Muslim di Eropa : “We can do it!” Dengan percaya diri Angela Merkel meyakinkan Eropa bahwa mereka bisa menampung terjangan pengungsi Suriah saat beberapa negara Eropa lainnya malah merasa “gelisah”.
“We can do it” … Ucapan Merkel seperti membelah udara seketika itu juga dan menerbangkan sayap pengharapan bagi jutaan pengungsi.
Tidak hanya dari Suriah, tapi bersama Irak-Afghanistan-dan banyak negara lainnya, jutaan pengungsi berbaris mewujudkan mimpi di tanah baru, Jerman, di jantung Eropa yang berdenyut paling kuat. Mereka mengumandangkan pesan, “Angela said we could come!”
Tak berapa lama, ucapan Merkel digunakan untuk menyerangnya. Siapa yang menduga, pengungsi membanjiri daratan Eropa bagaikan air bah. Mereka bahkan tidak berhenti di Turki. Yang dari Turki pun mati-matian mengorbankan apa saja agar mereka bisa merebut tempat di Eropa.
Berbagai cerita pilu dari kandasya impian pengungsi yang terhuyung ombak, terbawa arus di laut Turki, berbaur dengan kegelisahan dan kemarahan masyarakat Eropa.
Angela Merkel menjadi bulan-bulanan media. Ucapannya dianggap spontan tanpa pertimbangan. Menyebabkan banyak masalah baru di Eropa yang memang sudah lebih dari 10 tahun terakhir ini tertatih dalam berbagai masalah ekonomi internal.
Brexit, dianggap sebagai salah satu dampak pahit dari terjangan pengungsi dan ketidaksiapan Eropa sendiri diserbu jutaan pengungsi dari berbagai penjuru.
Sebuah majalah Jerman memuat fotonya yang berpakaian ala Bunda Theresa dengan olok-olokan, “Mutter Angela”.
Angela bergeming. Angela berseru lantang saat banyak pemimpin Eropa memilih diam atas kasus pengungsi Suriah, “Apakah kita ingin hidup di benua di mana martabat seluruh manusia bahkan mereka yang minoritas tetap ditegakkan? Ataukah kita ingin berada dalam dunia dimana nasionalisme digunakan untuk intoleransi dan membiarkan kegelapan sekali lagi mengalahkan kita?”
Ibu Angela, there must be a super strong reason why the parent named you that
Dari Negeri Penjaga Dua Kota Suci, Pangeran Alwaleed bin Talal Bin Abdul Aziz menyerukan, “Let women drive!”
Sudah sejak lama Sang Pangeran memperjuangkan hak-hak kesetaraan bagi perempuan di Saudi. Gelar pangerannya tidak membuatnya tunduk seketika terhadap segala kebijakan Kerajaan Saudi.
Pangeran menggunakan pengaruhnya untuk terus meningkatkan taraf hidup perempuan di tanah Saudi. Namun, baru beberapa bulan lalu, Pangeran menyerukan secara terbuka keinginannya tersebut.
Tidak hanya asal bicara. Sejak lama, Pangeran Talal sudah melakukan sendiri banyak hal yang bisa dilakukannya tanpa persetujuan kerajaan. Termasuk memberikan beasiswa pendidikan pilot kepada Hanadi, perempuan asli Saudi.
Setelah lulus, Hanadi menjadi salah satu supir pesawat jet pribadi Sang Pangeran
Larangan menyetir hanya salah satu dari sekian banyak keterbatasan yang mengungkung kehidupan perempuan lokal di sana. Pernah bermukim di salah satu kota terbesar di Saudi, Jeddah, membuat saya melihat kehidupan perempuan sana yang mungkin cocok dengan analogi lawas, “hidup bagai dalam sangkar emas”.
Apakah itu emas, berlian, permata … sangkar ya tetap saja sangkar :(.
Dari daratan tinggi Tibet, Dalai Lama menegaskan bahwa pemimpin Myanmar mempunyai tanggung jawab moral untuk menyelesaikan ketegangan terhadap etnis minoritas Rohingya di sana.
Dari Negeri Seribu Dewa, Narendra Modi, sejauh ini membungkam ketakutan minoritas muslim saat dirinya mengajukan diri menjadi presiden di Pilpres 2014 silam di India.
Narendra Modi pernah terlibat dalam kekerasan terhadap umat muslim saat menjadi pejabat tinggi di wilayah Gujarat tahun 2002 silam. Sikapnya saat itu yang dianggap membiarkan kekerasan menimpa minoritas muslim di Gujarat membuat kaum muslim India resah menghadapi Pilpres 2014.
Tapi kemenangan Modi, setidaknya dalam 2 tahun terakhir ini, dianggap cukup berhasil meredam ketakutan muslim India
Angela Merkel, Alwaleed bin Talal, Dalai Lama, Narendra Modi, tentu punya kebijakan lain yang patut kita perdebatkan. Mereka manusia juga, tidak sempurna seperti kita semua.
Tapi lihatlah, mereka pun, dengan tampuk kekuasaan yang dimilikinya, tetap berusaha keras memperjuangkan banyak kebaikan bagi kemanusiaan.
Humanity beyond our differences, including religion
Kita seharusnya bekerja lebih keras untuk menyiarkan kedamaian. Memperlihatkan bahwa kita itu bisa lho hidup damai dalam perbedaan. Menunjukkan kalau ada tempat-tempat di dunia ini di mana kalian bisa berjalan bebas tanpa mesti menyembunyikan identitas agama kalian dan kalian tetap mendapat kedamaian dan penghormatan dari orang lain.
Setidaknya itu yang saya rasakan sebagai muslimah berjilbab di negara mayoritas Katolik di sini
Makanya teman-teman, kita harus terus menghidupkan harapan tentang “dunia yang damai” itu ADA dan insya Allah bisa kita perjuangkan.
Semua manusia tidak ada yang sempurna. Termasuk para pemimpin dunia atau siapa pun manusia di dunia ini. Tapi jangan biarkan ketidaksempurnaan itu terus menerus menggerogoti kemanusiaan kita.
Mari menjadi bagian dari mereka yang bekerja keras menyalakan cahaya perdamaian di tengah banyaknya perbedaan yang terasa makin meruncing ini
Can we do it? Yes, we can. We can do it!
Selamat hari Natal bagi teman-teman yang merayakan
Have a nice holiday for you all