Namanya juga ibu-ibu. Begitu mendengar Laos, selain sudah tahu bahwa Laos adalah salah satu negara ASEAN, pikiran langsung bercampur dengan urusan dapur :P. Laos adalah nama lain dari lengkuas, salah satu bumbu khas di tanah air.
Untuk sebagian besar masakan utama nusantara, laos hanya dikenal sebagai bumbu tambahan. Tapi ketidakhadirannya memiliki pengaruh yang tidak kecil. Walau tak terlihat, cita rasa lengkuas mempengaruhi rasa keseluruhan masakan.
Hal yang sama bisa kita analogikan untuk kehadiran negara Laos di tengah-tengah negara ASEAN lainnya. Bersama Vietnam, Kamboja dan Myanmar, Laos termasuk pendatang baru dalam Komunitas ASEAN. Kehadiran keempat anggota tambahan ini membuat ASEAN makin semarak sekaligus menimbulkan ketimpangan. Terutama dalam urusan pendapatan negara alias … urusan duit. Hehehe.
Bukannya mata duitan :D. Soalnya kerjasama dalam bidang Ekonomi adalah salah satu dari 3 pilar utama yang ingin dikejar dalam kesuksesan kerjasama Komunitas ASEAN 2015 nanti, selain bidang Keamanan dan Sosial Budaya.
Seperti yang pernah saya tekankan dalam penutup tulisan saya yang lalu,
Menuju terbentuknya Komunitas ASEAN 2015, Sangat penting mensejajarkan kualitas antar bangsa dalam merintis sinergi positif bersama negara-negara ASEAN lainnya. Keseimbangan dalam berbagai hal adalah kunci dari hubungan yang sehat dalam bidang apa pun.
Misalnya saja kisruh ekonomi yang pernah dan masih menimpa negara Yunani yang tergabung dalam Komunitas Uni Eropa. Yunani yang meradang, seluruh Uni Eropa ikut pusing tujuh keliling.
Laos, Pacar Ketinggalan Kereta
Posisi perekonomian Laos memang jauh di bawah negara-negara ASEAN lainnya. Sebenarnya sih malas, ya, bawa-bawa grafik. Tapi saya bikin grafiknya sesederhana mungkin untuk melihat posisi perekonomian “Negeri Seribu Gajah” ini dibanding sembilan anggota lainnya.
Datanya saya ambil dari situs wikipedia di sini. Enggak usah kita bahas angka-angka. Saya terjemahkan langsung ke dalam bentuk pie chart warna warni biar kelihatan unyu dan mudah-mudahan tidak bikin pening :P.
Kita mulai dari jumlah penduduk terlebih dahulu. Memang, jumlah penduduk Laos tergolong 3 yang terkecil. Penduduk Laos hanya lebih banyak daripada Singapura dan Brunei saja. Potongan kue paling gede siapa lagi kalau bukan…Indonesia! :D. Brunei tidak muncul karena jumlah penduduknya sangat sedikit berdasarkan tautan yang saya jadikan sumber data tadi.
Tapi jangan kaget kalau melihat pendapatan per kapita (per kepala) / tahun negara-negara di ASEAN. Kebalikan dengan jumlah penduduk, justru Singapura dan Brunei yang miskin jumlah warga mencuat dalam segi kesejahteraan tiap penduduknya. Jauh melampaui negara-negara ASEAN lain. Laos masuk 3 terbawah.
Kategori kekuatan ekonomi suatu negara juga dinilai dari Pendapatan Nasional secara keseluruhan. Didukung oleh jumlah penduduk yang dahsyat serta sumber daya alam yang cukup mumpuni, Indonesia tetap bertengger di urutan paling atas ^_^. Laos, lagi-lagi menempati peringkat paling bawah.
Sudah terbayang tidak kedudukan Laos? Laos bukan negara dengan penduduk paling sedikit. Bukan negara dengan luas wilayah paling kecil. Laos masih jauh lebih luas dibandingkan Singapura, Brunei dan Kamboja. Tapi pendapatan nasionalnya sangat kecil.
