X

Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada?

by : Jihan Davincka

***

Sebuah tulisan di blog teman pernah menceritakan tentang pengalamannya saat berkunjung ke salah satu negara di Eropa Timur. Eropa Timur kental dengan sosialisnya. Tak heran jika banyak orang di sana tak percaya lagi dengan doktrin ketuhanan mana pun. Istilah tenarnya, Atheis yang berpedoman Jika Surga dan Neraka tak pernah Ada .

Homeless Charity (Gambar : www.topnews.ae)

Di sana, teman ini berjalan-jalan dengan kenalan Atheisnya. Ketika melewati seorang pengemis, temannya ini refleks mengeluarkan selembar uang kertas dan memberi ke si pengemis tadi. Teman saya jadi kepo.

“Why do you give your money?”

Teman Atheisnya tertawa geli, “What d’you mean? Is that rude to give some money to them?”

Teman saya malu sendiri. Teman Atheisnya melanjutkan dengan ngeledek, “By the way, it’s called sharing. It’s something good anyway.”

Di blognya, teman saya merasa tertampar, “Gile, dia yang enggak punya agama aja mengerti soal gini-ginian. Kalau dia enggak percaya Tuhan, untuk tujuan apa dia ngasih duit ke pengemis, ya? Kita aja yang jelas-jelas dapat pahala suka males.”

Nah!

***

Sudah nonton film “Hotel Transylvania”? Sebagai ratu drama, film ini tentu masuk dalam daftar film favorit dramanya Mama Jihan. Maklum ya, demennya memang drama-drama komedi cetek seperti ini hehehe. Kartun pula. Kurang cetek apa coba selera gue :P.

Sekilas cuma skenario biasa soal keluarga drakula yang sakit hati dan akhirnya memilih untuk mengisolasi anak perempuan tunggalnya. Terus…wah, panjang, cuy. Nonton sendiri aje, ye.

Salah satu pesan moral yang cukup berbekas adalah ketika penonton disuguhi sebentuk satir, “Jadi, siapa yang sebenarnya jahat, manusia atau para monster?” Di sepertiga terakhir bagian film penonton, sebenarnya penonton sudah digiring pada opini, “No matter who you are, how you look, what you wear, what you BELIEVE, as long as you’re being nice to others, YOU’RE RIGHT/GOOD. That which matters most.”

Maksudnya? Nonton dong, nontooooonnnn :P. Yang belum nonton, biar makin penasaran, here’s my favorite quote :

Jonathan: Are these monster gonna kill me?
Dracula: Not as long as they think you’re a monster.
Jonathan: That’s kinda of racist.

Hotel Transylvania (gambar : www. wired.com)

***

Pesan 2 cerita di atas sama.

Ada satu nih sebuah slogan baru yang bukan cuma diusung oleh kaum non muslim saja, tapi juga sudah ramai dibahas di kalangan umat muslim sendiri, “Semua agama sama. Semua agama benar.” ‘Sinisme’ terhadap agama juga muncul dalam berbagai kalimat. Misalnya, ini dari profil twitter salah satu blogger favorit saya : “Tuhan itu fakta. Agama menjadikan-Nya mitos.”

Termasuk pesan yang ditunjukkan oleh 2 cerita sebelumnya. Buat apa agama? Si Atheis tanpa agama tak menjadikan dia lebih tak bermoril kok daripada kita-kita yang (mengaku) beragama. Buat apa agama? Mau manusia kek, mau drakula kek, mau kafir, mau sembahyang, kalau jahat ya jahat saja.

Muncullah orang-orang yang menganggap bahwa sebenarnya pengkotak-kotakan agama inilah yang justru membuat kejahatan merajalela. Siapa yang tidak pernah dengar Perang Salib? Sebuah sejarah panjang pertikaian yang melibatkan banyak sekali dimensi sosial-geografis-budaya, yang ternyata memang berawal dari sebuah ceramah agama. Jangan cuma bisa bilang, “ooohh perang kristen lawan Islam, ya.” Jangan malas mencari tahu. Gampang diboongin nanti lho :P.

