Saya sedang menikmati sepiring buah segar di pagi hari. Sebuah aplikasi di notebook yang sedang saya gunakan mendadak berkedip-kedip. Saya cek. Wah, anak sulung saya menelepon. Wajahnya muncul di layar.
“Ngapain, Ma? Ngobrol bentar, Ma, sama cucu.”
“Jangan sekarang. Ada deadline.”
“Ih, Oma sok sibuk,” goda anak saya.
“Iya, dong. Naskah buku ke-100. Siangan telepon lagi.”
Hubungan terputus.
Usia saya saat itu mungkin sekitar 55 tahun. Anak sulung tengah berada di New York. Si bungsu masih melanjutkan sekolah di London. Saya sendiri tinggal berdua suami di Jakarta.
Saya, yang tentu sudah bergelar nenek-nenek, tetap produktif dengan kegiatan saya. Memiliki fisik yang masih prima dan punya kehidupan sendiri. Tidak merasa perlu merecoki kehidupan anak-anak yang kini sudah tinggal jauh dari saya :).
Mengkhayal tentang masa depan, kebiasaan sejak kecil.
Misalnya usia 10 tahun, saya terseok-seok berusaha berjalan ke kaca besar yang tertempel di sisi dinding lain. Ekstra hati-hati agar high heels ibu yang kegedean di kaki tidak membuat saya terjungkal.
Susah payah berjalan, akhirnya saya bisa melihat sendiri bayangan saya. Cengar-cengir melihat lipstik yang ketebalan. Seperti badut, euy 😀. Saya tengah membayangkan diri saya sekitar belasan tahun ke depan. Kemana-mana bersepatu hak tinggi, berdandan komplit dan berbusana anggun.
Kenyataannya? Hampir 24 tahun berlalu sejak mematut diri di depan kaca tadi … jauh panggang dari api! Hahaha.
Technology … Beyond Our Imagination
Saya tipe konservatif for something called smartphone. Sampai sekarang, tak terbiasa dengan layar sentuh. Apalagi jika harus mengetik panjang lebar seperti hobi saya yang belakangan diniatkan menjadi profesi jangka panjang :D.
Kebanyakan ponsel yang sekarang berembel-embel smartphone tetap saya manfaatkan sebatas sms-an dan telepon-teleponan saja. Sekalian cek-cek email.
Kegiatan online lainnya tetap dilakukan melalui notebook dengan ukuran minimal 12 inchi. Kalau kecil-kecil kurang puas.Twitteran, facebook-an, semuanya via notebook.
Saya juga terbiasa mengetik dengan 10 jari. Kecepatannya bolehlah dibanggakan ;). Selain kemampuan merangkai kalimat, kecepatan dalam mengetik juga modal penting untuk profesi pilihan saya ini. Makanya, layar sentuh is out of my league :P.
Empat tahun terakhir ini kami sekeluarga bermukim di luar negeri. Berpindah-pindah dari Teheran, Jeddah hingga Athlone (Irlandia). Notebook, ya, harus ditenteng ke mana-mana.
Inginnya, kalau bepergian lama/jauh, notebook ada di tas jinjingan saya. Tapi, melihat perkakas para balita yang mendominasi isi tas, plus ukuran notebook yang ‘montok’ dan tidak ringan, notebook pun mengalah masuk koper.
Padahal, kalau transit biasanya lama. Anak-anak tidur pula. Saya enggak suka mainan gadget macam tablet dkk. Enakan mengkhayal :D. Di tempat seramai bandara, banyak ide tiba-tiba bertebaran di kepala.
Saya tipe observer (aka kepo, hihihi). Melihat sepasang laki-laki dan perempuan mengobrol saja, sudah macam-macam yang ada di pikiran. Pacarnya apa saudaranya, jangan-jangan mereka mau kawin lari. Padahal mungkin mereka hanya berdiskusi soal jam berapa pesawat mereka lepas landas. Hahaha.
Bila bosan, saya mengomel ke suami, “Coba ada notebook. Bisa jadi ini satu cerpen.” Ujung-ujungnya main game di ponsel. Tidak produktif banget -_-.
Padahal, profesi menulis itu, seperti keterampilan lain pada umumnya, “Makin dilatih makin terlatih.”
Kapan bisa punya notebook tipis, ya? Yang tipis mungkin sudah banyak. Harganya yang bikin galau :P.