Kesempatan dalam Kesempitan, Posisikan Laos Sebagai ‘Jembatan Penghubung’
Kalau Indonesia terlihat rumit dengan wilayahnya yang terpencar-pencar dalam bentuk kepulauan dan selat-selat, letak negara Laos yang terjepit di tengah-tengah juga kurang menguntungkan. Laos sama sekali tidak berbatasan dengan laut. Laos berbatasan darat secara langsung dengan RRC, Myanmar, Thailand, Vietnam dan Kamboja.
Posisi ‘terkunci’ ini juga menyebabkan Laos sering kena getah bila negeri tetangga bergejolak. Terutama dari Vietnam dan Myanmar yang pernah berkubang dalam konflik internal berkepanjangan. Logikanya, bila negara sedang bermasalah, sebagian warga pasti mencari perlindungan ke negara-negara tetangga yang mudah dijangkau. Hingga stabilitas dalam negeri negara tujuan ikut-ikutan terganggu.
Tapi, Laos bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan. Laos punya potensi sebagai negara penghubung. Apalagi Laos punya hubungan baik dengan Cina (karena sama-sama menganut paham komunis), sementara kita tahu Cina tengah habis-habisan menggenjot produksinya. Barang-barang Cina dipakai di mana-mana.
Laos bisa jeli melihat peluang ini. Segera maksimalkan potensi sebagai ‘jembatan penghubung’ antara Cina dan negara-negara ASEAN lainnya via darat. Tak cuma dengan Cina, Laos juga bisa menyediakan infrastruktur transportasi yang memadai untuk membantu perdagangan via darat antara wilayah utara Bangkok dan wilayah Hanoi misalnya. Jalan terpendek untuk arus pengiriman kedua kota besar ini adalah melalui daratan Laos.
Cuma, infrastruktur Laos memang masih kurang digali. Berdasarkan tautan berikut, infrastruktur Laos masih sangat minim di berbagai wilayah. Fokus pada pembangunan infrastruktur juga membawa dampak internal yang baik bagi warga Laos. Transportasi sungai mungkin bisa dikembangkan dengan membangun jembatan secara fisik. Irlandia yang wilayahnya bertabur sungai juga rajin membangun jembatan :).
Dari tautan yang sama juga, Laos ternyata kekurangan sumber daya manusia berpotensi karena sebagian besar mereka ‘kabur’ ke luar negeri mencari kesempatan yang lebih baik. Kalau dalam negeri sudah dibenahi, dijamin pada betah, kan, enggak kabur-kabur lagi ;).
Sulit juga. Mau membangun, sumber daya terbatas. Nah, soal sumber daya manusia di era-era pembangunan awal, yang negaranya sarat penduduk ahli bisa menawarkan bantuan. Para insyinyur di Indonesia, mana suaranya? Hehehe. Daripada ilmu tak terpakai karena semua sibuk melamar kerja di bank, hayoooo :P, mending sebagian hijrah ke Laos :D. Tentu saja peran dan perlindungan dari segi diplomatik dan sebagainya, baik pemerintah Laos maupun Indonesia sangat dinanti ;).
Bila infrastruktur transportasi Laos membaik, selain Cina, yang kena manisnya adalah negara-negara ASEAN di sekitarnya juga, kan? Ada Thailand-Myanmar-Kamboja-Vietnam. Mengingat potensi keuntungan yang cukup tinggi secara ekonomis, keempat negara ASEAN tadi bisa aktif berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur dalam negeri Laos. Didukung dengan investasi sumber daya manusia dari Indonesia, tambah tokcer, deh.
Laos, Potensi Kekayaan Alam yang Tak Ada Matinya
Kalau berbicara sumber daya alam, sebagian besar negara-negara ASEAN ternyata kaya. Termasuk Laos. Sebut saja, potensi wisata? Banyak.
Enggak usah banyak ditulis. Disimak langsung saja foto-fotonya ^_^.
