X

Where Ignorance is Our Master

“Yam, tolonglah aku…” Kata si Kucing.

“Nape lu?” Jawab si Ayam ogah-ogahan.

“Jadi gini…”

Kucing pun mulai bercerita tentang masalah dalam rumah. Jadi, Pak Bolang, majikan mereka, tengah diresahkan oleh banyaknya tikus-tikus berkeliaran dalam rumah. Sudah berbagai cara dilakukan untuk mengusir para tikus.

Kucing merasa kasihan dan tidak berdaya. Dia pun meminta bantuan Ayam.

“Ooo gitu. Waduh, gue kan punya kandang sendiri. Enggak tinggal dalam rumah. Lagian gue telaten banget bersihin kandang gue. Kagak mungkin tu tikus bakal ke sini.”

Kucing pun beranjak pergi. Dia menuju kandang sapi.

Kucing menyapa, “Pi, sibuk, gak?”

“Apaan?”

“Busyet. Galak amat.”

Sapi terkekeh sebentar, “Abis lu dateng-dateng ngagetin gue. Gue lagi kilik-kilik kuping. Kaget, Cing. Ya ude, apaan?”

Kucing pun menceritakan hal yang sama. Seperti yang diutarakannya tadi kepada si Ayam. Sapi manggut-manggut dan menjawab singkat, “Kandang gue gede. Lo mau tidur di sini saja? Sok aja atuh.” –> Sapi Sunda? hihihi .

“Bukan gitu, Pi. Kasihan sama Pak Bolang. Kita bantulah cari solusi.”

“Yaela, itu bukan urusan kite lah. Tikus kan kagak bakalan gangguin kita.”

“Tapi, Pi …”

“Duh, kayak hidup kita masih kurang repot aje. Udahlah. Diemin aja. Entar tu tikus juga bakal pergi sendiri. Jaga diri sendiri aja baik-baik. Oke, Cing?”

Kucing pun masuk kembali ke dalam rumah.

Sebulan berlalu. Kini, Kucing memandang sedih ke pekarangan di luar. Kandang ayam dan kandang sapi dibongkar oleh Pak Bolang. Kucing berguman pelan, “Andai saja dulu mereka …”

Kucing tak sanggup meneruskan kalimat batinnya. Sudut matanya telah basah. –> eya ampun, drama amat! Hahaha .

Ke mana ayam dan sapi?

Seminggu setelah Kucing mendapat jawaban berupa sikap cuek Ayam dan Sapi atas masalah dalam rumah Pak Bolang, majikan mereka, anak bungsu Pak Bolang jatuh sakit. Sakit tipes dikarenakan ulah tikus-tikus nakal tak terhalau yang wara wiri dalam rumah.

“Beri makanan bergizi biar cepat sembuh. Sup ayam juga boleh.” Begitu saran Pak Dokter. Ayam pun dipotong untuk dijadikan sup.

Si bungsu sembuh, ealah…yang sulung ikutan tipes. Pak Bolang bingung, ayam sudah tidak ada. Kata Pak Dokter,”It’s oke. Sup daging sapi juga tak masalah.”

Sapi dipotong untuk dijadikan sup. Akhirnya Pak Bolang nekat pergi ke kota dan membeli lem tikus plus perangkapnya walaupun harganya sangat mahal. Tikus-tikus pun bisa dienyahkan. Setelah terlebih dahulu mengorbankan nyawa Ayam dan Sapi.

Tinggallah Kucing bersenandung sedih tiap malam, “Sunyi sepi sendiri…sejak kau tinggal pergi…” #eaaaahhh, hayooo lagu apaan itu? hihihi *ngikikJadul*.

Ini bukan cerita karangan saya. Pernah baca di mana gitu. Lupa, hehehe. Tapi inti ceritanya sama. Pasti bisa, dong, menangkap pesan moralnya .