The 7th Crusade (gambar : www.wikipaintings.org)

Dan…isu pluralisme semakin kencang berhembus. Maknanya banyak. Di Indonesia, beberapa petinggi para Nahdiyyin dianggap sudah melewati batas dengan paham pluralismenya. Termasuk mendiang Gus Dur. Yang mungkin tak banyak orang mau tahu, di balik ucapan-ucapan nyelenehnya, beliau tak bisa semena-mena kita keluarkan dari daftar “cendekiawan muslim terbaik yang pernah dimiliki bangsa Indonesia.”

Bertentangan tidak, sih, pluralisme ini dengan ajaran Islam? Katanya, “Itu bisa merusak aqidah.” Nah, ini nih menurut saya pribadi yang membuat Islam bagaikan buah simalakama. Agama pedang, katanya. Apa-apa harus berkorban darah. Apalagi kalau soal aqidah. Beuuhhh, harga mati!

Untuk saya, ajaran Islam yang saya yakini itu sempurna. Dimensinya berlangsung 2 arah, vertikalnya diwakili oleh aqidah, secara horisontal amalan muamalah tidak kalah banyaknya. Pastinya langsung diprotes, “Tidak bisa begitu! Aqidah nomor satu! Nanti muamalah tinggal ngikut.” Kalau muamalah tinggal mengikuti itu saya setuju 100%. Tapi kalau ada yang bilang aqidah nomor satu, apa otomatis berarti muamalah boleh dinomorduakan? “Kalau kepepet boleh, Jee.” Apa pula ini dalam agama bawa-bawa kepepet hehehe.

Jebakan batman-nya ada di pertanyaan SUPER ini, “Perempuan dengan akhlak luar biasa seperti Bunda Teresa, dengan seorang yang memiliki track record kejahatan dunia nomor wahid tapi dia percaya Allah dan muslim hingga akhir hayatnya. Siapa yang masuk surga?”

Jawaban familiarnya sudah jelas, “Bunda Theresa pasti masuk neraka. Wong dia kafir. Si Penjahat muslim pasti nanti ke surga juga. Tapi dicuci dulu dosanya di neraka.” Awww, pakai apa? Rinso anti noda? :P.

***

Berbicara soal aqidah bukan perkara gampang. Saya punya pengalaman pribadi soal ini. Saya punya seorang kerabat. Seorang tante. Idola saya waktu saya kecil. Cantik, cerdas, banyak duit pula hehehehe. Alimnya jangan ditanya. Ibu sering bercerita biarpun termasuk orang berada, ibadahnya tak pernah luput. Puasa senin kamis rajin banget. Serentetan pengajian diadakan langsung di rumahnya.

Di suatu hari, entah ada urusan apa, malam-malam saya berkunjung ke rumahnya. Bersama Ibu saya. Kamis malam waktu itu. Kok ingat? Sebenarnya tidak ingat, tapi kejadian yang saya alami saat itu yang membuat saya selalu ingat kalau saat itu adalah malam jumat.

Rumahnya besar di sisi jalanan besar. Halamannya luas. Kami masuk dari pintu garasi. Baru beberapa langkah saya sudah mencium wewangian aneh.

“Bau apa ini?”

Ibu saya malah menghardik, “Huss, ndak usah tanya-tanya. Awas ya, nanti di dalam jangan tanya-tanya.”

Si mama enggak nyadar kalau anak perempuannya yang satu ini super duper keponya dari dulu. Diam-diam saya ke arah dapur sendiri, bertanya langsung pada asisten rumah tangga di sana. Sebelum bertanya saya sudah melihat sendiri asal wewangiannya. Semacam dupa yang ditaruh di tempat khusus. Jumlahnya ada beberapa. Asisten rumah tangga sibuk meletakkannya di beberapa tempat. Setelah tugasnya selesai, baru saya colek.

Gambar : www.waroengdjadoel.com

“Eh, ini untuk apa?”

“Oh, ini biasa. Tiap malam jumat memang dinyalain. Buat ngusir yang jahat-jahat.”

“Siapa yang jahat?” Kejar saya.

“Enggak tahu. Pokoknya disuruhnya begini tiap malam jumat. Biar rumah ada yang jaga. Biar aman gitu.”