Belum lagi dari info di sini, bahwa pada 1993 lalu, pemerintah mencanangkan 21% dari wilayah negara sebagai Area Konservasi Keanekaragaman Hayati Nasional (National Biodiversity Conservation Area/NBCA), yang akan dikembangkan menjadi taman nasional. Bila jadi, diperkirakan akan menjadi taman nasional terbaik dan terluas di Asia Tenggara. Yes!
Soal wisata, Laos bisa aktif bekerjasama dengan Thailand. “Negeri Gajah Putih” ini termasuk salah satu wilayah wisata yang popular di ASEAN. Letaknya bersebelahan langsung dengan Laos. Bisa saling berinvestasi di bidang penawaran paket wisata. Misalnya bikin program “Bulan Madu Seminggu di Thailand dan Laos” (“One Week of Happiness in Thailand and Laos”).
Letaknya yang berdekatan, biayanya bisa ditekan, kan? Jadi, pengunjung bisa menikmati Thailand dan Laos dengan harga yang terjangkau.
Potensi lainnya bagaimana? Saya ambil dari sumber yang ini, Laos juga punya koleksi hasil hutan. Ada kayu jati dan cendana yang bisa diolah dengan harga jual yang tidak main-main. Tanaman pertanian bervariasi dari padi, jagung, ubi-ubian, kopi, tembakau, kacang tanah dan kapas.
Ini masalahnya mirip-mirip semua antar beberapa negara ASEAN. Potensi segambreng, pengolahan dan promosinya yang masih ngos-ngosan 🙁.
You Never Shine if You Dont’ Glow, Laos!
Soal wisata di Laos, adanya pembebasan visa dari tiap kunjungan antar sesama anggota ASEAN (kecuali Myanmar) minimal sudah bisa mengangkat jumlah turis secara signifikan. Jangan meremehkan potensi jumlah penduduk ASEAN. Seluruh penduduk ASEAN ini kalau digabung jumlahnya lebih besar daripada seluruh penduduk Uni Eropa, lho ;).
Kuncinya? Promosi, promosi, promosi. Selain promosi, transportasi dan akomodasi lagi-lagi kunci kelemahan sebagian besar wilayah ASEAN.
Contohnya saja, banyak teman-teman saya di Jakarta mengeluh, biaya ke Raja Ampat-Papua masih lebih mahal daripada biaya liburan ke Legoland Malaysia? Padahal yang satu dalam negeri yang satunya ke luar negeri. Tanya kenapa?
Pada akhirnya, kita cuma bisa memberi ide ini itu. Pelaksanaan ada di tangan pemerintahan Laos. Sebagai sedikit dari negara berpaham komunis yang tersisa, Laos sudah menunjukkan kemajuan dengan memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat sejak tahun 2004.
Komunitas ASEAN 2015 bisa menjadi cambuk bagi masing-masing anggotanya yang tertinggal untuk mengejar yang lain. Sekaligus menjadi kesempatan untuk berbagi bagi negara-negara yang sudah lebih dahulu melesat. Banyak memberi banyak menerima. Win-win solution.
Sedangkan untuk Laos sendiri, “For us to regard others as worthy, we have to begin by regarding ourselves as worthy.” (Stephen Richards)
Agar orang lain bisa menghargai keberadaan kita, penghargaan terhadap eksistensi diri dimulai dari diri sendiri :). Remember … you never shine if you don’t glow. Bersinarlah, Laos. Bersama-sama kita pendarkan cahaya ASEAN jauh menembus pelosok dunia :).
***
View Comments (2)
Sukkaaak quotes-quotesnya. Dan buat para insinyur, huahahaha iya, daripada jadinya di Bank dan saingan sama yang SE udah sanaaaa, ke sanaaaaa aja. Hahaha Jihan bisa aja kau kepikiran ke situ
Abisnya temen-temen dari FE suka bete katanya, pesaing-pesaing untuk program MT bank-bank itu masa banyakan anak tekniknya hahahhhaha. Kasian lho kalau liat anak arsitek atau sipil mati-matian ngerjain tugas pas kuliah, pas lulus malah maenan kalkulator hihihihihi :P