Kalau nyari serial drama tapi gak terlalu mellow, gak terlalu banyak konflik nan dramatis bla bla bla, plotnya rileks tapi ceritanya tetep menarik untuk diikuti tapi gak terlalu bikin nagih jadi bisa maraton satu season sekaligus (hihihi), Virgin River ini salah satu rekomendasi saya ;).
Tadinya saya pikir ini cerita-cerita sinetron ala US di channel Hallmark, tapi ternyata Virgin River enggak se’sinetron’ ituh :D. Not bad at all, keren malah.
Serial yang diangkat dari novel dengan judul yang sama bersetting di sebuah kota mungil yang kelihatannya santai dan tenang di belahan utara California. Virgin River itulah nama kotanya.
Baca Juga : “Netflix Original : Sex Life (a Review)”
Ada aneka rupa tokoh yang diceritakan dalam serial ini dengan konfliknya masing-masing. Tapi kisah berpusat pada tokoh Melinda Monroe (Mel), seorang perawat senior yang tiba-tiba pindah dari hingar bingarnya Los Angeles menuju kota kecil Virgin River.
Mel menerima tawaran kerja dari sebuah klinik di sana yang selama ini hanya di-handle oleh seorang dokter senior, Vernon Mullins (Doc). Awalnya Doc nampak ogah-ogahan dengan kehadiran Mel. Yang nawarin kerja ternyata adalah Bu Mayor, Hope McDrea (Hope), walikotanya Virgin River.
Belakangan diketahui si Hope dan Doc ternyata adalah … nonton sendiri dong aaaahhh :p. Berusaha gak ada spoiler nih ceritanya hehehe.
Baca Juga : “Netflix : The Social Dilemma, Dilema Media Sosial dan Era Digital vs Rahasia Data Pribadi”
Serial original Netflix umumnya punya ciri khas ‘banyak flashback’. Jadi latar belakang Mel misalnya, diceritakan sepotong-sepotong hingga akhirnya ketahuan alasan si eneng ujug-ujug kabur ke kota kecil ini.
Di Virgin River, Mel langsung menarik perhatian orang-orang. Maklum yah kota kecil begini, mirip di Indonesia lah, orang-orangnya lebih rumpi hihihi. Berita menyebar cepat soal kehadiran Mel.
Serial ini juga cukup mudah ditebak begitu Mel kenalan dengan Jack Sheridan, seorang marinir yang punya bar/kafe di Virgin River. Kafenya Jack ini jadi tempat ngumpul-ngumpul di sana. That’s why, Jack is very popular, termasuk sifatnya yang sangat ramah, gampang akrab, ringan tangan membantu siapa saja.
Bagai si Boy (Catatan si Boy) ala bule kota kecil gitu kali ya hahahaha.
Tapi pemerannya Jack ini pernah jadi tokoh Dokter Nathan di Grey’s Anatomy dan eike udah demen sama dese sejak itu. Orangnya lakik banget euy. Versi saya, yes? Sayang enggak lanjut di GA, cuma satu apa dua season gitu.
Untunglah ketemu lagi di Virgin River. ((KETEMU))!! Hahahahaha.
Walau tokoh-tokohnya banyak juga yang udah manula (literally! hahaha) ceritanya tetep menarik banget, deh. Kisah Mel dan Jack yang sangat mature, sesuai usia tokoh yang kayaknya 30 an ke atas gitu emang ya, enggak toxic – enggak bikin gemes berlebihan – enggak imut imut ga jelas dst dst.
Beginilah review dari emak-emak pra manula yang nampak udah lelah dengan aneka rupa kisah-kisah romantis menguras emosi? Wkwkwk.
Ada juga tokoh Preacher, rekan marinirnya Jack yang juga kerja bareng di kafe. Ada Lily yang sekilas numpang lewat tapi memberikan warna yang cukup signifikan pada film ini. Ada Brady, Charmaine, Ricky, dll juga.
Konfliknya enggak ecek-ecek tapi juga bukan yang bombastis gak mutu gitu. Entahlah, semuanya pas aja rasanya. Enggak bikin mabok sampai kudu begadang ngabisin episodenya. Enggak ngebosenin juga.
Enak diliat dalam suasana santai. Tapi seru juga loh. Tiap akhir episode para penonton diberi kejutan-kejutan kecil yang bikin gatel penasaran. Di akhir season, kejutannya lebih gempar.
Sekarang sudah selesai 3 season. Season 4 is on the way. Konfliknya cukup dalam tapi tidak rumit.
Kedewasaan tokoh Mel yang dimainkan oleh sangat apik oleh aktris Alexandra Breckenridge. Mel ini cukup tenang dan gak banyak drama tapi ya emosional juga kadang-kadang.
Tokoh Jack -nya di season 1 terlalu flawless :p. Tapi makin ke belakang lebih masuk akal lah. Ada juga beberapa keputusannya yang kurang sempurna. Lebih terasa real human :).
Apa ya, seperti yang saya bilang tadi, penggambaran tokoh-tokohnya cukup “pas”. Enggak lebay tapi gak datar-datar aja. Ada tante Muriel yang sekilas dirasa antagonis but she is lovely and reasonable.
Khas serial Hollywood, film ini juga ada “tembak-tembakannya” loh hehehe. Tapi porsinya lagi-lagi … pas! (y). Kisah cintanya mencakup 3 generasi, komplit pokoknya :p.
Lokasi syutingnya cakep banget. Instead of mengambil latar di California, proses shooting dilakukan di wilayah Vancouver dan British Colombia, Kanada. Pantes cakepnya gila-gilaan <3.
Kota mungil ini juga mengingatkan pada Kota Athlone. Walau agak beda ya keseharian ala yurop vs US, tetep ajah jadi nostalgia sama Athlone.
Tapi kalok ditelusuri lagi ya emang secara setting tempat pun, Athlone beda banget sama Virgin River (setting : Kanada). Ini loh video Athlone boleh diintip dikit, yes? :p
Kalok lagi stres nemenin para murid onlenku yang tiada kunjung fokus ini (hahahaha), ingin rasanya waktu berputar kembali dan ngotot pengin di Athlone saja :p.
8 out of 10 untuk serial “membumi” ini :).
Selamat menonton ^_^.