X
    Categories: Chit-chat

SIPAKATAU – SIPAKAINGE – SIPAKALEBBI

Ini saya share lagu Lenggang Puspita, kalian udah lahir belum pas lagu ini dirilis, Gaeeeessss 😁😁😅😍.

Sukaaaaa banget lagu ini dulu. Gara-gara bolak balik dinyanyiin sama kakak saya yang no.4 (kakanya banyak jadi pakek nomor-nomor hahahaha). Lagu festival apa ya dulu ini.

Salah satu mahakarya dari Guruh Sukarno Putra 🤩.

Lagu ini sering digunakan buat menari atau fashion show baju-baju adat khas Nusantara. Seneng liat baju-baju tradisional berbagai suku di Indonesia di videonya. Pas sama lagunya 🥰.

Waktu menikah dulu, teringat ribetnya harus mengadakan acara sampai 2 hari untuk mengakomodasi ADAT BUGIS dan ADAT MINANG hehehehe. Tapi sekarang puas banget kalau lihat foto-fotonya lagi 😍😍😍.

Kami tu macam pepatah, “Asam di gunung, garam di laut, bertemu di periuk.”

Our wedding (2007) Baju Bodo (baju adat Sulawesi Selatan)

“Bujang MInang, Gadis Bugis, bertemu di kampus Depok” 😁🥰. Kisah cinta yang melibatkan 3 pulau besar di Nusantara (Sumatera-Jawa-Sulawesi) dan terus berlanjut sampai ke berbagai benua dst. Aamiin <3.

Daku bukan orang Minang, yaaaaa. Masih ada aja yang nyangkain saya ini orang Sumatera.

Daku Bugis 100%, lahir dan besar di Kota Ujung Pandang (nama Kota Makassar dulu), lulus SMA baru merantau sampai jaaaauuuuhhhh 😅😅.

Indonesia ini memang sukunya buanyaaaakkk banget. Provinsi asal saya saja, Sulawesi Selatan, memiliki banyak suku.Yang terbesar ada 4 : Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar. Tapi sebagian besar wilayah Mandar sudah memisahkan diri menjadi provinsi Sulawesi Barat.

Our Wedding Reception : Baju Adat Minang

Orang-orang dari suku Bugis-Makassar-Mandar memang mayoritas muslim. Tapi Suku Toraja mayoritas Nasrani (Protestan). Jadi jangan sotoyyyy bilang di Sulsel itu tidak terbiasa hidup berdampingan beda agama 🥰🥰🥰.

Kamu yang sok tahu, sayangkuuuuu. Saya memang anak Makassar asli, jadi berani mengkritik yang lagi ramai kemaren karena background saya memang “pas”, bukan asbun dan sok-sok pake asumsi macam-macam 😘.

Anyway, Mama saya itu Bugis – Enrekang. Enrekang suku beda lagi. Beda bahasa juga. Jadi kesempatan untuk menjadi polyglot sangat besaaaarrr di Indonesia hehehe.

Tapi saya cuma bisa bahasa Bugis. Bahasa Makassar cuma dikiiiiiittt. Bahasa Enrekang gak ngertiiiii 😅😅😅. Sehari-hari di Kota Makassar, kami berbahasa Indonesia dengan aksen khas sana.

Salah satu ciri khas bahasa Indonesia logat Makassar itu adalah berbagai KLITIK (semacam imbuhan/singkatan) seperti : ka-ki-mi-pi-na-di’-ji-to dst dsdt.

Jadi beda-beda itu artinya :

Makan ki’ – Makan ka’ – Makan to – Makan di’ – Makan na – Makan pi – Makan ji – Makan mi – dst dst.

Bahasa Bugis untuk kata makan = Manre. Bahasa Makassar untuk kata makan = Nganre. Sekilas sama, tapi cuma beberapa kata itu doang, sisanya mah beda bangeeettttt hihihihi.

Sementara suami saya itu yang orang Minang asli. Tapi lahir di Yogyakarta, kemudian tinggal di Muntilan 5 tahun, pindah ke Pamekasan 4 tahun, terus lanjut 4 tahun di Nganjuk, barulah kelas 2 SMP pindah ke Jakarta.

Peta Indonesia

Jadi suami tuh fasih berbahasa Minang dan berbahasa Jawa. Sedikit-sedikit dia masih ingat bahasa Madura hehehehe.

Setelah menikah, sejak merantau, saya selalu berbahasa INdonesia dengan aksen Sulawesi kalau di rumah, termasuk ke suami. Lama-lama dia jadi ngerti sendiri kalo saya ngomel,

(Aduh buruan mandi sana, yang kayak gini nih yang bikin kita jadi terlambat. Sudah bangun dari tadi, enggak mau gerak).

“Edede pergi mako mandi ka itu semua mi yang bikin orang terlambat kasiang. Bangun mi dari tadi, ndak mau inji goyang-goyang.” 🤣🤣🤣🤣

Seru ya jadi orang Indonesia 😁. Macam-macam bahasanya, dari bahasa yang sama pun, aksennya bisa beda-beda, baju daerahnya rupa-rupa 😍😍😍.

Sudah lamaaaa sekali kita terbukti sanggup hidup berdampingan sama-sama dengan berbagai keragaman begini, termasuk agama!

Jadi kalau ada yang coba-coba mengusik, coba-coba main klaim-klaim, terjebak dalam isu usang mayoritas-minoritas… HEMPASKAN! 😎😎😎

Orang bugis punya sebuah kearifan lokal – SIPAKATAU – SIPAKAINGE – SIPAKALEBBI

SIPAKATAU (saling menghormati)

Kewajiban menghormati orang lain tanpa memandang label apa pun. Mungkin karena ini juga, dalam budaya Bugis keluarga kami, tidak terlalu umum panggilan khusus kepada saudara lebih tua.

Semuanya pakai NAMA langsung hehehe. Sebagai pengingat mungkin, kesetaraan saling menghormati terjalin 2 arah, tidak memandang usia ;).

Buat budaya Minang suami saya, ini cukup bikin dia syok hahaha. Ya sama. Saya juga stres, banyak kali panggilan dalam adat Minang, Abang-Uda-Ajo-Pak Tuo-Mak Tuo-Pak Ete’-Mak Ete’ – Pak Dang – Mak Dang dst dst.

My Wedding : Suntiang Padang hehehe

Paniang kapalo 🤣🤣. (Paniang kapalo, bahasa Minang = Pening kepala).

SIPAKAINGE (saling mengingatkan)

Saling mengingatkan, saling ngasih tahu, demi terjaganya keharmonisan dalam hubungan.

SIPAKALEBBI (saling memuji)

Sudah sifat alami manusia, senang dipuji :). Selalu ada rasa ingin dihargai. Jadi sipakalebbi ini sifat saling menguraikan kelebihan antara 2 orang atau lebih.

Lah, yang suka nge-gas kan Mbak yang nulis. Iya juga ya 🙈🙈🙈🤣🤣🤣.

davincka@gmail.com: