ada banyak filosofi hidup yang tercermin dalam ritual Yoga ini. Try to learn and you’ll be surprised :).
Tapi sepertinya kita lebih sering suka membatasi diri kita sendiri. Membangun tembok-tembok pembatas untuk mempertegas betapa berbedanya kita dengan “mereka di luar sana”.
“We build too many walls and not enough bridges.” -Isaac Newton-
Robohkan dindingnya. Bangunlah penghubung dan seberangi ketakutan-ketakutan dan ego kita sendiri. Again… you’ll be surprised ;).
Di Indonesia, jangan ikut-ikutan “korslet” seperti “mereka” di luar sana :(. Konflik bersenjata untuk urusan apa pun tidak akan membawa kita ke mana-mana.
Syukuri kesanggupan kita hidup bersama dalam perbedaan selama puluhan tahun. More years, even centuries, to come. Aamiin.
Faktanya, tidak banyak tempat di dunia ini yang bisa “senyaman” Sang Zamrud Khatulistiwa ini <3.