Besar sebagai orang bugis, dalam lingkungan agama yang cukup ‘ketat’, pemasangan dupa beraroma aneh di malam jumat untuk mengusir hal-hal jahat tentu hal baru buat saya, yang kala itu masih duduk di bangku SD. Waktu itu sih, cuek saja. Ketika asisten RT nya pergi, baru deh saya perhatikan lebih dekat si dupa itu. Baunya menyengat jadi saya memilih untuk menjauh saja. Sederhana saja pikiran saya waktu itu, “Mungkin memang ada perampok yang takut wangi-wangian aneh seperti itu.” Nothing important.

Ketika umur agak besar, pelajaran agama bertambah, baru mengerti tentang hal-hal seperti ini. Sekaligus mengerti mengapa almarhum Bapak kadang bersitegang dengan Ibu mengenai kerabat-kerabat seperti ini. Kebiasaan lain tante saya dan kerabatnya yang lain adalah : percaya pada ‘orang pintar’.

Almarhum Bapak saya sangat ‘keras’ terhadap hal-hal seperti ini. Ibu lebih luwes. Kalau tidak salah Ibu secara santun pernah berkata kepada Bapak, “Biar saja. Kita tidak ikut-ikutan. Jangan sembarangan ceramahi orang. Belum tentu dia mengerti. Dia itu saudara. Tidak sedikit bantuannya kepada kita.”

Dan perjalanan takdir memenangkan pilihan Ibu. Beberapa tahun kemudian, Bapak meninggal tiba-tiba. Tak ada tanda-tanda sama sekali. Meninggalkan 7 orang anak yang belum ‘menetas’ satu pun. Disusul dengan badai ekonomi yang pernah membuat saya ketakutan dan tidak bisa tidur beberapa malam, sibuk berdoa, “Ya Allah, kalau pun tak ada rezeki untuk melanjutkan pendidikan, setidaknya beri kesempatan untuk bekerja.” Hihihihihi. Saya benar-benar takut kalau Ibu mengambil jalan pintas dan menikahkan saya :P. Sia-sia kan ke-kece-an ku jika berakhir di pelaminan begitu saja sebelum merebut cita-cita berfoto pakai toga. Ahahahahahahaha *colekPakaiPisau* :P.

Singkat cerita, pengalaman ini pun sekaligus mengajarkan hal lain. Rezeki tiap manusia hak Allah semata-mata. Bukan hak tunggal orang tua :). Suka tidak suka, “banyak anak banyak rezeki” bukan kalimat yang salah :).

Adalah tante saya dan saudara-saudaranya yang sudah mengamalkan penggalan ayat-ayat dalam surah Al-Maun kepada anak-anak yatim yang ditinggalkan oleh almarhum Bapak :). Memberikan tempat tinggal gratis dan dorongan moril yang tidak sedikit kepada Ibu. Memampukan kami bertujuh meretas jalan ke arah yang lebih baik :).

Tante yang sama. Yang menyalakan dupa di segenap penjuru rumahnya di tiap kamis malam. Yang kadang-kadang mempercayakan ramalan masa depannya kepada ‘orang pintar.’

“Kalau lu sayang, harusnya lu berdakwah, dong, ke mereka.” Andaikan interaksi dengan sesama manusia bisa sesederhana itu, ya :). Mungkinkah semua hal di dunia akan beres dengan, “Aqidah nomor satu!”

***

Tentu saja, aqidah tidak kasat mata. Siapa yang tahu, si kerudung panjang yang menjuntai hingga lantai, menyimpan kalung ‘ajaib’ di lehernya yang diyakini sebagai ‘penjaga tambahan’nya?

Aqidah masalah hati. Mau dibolak balik kayak apa, satu-satunya pihak yang berhak menilai adalah Sang Penciptanya itu sendiri :). Manusia, selain tempat salah dan lupa, punya kemampuan untuk bersandiwara. Kita masing-masing adalah aktor utama dalam sinetron kehidupan yang dijalani sehari-hari. Kenapa repot-repot mau mengurusi skenario aktor lain. Sutradaranya cuma satu. Bukan saya, bukan anda, bukan ustaz anu, bukan syeikh ini, bukan raja itu, bukan ulama sana sini, setiap kita bertanggung jawab untuk peranan yang kita mainkan. Secara individu.