***

Kalau di atas cerita fiksi. Yang berikut ini cerita non fiksi alias berdasarkan kisah nyata.

Anggap saja namanya Ibu Mawar. Ibu Mawar ini ibu yang baik lah, terkenal cukup disiplin menjaga anak-anaknya. Termasuk si Kupu-kupu, anak perempuannya yang masih berusia 5 tahun.

Tiba-tiba Ibu Mawar dikejutkan oleh Kupu-kupu yang tiba-tiba demam tinggi dan suka meracau dalam tidurnya. Sebelumnya, Kupu-kupu juga mendadak menjadi anak yang pendiam. Padahal biasanya cuwawa luar biasa.

Terbongkarlah semuanya ketika akhirnya Kupu-kupu buka mulut dan membuat gempar seisi kompleks. Kupu-kupu mengaku telah sering disuruh untuk (maaf) menjilati (maaf lagi) anak kelamin salah seorang anak tetangganya. Namanya Kumbang. Usia Kumbang sekitar 11 tahun.

Kupu-kupu mengaku, awalnya dia senang-senang saja karena selalu dibujuk dengan pensil warna, permen atau pita rambut. Padahal Ibu Mawar berasal dari keluarga berada yang tidak segan-segan membelikan ini itu untuk putrinya. Tapi ya, kembali lagi, namanya juga anak-anak . Dikasih permen saja bisa loncat-loncat kegirangan huhuhu.

Lama-lama Kupu-kupu sering melawan dan malah membuat Kumbang marah. Hingga akhirnya dilakukan dengan cara paksaan. Bahkan, Kumbang mengajak Belalang, anak tetangga juga, laki-laki usia 8 tahun untuk ikutan dalam permainan yang dinamakannya, “Main celup-celupan.” Astagfirullah. Bayangkan perasaan Ibu Mawar.

Kasusnya sampai ke polisi kalau enggak salah. Ya kembali lagi, namanya juga anak-anak. Kumbang mengaku mengetahui aktifitas tersebut dari youtube. Ibunya si Kumbang berkeras kalau dia selalu mengunci ponsel dan gadget lainnya dengan password. Tapi Kumbang menjawab, dia tahu semua password ibunya. Nah lo.

Belalang mengaku hanya ikut-ikutan. “Kayaknya seru. Awalnya geli, tapi lama-lama enak.” Astagfirullah. Mau marah tapi bagaimana? Usianya masih 8 tahun .

Kejadiannya di kompleks perumahan menengah. Jadi bukan di kampung-kampung kismin lho ya.

Tamparan keras untuk Ibu Mawar dan seluruh keluarga dalam kompleks tersebut. Ibu Mawar konon sempat histeris karena tidak terima. Beberapa kali menjerit, “Apa dosaku Tuhan? Kurang apa? Kurang apa pada anak-anak?”

Saya tidak punya anak perempuan. Tapi membaca tulisan seorang teman di blog itu, yang dibuat berdasarkan kisah nyata kerabat dekatnya, membuat saya menangis. Iyalah. Saya juga prihatin pada Kumbang dan Belalang. Tahu apa sih mereka?

Konon, suasana kompleks mendadak ribut. Sampai rapat dan banyak ibu-ibu yang ikut menangis. Mengingat Kumbang, Belalang dan Kupu-kupu semuanya berasal dari keluarga baik-baik. Emosi pun tak kuat dibendung. Kalau tak salah, keluarga Kumbang akhirnya memutuskan hengkang dari kompleks karena tak tahan makian para tetangga.

Salah siapa? Ada apa ini?

Jawabannya simpel. Di blog itu juga ditulis oleh teman saya. Kata Ibu Elly Risman, seorang pembicara senior dalam seminar-seminar parenting sering mendengung-dengungkan kepada kita semua, “IT TAKES A VILLAGE TO RAISE OUR CHILDREN.”

