“Gak mau ah nunggu di gereja…”
“Ayooooo… disuruhnya tunggu disitu!” Adik saya sudah menarik-narik tangan saya.
Akhirnya kami berdua menunggu jemputan di sebuah gereja (yang belakangan saya ketahui sebagai gereja katolik karena memasang patung Bunda Maria dimana-mana). Gereja yang berdiri megah ini terletak di ujung jalan yang sama dengan sekolah saya, Sekolah Islam Athirah.
Kalau tidak salah, jalanan sekolah kami satu arah. Jadi untuk memudahkan, penjemput kami, yang biasanya menggunakan motor vespa, kami menunggu di persimpangan. Y,a di gereja itu.
Ternyata teman saya banyak yang menunggu di sana. Teman dekat pula. Mereka tinggal di kompleks dosen UNHAS. Dan berbagi mobil jemputan dengan anak kompleks lain yang bersekolah di sekitar jalan Kajaolalido itu.
Sembari menunggu, ada pula anak-anak sekolah dari Frater (sekolah kristen). Tapi anak-anak sekolah ini juga banyak yang muslim. Atau dari sekolah Nusantara, sekolah swasta yang juga dimiliki oleh yayasan Kristen.
Aduh, rasanya aneh sekali. Saya, yang bertahun-tahun sekolah di sekolah Islam tak biasa bercengkrama dengan anak-anak bermata sipit dari Frater. Atau anak-anak dengan wajah yang cukup ‘khas’ yang dikenal sebagai etnis Toraja, wilayah yang didominasi pemeluk Protestan.
Tapi entah kenapa, “menunggu di gereja” menjadi hal yang rutin. Penjemput merasa itu adalah jalur tercepat. Ya sudah, biarp canggung, lama-lama terbiasa sendiri.
Karena dasarnya kepo, begitu rasa kikuk tak lagi tersisa, mulai deh gatal ingin melihat seperti apa sih kawasan dalam gedung gereja?
Adik saya selalu menolak kalau diajak masuk. Dia lebih suka melepas sepatu, berlari-lari seperti orang gila di halaman gereja hihihi :p. Atau bermain pasir di sebuah bundaran tengah halaman. Gak penting amat sih kegiatan lu, Buntel? hahaha.
Biarpun penakut, rasa penasaran menyeret saya memasuki pintu gerbang gedung gereja di bagian samping yang saat itu entah kenapa terbuka lebar. Biasanya terkunci.
Halaman samping gereja berupa taman yang rapi. Di tengah taman, ada semacam kolam kecil yang di tengahnya ada patung Bunda Maria. Ada kamar-kamar di ujung taman. Pas pengin menyelinap masuk, ada beberapa biarawati yang memergoki. Duh, rasanya ingin kencing :P.
Mereka pasti mengenali saya. Seragam sekolah kami cukup unik. Waktu SD, saya tak pernah mengenakan seragam putih merah. Tapi seringnya seragam kotak-kotak hijau dengan rok hijau pastel yang menurut saya seragam yang paling keren :D.
Tak berpikir panjang, lari terbirit-birit keluar. Hahaha.
Sampai akhirnya, ijazah SD sudah distempel dan saatnya memulai dunia ABG jadi anak SMP :D.
Sebenarnya ingin sekali melanjutkan di sekolah yang sama, secara kecengan SD semuanya kembali bersekolah di sana. Mulia sekali alasannya, Kakaaaa, hahaha. Tapi 2 hari setelah Ebtanas SD, Bapak meninggal tiba-tiba. Jadi tahu diri saja deh, NEM nya cukup untuk masuk sekolah negeri yang kala itu masih sangat-sangat murah :P. Dipilihlah SMP negeri yang merupakan SMP terbaik (katanya) sepropinsi.
***
Menginjak bangku SMP lain lagi ceritanya. Biarpun waktu SD, akhirnya terbiasa menunggu bersama dengan anak sekolah lain (yang sipit, dll itu :P), tetap saja canggung ketika harus berbagi kelas yang sama.