Sementara saya masih berkhayal, beberapa produk notebook sudah meluncurkan salah satu inovasi terbarunya di tanah air, notebook tipis! :D.
Price vs Value, Komplit Tak Selalu Berarti Mahal
Harga minimalis dengan manfaat optimal selalu menjadi pilihan utama saya. Termasuk kalau milih gadget.
Pertimbangan pertama tentu kebutuhan. Saya jelas bukan gamer. Sampai sekarang kemampuan saya mentok di tetris dkk saja :D. Penggunaan notebook hanya sebatas office basic, browsing dan multimedia. Tidak perlu kapasitas yang canggih-canggih amat.
Dari dini juga saya membiasakan diri untuk tidak hidup rempong hehe. Sebisa mungkin belajar mengerjakan semua sendiri. Di masa tua nanti, siapa yang tahu ya kita akan tinggal dengan siapa. Bukannya nakut-nakutin hehe. Rajin menabung agar di masa tua tidak ‘mengemis’ ke anak-anak dan keluarganya. Saya tak ingin anak-anak merasa wajib memberi nafkah kepada orang tuanya setelah mereka dewasa dan orang tua sudah tidak bekerja. Itu bukan tanggung jawab utama mereka :). Tapi mereka mau dan ikhlas, ya tidak masalah.
Hidup apa adanya juga penting. Kalau sudah biasa punya banyak pernak pernik, baju mesti ini itu, tas mesti lengkap, aksesoris rupa-rupa, punya perabotan mahal, makan di tempat-tempat mewah, biasanya akan terbawa hingga tua. Padahal, sekali lagi, masa depan kita siapa yang menjamin :).
Makanya, yang biasa-biasa saja dalam setiap tahapan kehidupan. Banyak uang, sedikit uang, hati tak pernah resah ^_^. Sudah terbiasa hidup sederhana di masa jaya, tentu tak susah berdamai saat (mungkin) kejayaan materi tak lagi berpihak pada kita. Itu juga fungsinya tabungan, kan? Sebagai cadangan di masa-masa ‘paceklik’. Jika kita mujur, hingga menutup usia cadangan tak terpakai, bisa kita wakafkan kepada orang yang membutuhkan :). Selamat dunia akhirat in shaa Allah. Aamiin *khusyuk*.
Aktif Kini, Produktif Hingga Nanti
By failing to prepare, you are preparing to fail -Benjamin Franklin-
Masa tua dikondisikan dari sekarang. Walau umur sepenuhnya kebijaksaan Tuhan, tidak ada salahnya berharap dan bersiap.
Dengan kondisi 2 balita sekarang, sebagian besar waktu tercurah untuk mereka. Saya setuju bila menjadi orang tua adalah profesi seumur hidup. Tapi, waktu akan berjalan, situasi berubah. Perannya tetap sama, menjalaninya yang akan berbeda.
Anak-anak akan dewasa. Sedari kini, mulai saya persiapkan amunisi jika kelak Tuhan mengizinkan saya hidup lebih lama dan anak-anak telah berlabuh mejauh. Kesehatan mulai dijaga serius. Dari sekarang memperbanyak buah-buahan dan sayuran dalam konsumsi harian. Tak ingin menjadi penghalang anak-anak jika mereka ingin melangkah lebih lapang.
Dipilihlah profesi yang bisa dicicil-cicil dari sekarang dengan waktu dan sikon yang ada, yang kira-kira bisa bertahan hingga usia tak muda lagi, di suatu hari nanti :). Kebetulan ketemu hobi yang dirasa pas, menulis :).
Menulis, keterampilan yang harus terus dilatih. Practice makes perfect. Sebagai salah satu penunjang, kemajuan teknologi yang makin gila-gilaan tidak boleh disia-siakan.
Makin aktif menulis, terus produktif hingga akhir.
Sementara, tetaplah berkhayal. Siapa yang tahu, ada kejutan/inovasi apalagi dari teknologi nanti? ;).
