X

Biarpun Saya Pergi Jauh

Tinggal di luar negeri itu memang keren. Saya sih tidak akan membantah *benerinPoni*. Tergantung dari sudut mana kita mendefinisikan arti kata “keren” ini. Nah lo, mulai meracau dia hahahahaha.



Kalau saya memang dari kecil sudah selalu ingin keluar dari lingkungan tinggal saya. Selalu penasaran dengan tempat-tempat lain di luar sana. Padahal saya ini tidak punya jiwa traveling hahahaha. Serius. Saya anak rumahan.

Waktu membaca hasil UMPTN di koran, tahu saya lulus di UI, malamnya enggak bisa tidur, nyengiiiiiirrrr terus di atas kasur 😀. Bukan hanya karena nama besar UI-nya yang bikin saya terbang, tapi keinginan untuk hidup di ‘dunia lain’ itu yang juga bikin tambah semangat. Duh, harusnya jangan pakai istilah “dunia lain”, ya, hahahahahha. Bisa ganda itu maksudnya 😛.

Ternyata, jauh-jauh naik kapal laut dari pelabuhan Makassar ke Tanjung Priuk-Jakarta bukan satu-satunya kesempatan yang dianugerahkan Tuhan untuk keinginan “pergi jauh” ini . Waktu kerja di ULI, beberapa kali bolak balik Surabaya. Masih pengantin baru pulak hihihi. Puk-puk suami yang sering ditinggal dulu 😛.

Setelah resign, malah ikut diboyong ke Tehran.

Tehran yang penuh kontroversi dan sempat menjadi headline di koran-koran tanah air karena di tahun 2009 itu lagi sengit-sengitnya kepada Paman Sam. Baru paham mengapa situasi memanas, tahun itu ternyata ada Pilpres di Iran.

Jangan dikira Ahmadinejad yang kelihatannya sederhana itu tidak membuat Paman Sam dkk-nya kebat kebit. Pasca Pilpres yang tetap melambungkan nama Ahmadinejad sebagai orang nomor satu di Iran, media-media internasional bahu membahu menyebar berita hoax soal kerusuhan di Tehran.

Bokis abisssss hahahhaha. Wong waktu itu saya tinggal di wilayah Vanak Street yang tak jauh dari jantung kota Tehran. CNN-BBC-Al Jazeera dan beberapa media Saudi kompak banget menyebar fitnah soal rusuhnya Tehran pasca Ahmadinejad terpilih. Inbox saya penuh kiriman pesan dari sanak kerabat dan teman-teman di tanah air.

Ibu mertua juga ‘panik’. Kami sendiri memang ada masalah waktu itu. Tapi sama sekali tidak ada hubungannya dengan Pilpres di Iran 😀.

Tinggal di Tehran jelas menambah wawasan saya mengenai polemik politik di Timur Tengah. Membuat saya merasa perlu meluruskan banyaknya tuduhan sepihak kepada pemerintahan Iran yang kini kencang berhembus pasca Suriah mengalami ‘masalah’.

Sayangnya, ngoceh dikit pasti langsung dituding Syiah yang lagi bertaqiyyah hahahaha.

Sebagai muslim saya percaya, kita tak seharusnya memisahkan politik dari kehidupan beragama . Tapi kita pun tak semestinya berdiam diri kala agama “diperjualbelikan” untuk kepentingan politik sesaat . Apalagi dipakai untuk menebar kebencian untuk kepentingan golongan tertentu.

“Hukuman bagi para ulama adalah matinya hati. Dan matinya hati adalah beramal dengan amalan akhirat untuk kepentingan dunia.” -Imam Hasan Al Bashri-

Dari Tehran pindah ke Jeddah semakin menyempurnakan pemahaman tentang rumitnya lika liku politik di Timur Tengah. Makin pijat-pijat kening.

Sungguh lucu melihat persepsi-persepsi bertentangan yang muncul. Saat dengan mata kepala sendiri melihat gedung kedutaan Amerika Serikat berdiri gagah di kota Jeddah. Padahal, ibukota Saudi itu kan Riyadh. Tentu saja, yang di Riyadh ya pasti lebih gede lagi hihihi. Yang di Jeddah, temboknya ada 3 lapis, Kakaaaa 😀.

Sementara saya juga pernah melihat kantor yang sama di salah satu sudut kota Tehran. Di Jeddah berdiri megah, di Tehran tinggal puing-puingnya saja.