Tentu boleh menimba ilmu dari para orang-orang besar ini. Tapi ya jangan memuliakan mereka lebih daripada keyakinan kita terhadap Yang Maha Mulia, dong ;). Saya setuju untuk urusan aqidah, sifatnya sangat individualis. Ketatlah menjaga aqidah untuk diri sendiri. Alquran memang cuma satu, Rasulullah SAW sudah dianggap ‘final’. Tapi penerjemahannya yang tidak satu dan seragam. Pekerjaan sia-sia berusaha menyatukan hal-hal yang sudah dan akan terus berbeda ini.

Amalan yang sifatnya vertikal seyogyanya dilaporkan kepada Allah saja. Tidak usah ditambah-tambahi dengan pasang status publik di media sosial, “Hm…bingung, deh. Buka puasa nanti masak apa, yaaaa?” Sayang kan, amalannya kena diskon gara-gara bercampur riya’, yang mungkin bukan itu tujuan awalnya.

Adakah jaminan melaksanakan amalan salat dan puasa tak terputus-putus akan membuat kita melangkah mulus memasuki surga-Nya? Allah yang Maha Tahu. Apa sudah pasti kalau kafir pasti dilempar ke neraka, no doubt! Banyak ayatnya, menyekutukan Tuhan adalah dosa tak terampuni. Padahal Allah pun menjanjikan pengampunan yang Maha Luas. Bingung? Jangan! Simpel, itu urusan Allah saja. Back off! :). Berusahalah menjadi umat yang terpilih tanpa perlu dipusingkan dengan “anu masuk surga atau neraka”, ya? Mending pikirin NUDI di X-Factor nanti bakal masuk 3 besar gak, ya? Ahahahahahahaha :P.

Mengurusi aqidah orang lain akan membuat kita terjebak sendiri. Kaum pluralis akan makin merasa jumawa bila ada pernyataan perintah untuk menumpahkan darah gara-gara, “Kafir! Salatnya cuma 3 waktu. Yang benar 5 waktu!”

Sadarkah kita, kalau di pihak sana pun menyerukan hal yang sama, “Kafir! Kelebihan tuh salatnya.”

Kalau begitu kapan berdakwahnya? Kita masih punya muamalah :). Sekarang malah terbalik, ya. Orang merasa ngotot soal aqidah, tapi kalau soal muamalah malah santai-santai saja. Karena dianggap menyenangkan Tuhan jauh lebih perlu daripada menyenangkan sesama manusia. Katanya, condong ke akhirat akan membuat kita lebih selamat. Yang saya tahu, Islam itu SEIMBANG DUNIA AKHIRAT. Condong ke mana pun hanya akan membuat keseimbangannya goyah :).

Gambar : www.whitehorseriders.org

Keseimbangan yang bergeser inilah yang sering dijadikan senjata oleh beberapa penganut paham pluralisme mulai ‘menyerang’ kaum ‘agamis’. Padahal kan tidak begitu :(. Beberapa kaum pluralis menuduh agama menyuruh penganutnya menghancurkan penganut agama lain untuk menyenangkan Tuhan. Jihad, dalam agama samawi mana pun, disempitkan maknanya. Entah mengapa, keimanan kita terasa makin membuncah seiring dengan besarnya rasa benci kepada penganut agama lain.

Pernah dengar kalimat ini, “Tuhan tidak perlu disembah.” Sejujurnya, saya setuju. Keagungan Tuhan tidak akan berkurang sedikit pun walau seluruh umat manusia menolak mengakui-Nya. Untuk siapa kita berTuhan? Untuk diri sendiri. Mengapa perlu berbuat baik kepada sesama manusia? Agar Tuhan senang? Ah, Anda meremehkan Tuhan kalau begitu.

Gambar : www.facebookstatusbase.com

“Jika ingin bahagia, bahagiakan orang lain.” Buktikan sendiri. Segala amalan muamalah ya untuk para pelakunya sendiri. Apa yang lebih penting di dunia ini selain kebahagiaan? :). Apa pun definisi kebahagiaan yang Anda pegang.

