Tadinya gak tertarik mau nonton “La La Land”, salah satu nominator The Best Picture Oscar 2017 ini.
First of all, gak doyan film MUSIKAL. Yup, dari dulu kutidak pernah tahu mengapa orang-orang tergila-gila pada film “Sound of Music” :p.
Baca Juga : “Review Film : Love, Rosie”
Alasan kedua, kok ya temanya nampak receh. Sepasang kekasih bertemu dan saling beradu mimpi di kota semacam Hollywood bla bla bla yadda yadda yadda. What’s new?
Waktu itu akhirnya nonton karena pengin banget nonton film tapi dari semua judul yang ada dalam list gak ketemu streaming yang oke. Jadi yah, daripada nonton ngasal-ngasal iseng lihat-lihat nominator Best Picture Oscar. Dan pilihan jatuh pada … La La Land ;).
Btw, berusaha untuk tidak spoiler dalam mereview film. Tapi ini kan film jadul masa belum nonton, sih? 😀
Ini film ringan. Ringan banget. Tapi tidak sereceh yang saya bayangkan. Mungkin sama seperti buku, many times it’s not about WHAT YOU WRITE but HOW YOU WRITE IT.
Baca Juga : “Review Film : 500 Days of Summer”
Sama kayak memasak juga ya. Dari bahan-bahan yang sama tapi kalau yang masak beda tangan, outputnya juga bisa beda.
Nontonnya tanpa beban walo baper sangat pas ending. Tidak terlupakan momen mereka saling memandang di scene penghabisan.
Natural ending sih sebenarnya. Cuma ya gimana dong yaaaaaa huhuhu.
Baca Juga : “Review Film Korea Pemenang Oscar : PARASITE”
Casual love story antara Sebastian (Ryan Gosling yang emang hobinya maen di pilem-pilem emessshhh, not a fan of his movies tapi inget The Notebook, yes?) dan Mia (Emma Stone).
Mereka berdua enggak sengaja kenalan di masa-masa sedang mencari peruntungan di dunia hiburan di La La Land.
Seb, tergila-gila dengan musik jazz yang ternyata secara materi kurang menjanjikan. Sementara Neng Mia bolak balik ikut casting sana sini untuk memenuhi impian menjadi aktris nan hits.
Walau sama-sama kebelet jadi seleb, toh tetap saja mereka dari dunia yang berbeda. Awalnya Mia sempat meledek Seb yang dikiranya hanya pemain band iseng-iseng pengisi acara pesta-pesta tanggung ala seleb-wannabe yang lagi pansos-pansos an hihihi.
Baca Juga : “Review Film : 96, Geliat film-film Kollywood”
Seb juga sempat meledek Mia yang ternyata saat itu memang hanya berprofesi sebagai seorang barista.
SEB : So you’re an actress? I thought you looked familiar. Have I seen you in anything?
MIA : Uhh, the coffee shop on the Warner Brothers lot, that’s a classic.
SEB : Oh I see.
MIA : Yeah.
SEB : So you’re a barista? And I can see how you could then look down on me from all the way up there.
Standar ya. Tapi terhibur banget dengan akting mereka berdua. Mungkin tantangan juga untuk berakting spesial di adegan-adegan yang sebenarnya sangat standar ini :D. Pas banget jika dua-duanya dapat nominasi Oscar. Emma Stone won anyway ;).
Seb pernah mencoba meninggalkan genre musik kecintaannya dengan ikut kelompok musik yang lagi hits dan akhirnya bisa ikut tur ke mana-mana. Tapi idealisme seringnya gak bisa bohong.
Baca Juga : “Review Film : The Favorite”
Begitulah kisahnya berjalan. Seb dan Mia bahu membahu menghadapi banyak kekesalan, kekecewaan
Cerita mengalir sangat asyik. Makanya endingnya terasa menyakitkan. Rasional tapi ya itu … periiiiihhh :p.
Proses menuju ending terasa mendadak. Tapi mungkin di sini ya terserah penafsiran penonton. Lagian apa yang terjadi ya sudah sering lah kita temukan dalam kisah-kisah percintaan dalam dunia selebriti bahkan dalam dunia kita sehari-hari.
Maksudnya jadi gimana dengan judul tulisannya? Ya makanya nonton sendiri sanaaaaaaaa hahahaha :p.