Begitu mudahnya menemukan gerai-gerai internasional asal Amerika Serikat di seluruh penjuru Saudi. Sementara penderitaan pertama kami di Tehran adalah enggak cocok sama masakannya hehehe. Dan sulit mau jajan, nama-nama restonya enggak ada yang terkenal, euy. Mana bisa menemukan Pizza Hut, McD atau KFC di Iran! 😉.

Hidup di Jeddah berlimpah materi makanya hepi-hepi saja hihihi. Tapi terselip pula pelajaran hidup yang berkesan. Ya kan wajar saja. Harapannya tinggi bangetlah saat baru mulai tinggal di Negeri Penjaga Dua Kota Suci ini.

Ketika terjungkal oleh kenyataan yang cukup bertolak belakang, saatnya menyadari sesuatu yang lebih penting. Hati-hati dalam menyamakan antara penganut Islam vs ajaran Islam-nya itu sendiri . Hidup dekat dengan tanah suci justru memaksa saya untuk kembali merenungi isi-isi alquran, menjadi lebih rajin memperbaiki pemahaman agama . Blessing in disguise? Perhaps 🙂.

Lalu saatnya pindah ke sebuah kota kecil di wilayah Irlandia, Athlone. Tantangan terbesar adalah mengusir rasa kesepian. Sudah terbiasa ber haha hihi dengan teman-teman baik di Jeddah, harus beradaptasi dengan lingkungan yang senyap .

Melarikan diri ke kegiatan menulis. Belum setahun di Athlone, sudah menghasilkan 2 buku solo ^_^. Makin ke sini kok makin banyakan berkoar-koar di FB/blog nih hahahaha . Bukunya manaaaaaaa? -_-

Di Athlone juga kemampuan memasak meningkat pesat hihihi. Sekarang kalau lihat resep sudah gaya, lho. Tidak pernah lagi memperhatikan takaran . Malah kalau malas googlling, langsung saja beraksi sendiri di dapur. Nebak-nebak bumbu sudah canggih. Walau rasa mungkin masih jauh dari sempurna hahaha. Another blessing in disguise ya 😉.

Melihat lebih dekat dan berusaha memahami, membandingkan dan sebisa mungkin tidak menghakimi mengenai perbedaan-perbedaan tentang cara hidup di negara berkembang vs negara maju . Walau sebagai manusia biasa, pasti hawa nafsunya sukar dikendalikan. Apalagi yang dari sananya memang ber’tegangan tinggi’ macam saya hahahaha *LOL*.

Tapi tetap lho, bertahun-tahun pergi jauh, makanan favorit tak pernah berubah . Dikepung oleh resto-resto mahal yang menggoda dengan harga sangat terjangkau di Jeddah tidak pernah membuat lidah saya mendadak go internesyenel macam Kakak Agnes hihihihi 😛.

Kalau makan ya ke rumah makan Pasundan atau ke warteg Rindu Alam . Atau pesan dari katering rumahan ibu-ibu dari Indonesia yang jago masak . Sering juga duduk manis sekeluarga di Mr.Sate menikmati ayam bakar atau ikan bakar yang sambelnya sangat memorable ituh 😀.

Walau di Athlone sudah mulai membiasakan diri mengganti nasi putih dengan roti dan kentang, tapi teteeeeepp… Saban ke Dublin, mampir beli tempe duyuuuuuuuu hihihihi 😛.

Memang ya, kalau sudah jauh dari tanah air, rasanya lebih mudah melihat ke dalam. Maksudnya lebih mampu memetakan hal-hal positif dan hal-hal yang masih perlu diperbaiki di negeri sendiri. Kan melihatnya dari “luar” setelah sekian lama pernah ada di “dalam” .

Dan memang juga kalau sudah enak di luar, ya ngapain sih musing-musingin kepala mikirin tanah air yang sudah ditinggalkan. Paling mikirin keluarga sendiri aja yang masih di sana. Urusan-urusan lain ya bikin mumet saja. Kita sudah enak kok tinggal di luar negeri.

Di Tehran puas melihat kota yang cantik teratur dan bersih, di Jeddah secara ekonomi penghasilan sangat mantap, di Athlone kehidupan cukup mapan lahir batin 🙂. Ngapain coba sok-sok peduli sama kehidupan di tanah air.

Enggak boleh gitu, yuk hehehe. Kalau kata orang bijak (sumpah bukan saya!), “Tak akan lupa kacang pada kulitnya” ^_^. Ya kali-kali nanti mau balik lagi ke Indonesia.