Amalan muamalah ini berlaku sama untuk umat manusia mana pun. Jangan karena aqidah kita menjadi terpeleset. Beberapa waktu lalu, di news feed ada yang pasang status bingung karena tetangganya yang merayakan paskah mengirimkannya sekotak nasi kuning hasil perayaan paskah. Dia bingung dimakan atau tidak? Haram tidak, ya?

Sebenarnya yang haram itu apa, sih? Daging babinya yang Anda takuti atau yang makan babinya? :P. Bijaksanalah. Kalau ragu, tak perlu kan memajang keraguan sensitif Anda di media sosial. Kecuali Anda yakin 100% bahwa yang baca semuanya sepaham dengan Anda ;).

Jadi, masih pening Bunda Theresa masuk surga apa enggak, nih? Hehehehe. Jangan merisaukan yang bukan urusan kita. Banyak hal baik yang bisa kita pelajari dari perempuan yang bernama asli Agnes Bojaxhiu ini. Dari namanya saja jelas bukan orang India. Tapi mengabdikan sebagian besar hidupnya di pedalaman India. Tokoh islam wanita juga banyak, kok ;).

Jangan sampai aqidah membuat kita menjauh dari muamalah. Aqidah yang benar akan menuntun kita selaras dengan aturan kemanusiaan. Sekepepet apa pun, kedua hal ini tak akan pernah bertentangan. In Shaa Allah :).

Jangan bersedih hati atas bullying dari kaum non agamis yang mengatasnamakan pluralisme. Sebagai muslim, kita tidak menentang pluralisme, kan? :).

Pertahankan keseimbangan dunia dan akhirat. Terlalu condong ke mana pun suatu hari akan menyesatkan kita. Lihatlah sejarah. Presiden Anwar Sadat adalah salah satu tokoh Islam terkemuka asal Mesir. Mati di tangan seorang pemuda Islam yang sakit hati karena beliau menyetujui perjanjian Camp David. Siapa yang tidak tahu Gandhi, seorang yang hingga di akhir hayatnya mengaku sebagai pemeluk Hindu sejati. Siapa yang membunuh Gandhi? Seorang ekstrimis hindu yang mengaku kesal karena Gandhi dianggap terlalu baik kepada pemeluk Islam di India :(.

Apa benar mereka yang tak percaya agama lagi akan lebih baik daripada kita yang tetap beristiqamah di jalanNya?

Dengarkan baik-baik lirik lagu ini, yng dinyanyikan oleh mendiang Chrisye dan Ahmad Dhani, ” Jika surga dan neraka tak pernah ada, Apakah kita semua, benar-benar tulus menyambah padaNya? Atau mungkin kita hanya, takut pada neraka, dan inginkan surga.”

Apa jawaban kalian, Saudaraku? :).

***

davincka@gmail.com:

View Comments (44)

  • Terhadap mereka, non-muslim yang baik hati, biarlah Allah Yang Maha Adil yg menentukan, bukan kita yg langsung/gampang mem-vonis mereka. Jika manusia pun cenderung pada keadilan, maka Allah Yang Maha Adil pastilah lebih mencintai keadilan itu. Kewajiban umat Muslim adalah berdakwah, sehingga syi’ar Islam sampai ke seluruh penjuru dunia. Tentunya dakwah yg santun hingga menjadi suri tauladan bagi mereka. Bukan dakwah yg menebarkan kebencian.

  • Kepada semua yang menggerakkan semangat kemanusiaan menuju kebaikan bersama, biarlah peradaban yang kelak mencatatnya. Penilaian musyrik, murtad, kafir, (semoga) akan kikis dengan hasil yang meski misal Theresa hanya mampu menyelamatkan nyawa satu anak kalkuta nan fakir.

    Tulisan yg memotivasi tanpa harus berkerut kening.

    • Can't agree more. Keren Mbak, keimanan yang membuncah seharusnya melahirkan kebijaksanaan. Bukan ketaqlidan (buta?) hehehehehe :).