Waktu SD, teman saya juga ada yang sipit. Tapi ketika azan dzuhur tiba, dia juga duduk bersama kami mengenakan kerudung dalam mushalla sekolah. Delapan tahun penuh saya sebelumnya bersekolah di lingkungan Islam. Semuanya muslim. Dari guru hingga teman-teman. Di lingkungan tempat tinggal pun, anak perempuan di rumah saya tak bebas bermain keluar rumah. Sementara kakak saya yang laki-laki semua boleh kelayapan kemana suka. Itu aturan dari Bapak :D.
Jadinya aneh juga, sepanjang hari harus bertemu mereka. Mengobrol bersama mereka. Bahkan mereka latihan paduan suara untuk gereja di sebuah kelas terbuka saat jam istirahat tiba. Entah kenapa, awalnya ada rasa enggan. Tak terbiasa. Dada saya berdebar-debar tidak jelas kalau mendengar paduan suara seperti ini. Sebal saja rasanya.
Jujur saja, 3 tahun di bangku SMP, saya tak pernah dekat dengan teman-teman non muslim. Sekedar kenal dan saling menyapa. Hingga lulus, saya gagal menepis ‘rasa canggung’ saya terhadap mereka. Kelas saya hampir 100% beragama Islam. Ada 2 kelas lain yang didominasi agama lain, meskipun muridnya pasti ada yang muslim.
Ngapain, pikir saya. Teman muslim banyak, kok :D. Bahkan pernah terbersit rasa tidak suka ketika salah seorang teman dekat bercerita kalau dia naksir dengan X. Dimana X ini seorang penganut Protestan.
Kelas 2 SMP, apa kelas 3 ya, ada anak baru di kelas kami. Agamanya protestan. Anaknya ceria dan jadinya banyak yang dekat dengannya. Bahkan saya dan beberapa teman dekat membuat acara bazaar yang melibatkannya. Duh, jujur saja, saat itu saya ingin mundur saja karena ada dia. Tapi saya takut dan malu karena apa dong alasannya?
Jadilah dengan setengah hati tetap ikut. Bahkan, kami pernah main ke rumahnya, lho. Susah payah saya menepis ketidaksukaan saya. Berusahan bersikap senormal mungkin, padahal waktu di rumahnya, otak saya dipenuhi pikiran aneh-aneh, “duh, ntar kita dikasih babi gak, ya?” Tolol to the max, ya, saya. Hahaha.
Bangku SMA lah yang akhirnya ‘membobol’ sedikit-sedikit rasa ‘aneh’ tidak jelas itu :P. Yang belakangan saya sadari, dulu pun saya ternyata mengidap xenophobia yang tidak ringan. Hehehehe.
Baca : People We Haven’t Met Yet (2)
View Comments (4)
Kakjee dulu sekolahnya diathirah? waahh samaa aku juga disana dulu kak.. hihi gereja disamping kanan sekolah yg selalu tertutup buat hati penasaran.. Hebat kakjee bisa memberanikan diri masuk dgn seragam kebanggaan hijau kotakotak :D seru itu kalau pagi bell berbunyi tandanya siswa/i athirah memulai masuk kelas dgn bertadarrusan selama 15menit sebelum pelajaran dimulai, sedangkan sekolah sebelah tak kalah jg lonceng gerejanya berbunyi tandanya merekapun berdoa sesuai dgn kepercayaan mereka sebelum memulai pelajaran.. :) hihi
Kalau pulang sekolah memang pada ngumpul di sana, anak Nusantara-Frater sama Athirh :D. Bagus lho dalamnya itu gereja hehehe.
deeeh kakjee bikin penasaran.. sampai skrngpun masih kakjee anak frater, noes, smp 6 ngumpulnya depan athirah kak, sampai skrngpun sy blum pernah berhasil masuk ke gerejanya si kalau ga salah namanya Gereja Katedral Ujung Pandang.. nantilah kalau pulang kesana coba main yakali bisa liat dan rasa penasarannya terpatahkan.. hihi :D
Saya juga alumni Athirah.
Bisa liat halaman sekolah frater dari kelasku di SMP.