Nabil & His Friends 😀 (Thuwal Beach, 2011)

Sungguh tidak bijaksana jika kita seringkali khilaf dan menganggap, “Aduh, gue mah lindungi keluarga sendiri aja, deh. Keluarga kan yang paling penting. Yang penting anak-anak gue, gue didik baik-baik.”

Jangan lupa, suatu hari, kita bisa berada dalam posisi Ibu Mawar. Astagfirullah *ketokKetokMeja*, “Jangan sampe, jangan sampeeee…”

Anak-anak kita tidak akan terbatas kehidupannya oleh dinding-dinding rumah kita saja. Tidak pula hanya sebatas pekarangan rumah. Bahkan pun tidak hanya dalam kompleks. Mereka kan makhluk sosial, sama seperti kita. Butuh berinteraksi dengan orang lain di berbagai tempat.

Dalam buku “Tipping Point” bahkan jelas-jelas sebuah penelitian dilakukan untuk memantau perkembangan anak-anak dalam 2 lingkungan berbeda. Hasilnya? Anak-anak dari keluarga broken home yang dibesarkan dalam lingkungan baik-baik ternyata LEBIH SELAMAT daripada anak-anak dari keluarga baik-baik yang dibesarkan dalam lingkungan yang kurang baik.

Jadi, jauhilah sikap seperti ‘Ayam dan Sapi’ tadi, ya . Generasi penerus adalah TANGGUNG JAWAB KITA SEMUA. Apa pun yang bisa mengancam ‘masa depan’ mereka bukanlah semata-mata tanggung jawab orang tuanya. Tanggung jawab kita semua 🙂.

Nabil (Thuwal, 2012)

Kita harus bekerja sama . Untuk merobohkan ‘keangkuhan dunia’ yang kadang tidak peduli lagi pada sang penerus sing penting keuntungan materi :(.

Sesuai fitrahnya, manusia itu adalah makhluk sosial.

Maka, selayaknya sebagai orang tua, mari sama-sama terus saling mendukung perbaikan dan tindakan positif untuk menyelamatkan makhluk-makhluk mungil yang mungkin sekarang masih kita gendong-gendong atau masih kita suapin. Tapi suatu saat nanti…di tangan merekalah kelak dunia akan berputar 🙂.

Saatnya ‘melawan’, ya. Saatnya pro aktif untuk menyajikan lingkungan terbaik untuk memicu keberhasilan mereka di masa depan. Bukan hanya sebatas menyiapkan rumah yang hangat dan nyaman . Kalau pun mau homeschooling, sampai kapan? Suatu hari mereka pun harus kita ‘lepas’, kan? .

Heal the world, make it a better place, for you and for me and the entire human race. -Heal The World, Michael J-

Banyak hal-hal yang bisa kita bantu untuk kontrol. Acara televisi nasional misalnya. Walau kita sebenarnya sanggup menggunakan channel berbayar yang tayangannya lebih mudah kita pilih-pilih. Sebagai salah satu wujud ikhtiar kita bagi para penerus bangsa. Siapa yang tahu besarnya harga yang harus kita  bayar kelak atas ketidakpedulian  kita saat ini.

Where ignorance is our master,
there is no possibility of real peace.
-Dalai Lama-

Is it worth it anyway? Together, it is  :).

Amar ma’ruf nahi mungkar ^_^.

Wassalam

– dari seorang Ibu rempong-kepo-penuh drama-nan sok tahu  yang percaya kalau perbaikan itu bisa dimulai dari hal-hal yang kecil  ;)-

The Kids (Madain Saleh, 2012)

***

 

davincka@gmail.com:

View Comments (15)

  • Mba, blh ak share ke twet link blogmu? Aku yoo miris ya mba... sedih dan smg ga bikin ak takut buat didik cln ankku nanti.. sipp setuju dr yg kecil akan berdampak besar untuk kebaikannya... mksh mba udh diingetin lg.