  • keren banget penjabarannya.

    totally agree mbak.

    setiap orang butuh reward and punishment. karena itu Allah SWT menciptakan surga dan neraka.

    • Ini berkaitan dengan makna ikhlas. Karena buat sebagian orang, ikhlas itu adalah mengharap balasan dari Allah saja. Disebut ikhlas gak kalau alasan kita menyenangkan orang lain karena KITA MEMANG MAU, dan mungkin pada saat melakukannya bayangan Tuhan tidak sedikit pun terlintas :D.

  • Adakah jaminan melaksanakan amalan salat dan puasa tak terputus-putus akan membuat kita melangkah mulus memasuki surga-Nya?

    Ganjaran shalat berjamaah di masjid yang hukumnya wajib bagi laki-laki sudah sangat jelas sbb:

    “Shalat berjama’ah (di masjid) lebih utama 27 derajat dibanding shalat sendirian (di rumah)” (HR. Bukhari no. 609)

    “Seandainya manusia mengetahui apa yang ada (yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 580)

    “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf awal, dan muadzin itu akan diampuni dosanya sepanjang radius suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya” (HR. Ahmad dan An Nasa’i dengan sanad yang jayyid)

    Kemudian Ganjaran puasa juga jelas sbb:

    ”Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka, “Di mana orang-orang yang berpuasa?” Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut”
    [HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152]

    Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.” HR. Ahmad dan Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’

    Jadi sudah jelas nas-nash-nya mari belajar tauhid dan sunnah yang benar karena ummat muslim indonesia minim sekali pengetahuannya tentang tauhid dan sunnah yang benar

    Tauhid yang benar, Aqidah yang benar dan akhlak yang baik itu berjalan beriringan jadi ayo kita ngaji tauhid dan sunnah

    • Wah, maksud pertanyaan saya bukan masalah apakah shalat dan puasa itu wajib. Tapi coba Anda jawab secara gamblang dengan "YA" atau "TIDAK", Adakah jaminan melaksanakan amalan salat dan puasa tak terputus-putus akan membuat kita melangkah mulus memasuki surga-Nya? :). Intinya, urusan surga dan neraka selamanya milik Allah. Untuk kita sebagai muslim, sudah ada memang tuntunan dalam alquran apa saja yang bisa kita lakukan untuk mendekatkan kita pada 'surga' :). Tapi ingat, semuanya hanya petunjuk. Tetap saja, hasil akhir ada di tangan Allah. Begitu kira-kira maksud saya. Lagian, mengukur akidah orang lain emang bisa apa? Pakai apa? Hehehehe. Hanya Allah saja yang berhak ;).

      • Jawabannya sesuai nash-nash diatas YA, sesuai nash-nash tsb maka jelas balasan ketaatan kita adalah surga, Allah Azza Wa Jalla adalah Dzat yang Maha Adil yang akan membalas semua amal perbuatan hamba-hamba-Nya

        Dengan kalimat sbb:

        Intinya, urusan surga dan neraka selamanya milik Allah. Untuk kita sebagai muslim, sudah ada memang tuntunan dalam alquran apa saja yang bisa kita lakukan untuk mendekatkan kita pada ‘surga’ . Tapi ingat, semuanya hanya petunjuk. Tetap saja, hasil akhir ada di tangan Allah. Begitu kira-kira maksud saya

        berarti ukhti sudah berprasangka buruk kepada Allah Azza Wa Jalla bahwa Allah akan seenaknya saja memasukkan siapa yang Ia mau ke surga atau neraka/ Tidak Adil, padahal manusia diberikan kebebasan oleh Allah di dunia untuk memilih jalan masing-masing jalan yg lurus ke surga atau jalan yang berkelok-kelok ke neraka. hamba yang taat akan masuk ke surga,sedangkan hamba yang kufur akan masuk ke neraka, sesuai janji Allah, semudah itu ukhti kesimpulannya

        Apakah Allah Azza Wa Jalla akan ingkar janji ?