You can never be too rich or TOO THIN -Wallis Simpson-
***
View Comments (78)
Salam kenal mba Je....saya Dian. selama ini silent reader mulu. Tau mba Je dari TUM, krn penasaran akhirnya ceki ceki deh ke situs blog pny situ. Asli....enak baca blognya, rame, lucu ampe saya jg ikutan ketawa *cengar cengir sendiri tentunya :D tapi sarat info jg. Apalagi yg ini, saya serasa dijewer klo mempersiapkan kegiatan masa tua nanti ya kudu dimulai dari sekarang, ga bisa instan. Terima kasihnya ya utk remindernya
HIhihii, agak-agak salah fokus ya ini tulisannya :D. Dari review produk mengapa menjadi drama beginiiiii... haahahahaha. Terima kasih juga sudah mampir :).
hahahahahhaha ketjean yang mbak baju hitam di atas dong, Cameron Diaz nya gak pake poni siiih jadi keliatan lebih tua dari umurnya. Dan toss buat males pake touchscreen, meski hubby bilang masalah kebiasaan hadeh itu typo berat seriiiing bgt udah malas membiasakan diri. Aku suka banget quotes quotesnya hahahaha kamu bawa bawa tokoh skandal Inggris lagi ya kayaknya kebanyakan baca tabloid negara tetangga iniiih
Iyaaaaa, skandal-skandal kerajaan memang makanan empuk Ratu Drama macam eike :P :P. Btw, soal touchscreen suami bilang, "Konservatif apa gaptek?" Hahahhaha.
Selalu, cetar membahana tulisanmu mbak ^^
Stres ah lihat tulisan lain. Artikelku enggak nyambung begini hehehehe :P
Kalau lagi beruntung, ndak nyambung juga bisa menang kok mbak. Apalagi tulisan mbak Jihan termasuk tulisan favorit juri :)
menimati masa tua sambil notebook an , ya...ehm bisa jadi berapa buku tuch mak :)
Sesuai khayalan, usia 55 lagi bikin naskah buku ke-100, Mak Rina :D. Sekitar 21 tahun lagi nih. Masih 98 buku yang harus dikejar, hahahaha *ngelapKeringat*
mau ah jd cucunya...neneknya aja imut beginih gimana cucunya coba :p
Ngeledek yaaaaa hehe :D. Sudah jadi join KEB? CEpet kok biasanya diapprove. Asal langsung reply inbox dari makminnya ;)
Jadi, siapaaaa yang moto foto pertama ituuuu...? :)
Aih, kau ini mbak.. beneran langsing, ya! Dan bisaaaa aja bikin narasinya, padahal kan mau narsis mejeng foto sendiri sampe berderet2 gitu... iya, kaaannn? ;)
Ini postingan ke2 yg kubaca di GA yang sama. Dan udah pasti, kudoain menang juga lah, kau ini blogger pujaan... :)
Kok tauuuu, Neng Fitri *nyengir100Centi*. Tadinya mau dibuang, cuma ya, hasrat narsis memang sukar dibendung :D. Tapi, setelah liat tulisan-tulisan peserta lain, tulisan eike luar biasa enggak nyambungnya hahaha.
maaak...
cantik beneerrr...@_@
trus bisa aja nyempilin narsis di postingan serius begini..aih, ini beda nih....suka bacanya...:D
Hihihihihihi, Setelah membaca tulisan yang lain2, tulisan saya emang lost in translation banget yak. Alias kagak nyambung kuadrat. Narsis pulak --> tunggu disambit juri ajah hahaha.
yang ini beda,barusan liat2 tulisan yg lain. kepikiran aja ya dibikin seperti ini. salam kenal mba jihan davincka. mau join ke emak2 blogger.com juga, ah.
Salam kenal juga Mbak Hanum. Eh, linknya blognya apa, Mbak? Join ke grup "Kumpulan Emak2 Blogger" di Facebook juga, ya. Syaratnya simpel aja : 1. Perempuan 2. Punya blog :D. Welcome, welcome :).
duhhhh saya selalu minder klo mak jihan ikut. kali ini juga jiper sebenerny tapi y udalah udah masuk sumur terlanjur basah haha
Jiaaahhhh :D. Semua tergantung selera juri, Mak ;). Faktor keberuntungan berbicara lebih banyak, kok, biasanya
ini review produk apa narsisme ratu drama seeeh wkwwkkw... Tapi tetep laah, orang IT review produk komputernya mantap. Sukses ya Jiii...
Hihihihihi. Asal narsisnya masih sesuai 'alur cerita' seharusnya masih dimaafkan :P. Btw, di Jakarta kan, Mbak? Salam-salamin ya hehehe