  • Hai Jihan, sering denger atau baca sih cerita2 kayak di artikelmu ini (termasuk kategori bully ataupun *maaf* pelecehan) tapi seringnya denger/baca dari posisi si korban (kupu-kupu)... yg justru bikin penasaran itu cerita dari posisi si pelaku atau pembully *yg mungkin gak bakal dishare juga ke masyarakat/socmed*.. gimana perasaan mereka punya anak kayak Kumbang dan Belalang yg melakukan hal2 yg gak baik tersebut? Belum tentu juga salah orang tua mendidik si Kumbang dan Belalang, bisa jadi orang tua sudah melakukan parenting style yg baik tapi setan lebih kuat, unsur lingkungan lebih berpengaruh kepada si Kumbang dan Belalang... merinding iiih... *knock on the wood* semoga anak2 kita mendapatkan yg terbaik dan selalu dilindungi Allah SWT..

  • Meski saya sering sekali membaca kisah fabel si kucing di atas, tapi tetap menarik untuk terus dibacakan dalam keluarga sebagai pengingat, relevan dengan kondisi terkini.

    Kemudian saya begitu mengerutkan dahi membaca kisah non fiksi Ibu Mawar, Kupu-kupu, Kumbang, dan Belalang. Sungguh tragis.
    Esensi kisahnya senafas dengan tulisan saya di sini:
    [Quiz #4] Kelalaian Yang Dibayar Mahal

    Betul, kepedulian seharusnya dimulai dari keluarga, kemudian lingkungan kita, bukan berhenti cukup di keluarga saja. Ketidakpedulian membuat manusia sendiri tidak memanusiakan dirinya sendiri. Sebab manusia adalah makhluk sosial, sehingga segala indikasi disorientasi yang terjadi di masyarakat bisa saja mengancam siapapun. Jangan menunggu dialami oleh keluarga sendiri baru tersadar.

    Dalam kasus Kupu-kupu ini, ketidakpedulian orangtuanya akhirnya menyisakan pedih yang amat mendalam bagi mereka, begitu juga ortunya Kumbang dan ortunya Belalang, karena otak anaknya sudah error di usia dini. Gejala disorientasi seksual anak orang lain (tetangganya) telah menumbalkan anaknya sendiri.

  • Istrinya mantan presiden Amerika ... Bush ya kalo ndak salah pernah nulis buku yang judulnya: IT TAKES A VILLAGE TO RAISE OUR CHILDREN.

    Benar lho. Terasa kalo kayak di daerahku sini, salah satu fungsinya terasa lho, waktu Athifah pulang sekolah dan melewati rumah, ikut temannya, seorang tetangga langsung menariknya dan mengantarnya pulang. KEpada saya, tetangga yang baik itu bilang, "Saya tahu ini anak tidak pernah main jauh2, jadi saya antar pulang"

    Begitu juga waktu si bungsu lolos, ngeloyor sampai 200an meter dari rumah, ada tetangga yang mengenali dan mengantarnya pulang.

    Nah apalagi dalam hal saling mempengaruhi kebiasaan atau sikap ... bisa sekali

  • bener Mak Jihan, kita gak bisa lagi mengandalkan usaha mendidik anak sendiri dengan baik tapi gak peduli dengan apa yang terjadi di luar. semoga makin banyak orangtua yang menyadari hal ini, medidik lingkungan juga penting.

  • Nah kaaaannn.. yang ini juga udah baca di FB.... Dan jadi gateeelll pengen komen lagi. Hihi...
    Btw, aku nih. Lagi ngeledekin temen2 kantor yang belum apa2 udah mau kompakan golput di pemilu tahun ini. Ku bilang: eh, hancurnya negara ini bisa jadi karena banyaknya orang2 pinter yang diem, loh bapak2.... Dan mereka tuh n langsung pada mangap takjub gitu, tumbeeeennn eike serius ngomongnya. Dan maaf ya, neng poni. Sumber quotenya tak kubilang2 ke mereka. Hahaha...