Mungkin hingga kin sampai nanti, kita belum diberi kesempatan merasakan Indonesia yang lebih baik. Tapi bolehlah kita semua berjuang dan berharap generasi penerus kita kelak yang akan merasakan sejahteranya Sang Negeri Khatulistiwa ini.

“Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai … engkau kuhargai 

Untuk teman-teman di luar negeri, di Pilpres 2014 ini, jangan golput! Pilih no.1 atau no.2, setidaknya tunjukkan kalau kita masih peduli 😉.

 

davincka@gmail.com:

View Comments (19)

  • Video permainan angklungnya keren... i love it!

    Maaf ya, bahas video :)
    Itu bisa menjadi referensi untuk penampilan tim putriku (Nana) berikutnya. Dulu ia bersama tim angklungnya juga pernah memainkan "Tanah Airku".
    Yang versi orchestra ini inspiratif banget, hanya memainkan angklung tanpa vokal saat putaran yang kedua. Jadinya tampak keren, kerasa banget getaran angklungnya.

    Kalo versi yg pernah dimainkan Nana & tim, vokalnya dominan barengan sama angklung shg suara angklungnya gak menonjol. [Video di sini]. Nana kebagian pegang piano di belakang.

  • kalau sudah keluar dari zona nyaman (read : tanah kelahiran) biasanya emang bisa jadi lebih melihat dengan jelas ya mbak. kita juga jadi tahu apa yang terjadi di luar dan perasaan lebih cinta ke tanah kelahiran.

    terlepas dari semua kemelut dan gejolak disini, aku menghargai banget orang seperti mbak jihan yang masih menyintai negeri sendiri dan memberi andil positif karena banyak juga temen yang aku kenal, ketika udah enak di luar, malah kalau bisa ganti warga negara sekalian. bikin status jelek-jelekin dan banding-bandingin negara sana sm indonesia *tepok-tepokjidat

    • Soalnya di tempat mana pun rumusnya sama sih, ya. Pasti ada jeleknya dan ada bagusnya. Termasuk Indonesia tentunya ;).

  • wah,,,sama dong kak, saya juga suka penasaran terhadap hal baru terutama lingkungan baru.dari SMP - kuliah sudah ngekos, maklum cah ndeso, cari sekolah yang agak kota. pingin ngincipi hidup di luar negri, tapi belum kesampaian.
    bagaimanapun tetap nyoblos tanggal 9 Juli, WNI di Irlandia gimana cara nyoblosny? sayang di Indonesia belum ada pemilu secara online =)

  • Kirain mau nyisipin sedikiiitttt pesen sponsor di paragraf akhir. Eh, tahunya nggak. Takut di bully, yak? Huahaha...
    Eh, syiah yg lg bertaqiyyah itu apaan sih.. sumpahhhh, tak ngertiiii.... :)

    • Lah kan udah sering menulis tentang "stand on the right side" hihihi. Bukan takut dong tapi kan memang ini kampanye anti golput ^_^. Kalau dukungan untuk Pakde, tenaaaaanggg, masih ada minimal 2 seri lagi hahahahaha :D

  • iya yaa... kayanya kalau ada yang ngomong iran, atau bela iran selalu dibilang syiah...

    • Hihihihihi, politik dunia lagi memanas soalnya, Mbak. Sunni vs Syiah dihidupkan untuk memenuhi ambisi "pihak ituh" untuk menjungkalkan Iran dan sekutu-sekutunya ;). Adu domba itu memang taktik yang paling jitu dan murah meriah ^_^. Apalagi kalau udah urusan agama, beuuuhhhh, Eropa yang se'mature' ini pun dulunya tak lepas dari pertikaian agama bersimbah darah ;)

      • padahal "pihak Ituuhh" dan kroninya kan punya tujuan khusus dengan menjungkalkan Iran dan Syiria ya Mba...

        Kalo di Eropa yang mba maksud salah satunya Irlandia dan Irlandia utara serta bekas Yugoslavia ya Mba... *sotoy

  • duuuhh... keren banget euyyy... beli tempe aja di Dublin.. salam buat Bono yah *salahfokus*

  • Mbak, bagi informasi dong kalau di Dublin beli tempenya di mana? Aku September ini ke Dublin lagi dan mau mapping bumbu Asia.

      • gak tahu, suami juga gak tahu. coba aku google abis ini. makasih banyak ya mbak, semoga suatu hari nanti kita bisa ketemu di Irlandia.

  • Aku jadi merinding lihat videonya. Belum pernah sih kesampaian tinggal di luar negeri. Kayaknya bakal kangen makanan Indonesia kalau tinggal di luar ya.