        Ya ngga mungkin lah

        Kalimat berikutnya sbb:

        Lagian, mengukur akidah orang lain emang bisa apa? Pakai apa?

        ya Pakai Al Qur'an dan Sunnah ukhti tentunya sesuai pemahaman para Sahabat, Tabiin dan tabiut Tabiin. dimana mereka jelas dalam Al Qur'an bahwa mereka ridha kepada Allah dan Allah juga ridha kepada mereka

        Kalau ukhti pakai pemahaman kaum liberal, Sufi, Syiah, khawarij, Mu'tazilah dan golongan menyimpang lain-nya sudah pasti jalan ukhti akan tersesat, buktikan sendiri nanti jika masuk alam kubur apakah amal shaleh ukhti akan bisa menjawab 3 pertanyaan malaikat ?

        Sudah jelas dalam hadist yang shahih bahwa Ayah dan Ibu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam saja di neraka.

        Ayah Nabi Ibrahim Alaihisalam juga

        Anak Nabi Nuh Alaihisalam juga

        jadi ngga usah ditanya lagi dimana tempat bunda theresa surga atau neraka

        maka itu pentingnya ngaji tauhid dan sunnah karena menuntut ilmu tsb adalah jalan menuju surga

        Semoga Allah Azza Wa jalla membukakan pintu hidayah buat ukhti seperti Tauhid yang Ayah ukhti pegang, Apakah Tauhid lebih rendah nilainya dari bantuan yang Tante ukhti dan saudara-saudaranya berikan, kasihan sekali dunia adalah fana sedangkan akhirat adalah kekal.

        • Waduh, pemahaman Anda 'ngeri' juga ya hehehe. Setahu saya sih hanya Rasulullah dan segelintir sahabatnya yang dijamin surga :D. Ternyata Anda punya 'teori' baru :). Bahwa jika kita shalat dan puasa terus-terusan maka kita PASTI masuk surga. Muamalahnya gak dihitung, tuh? Kalau shalat tapi korupsi piye dong, Mas? :P.

          Saya sih tidak berburuk sangka pada Allah. Justru buat saya, Allah itu yang Mahaadil. Manusia tidak usah ikut-ikutan :). Apalagi kalau mau 'mengambil alih' hak Allah untuk memilih-milih siapa yang masuk surga, siapa yang masuk neraka. Simpel saja, itu urusan Allah. Manusia ibadah saja, jangan cuma ritual habluminallah, akhlaknya jangan lupa :).

          Ya kalau Anda memang bisa membaca 'ketentuan' Allah berdasarkan alquran ya berarti kita tidak sepaham :). Karena buat saya, ayat-ayat dalam alquran itu petunjuk dan rahmat buat umat manusia, bukan untuk mengancam-ancam orang lain yang tidak sepaham ;). Gampang betul menuduh pikiran orang lain yang tidak sepaham dengan Anda = sesat? :D. Buat saya Mas, kebenaran datangnya dari Allah (saja). Bukan dari orang-orang macam Anda yang merasa sudah paling BENAR sendiri pemahamannya akan alquran :).

  • Seep mba jihan, habluminallah penting tapi habluminannaas juga ga kalah penting. suka deh baca tulisan2 mba jihan. Ringan tapi inspiratif. Makasih udah d konfirm fbnya ya mba,tp knp ga bs nulis d wall ya?tp itu ga penting deh,yg penting msh bs nyuri2 baca d blognya mba;)

    • Iya, mudah-mudahan kita selalu sanggup menyeimbangkan keduanya, ya :). Bahagia dunia dan akhirat. In Shaa Allah :). Terima kasih sudah mampir, Mbak. Tulisannya panjang yaaaa, mudah-mudahan gak ngebosenin ihihihihihi.

  • djempol! 2 highlights di tulisan ini, pokoknya penting!

    "Aqidah yang benar akan menuntun kita selaras dengan aturan kemanusiaan. Sekepepet apa pun, kedua hal ini tak akan pernah bertentangan."

    "Untuk siapa kita berTuhan? Untuk diri sendiri."

    kalo ada orang yg baik banget muamalahnya, udah gak usah ditanyain lagi aqidahnya ngikut siapa. dia pasti orang yg sudah bertuhan jauh lebih bertuhan daripada yg cuma bisa nge-judge :)