Salah satu laga di putaran Piala Dunia 1986 akan selalu menjadi kenangan terindah bagi Maradona. Saat melawan tim Inggris di perempat final perhelatan akbar yang mempertemukan tim-tim besar sepakbola dunia, salah satu gol Maradona tercipta secara kontroversial.
Konon, semua orang bisa melihat bahwa gol tersebut tercipta berkat sentuhan tangan Maradona, hal yang terlarang dalam olah raga sepak ini. Semua orang kecuali…sang wasit asal Tunisia, Ali bin Nasser. Bahkan, Maradona pun tak percaya ketika wasit tidak menganulir gol tersebut.
Gol legendaris yang katanya sih paling hits di abad ke-20, yang dijuluki “Gol Tangan Tuhan” tersebut, tidak hanya membawa Argentina lolos ke laga semifinal. Tapi juga melambungkan nama Maradona bersama timnya yang sukses merebut gelar Juara Piala Dunia 1986. Sementara sang wasit ikut-ikutan terkenal karena ‘keputusan’nya yang dianggap konyol tadi. Mang enak jadi wasit? :P.
Wasit adalah pihak penengah. Kehadirannya seharusnya menjadi solusi bukan malah mempertajam kekisruhan. Begitu pula selayaknya negara-negara ASEAN lain harus memposisikan dirinya dalam menghadapi perebutan 3 pulau antara Singapura dan Malaysia : Pulau Batu Puteh (Pedra Branca), Batuan Tengah (Middle Rocks) dan Karang Selatan (South Ledge).
Posisi Menentukan Prestasi
Pemerintah Malaysia menegaskan bahwa, “Pulau Batu Puteh milik Malaysia.” Sementara pihak Singapura tetap berkeras, “Pedra Branca belongs to Singapore.”
Ya sudah, Pulau Batu Puteh milik Malaysia dan Pedra Branca milik Singapura. Beres, kan? Hehehe.
Pulau Batu Puteh ya Pedra Branca juga. Penamaannya saja yang berbeda. Masing-masing merujuk kepada fisik pulau yang sama, Walau terletak di perairan perbatasan antara kedua negara yang tengah berseteru tersebut, namun kedaulatan awal pulau ini adalah milik Malaysia.
Kalau menilik dari sumber yang ini, tadinya pulau ini dikuasai oleh Kesultanan Johor di abad ke-16. Dan terus menjadi bagian dari Kesultanan Johor sampai abad ke-19. HIngga sekitar tahun 1850 an, pemerintahan Inggris membangun sebuah mercusuar (Horsburgh) di pulau tersebut sebagai penanda perbatasan untuk memasuki wilayah Singapura dari arah timur (Selat Singapura).
Entah lupa atau disengaja, yang jelas ketegangan baru dimulai di sekitar tahun 1979. Ketika Malaysia mengeluarkan peta yang berisi daerah kekuasaannya yang menegaskan bahwa pulau Batu Puteh/Pedra Branca adalah bagian dari wilayah Kerajaan Malaysia. Singapura, yang telah menguasai sekaligus mengurusi pulau yang dimaksud selama lebih dari satu abad tentu langsung kebakaran jenggot.
Perselisihan menjadi makin runyam karena posisi pulau ini memang terletak di perbatasan perairan Singapura dan Malaysia. Drama pun tak dapat dihindari. Bersama pulau ini, kedua wilayah di sekitarnya yaitu : Batuan Tengah dan Karang Selatan, ikut disengketakan.
Wasit Internasional Datang, Persilangan Sejarah Tak Menyurutkan Pertikaian
Peradilan internasional akhirnya ikut dilibatkan. Setelah 29 tahun saling bersitegang, di tahun 2008, ICJ (International Court of Justice) atau Mahkamah Peradilan Internasional menetapkan bahwa Singapura sepenuhnya berdaulat atas Pedra Branca/Pulau Batu Puteh. Sementara Batuan Tengah (Middle Rocks) diserahkan pada Malaysia. Ada pun Karang Selatan (South Ledge) diserahkan kepada negara pemilik perairan di mana karang tersebut berada.Lebih lengkapnya dicek di tautan yang saya ambil langsung dari website ICJ ini
Lebih lanjut di sumber dari ICJ itu dijelaskan panjang lebar mengenai riwayat si pulau dari abad ke abad. ICJ tidak menampik bahwa Kesultanan Johor adalah pemilik sah dari Pulau Batu Puteh dan tidak pernah melepaskan kepemilikannya secara sah. Tapi demi menghormati Singapura yang telah ‘mengurusi’ pulau ini selama seabad lebih, kedaulatan pulau yang bersangkutan ada di tangan Singapura.
Kalau mempelajari sejarah Negeri Singa dan Negeri JIran ini bisa lebih ribet lagi. Karena keduanya pernah berada di bawah penjajahan Koloni Inggris. Bahkan, setelah merdeka, Singapura pernah menjadi bagian dari Malaysia. Barulah tahun 1965, Singapura benar-benar berdiri sendiri dengan pemerintahan yang sepenuhnya terpisah dari Inggris maupun Malaysia.
Walaupun begitu, ketetapan dari ICJ sendiri tidak menyurutkan keinginan Malaysia untuk kembali berdaulat atas Pulau Batu Puteh. Sementara, bila kita simak lagi keputusan ICJ tadi, keputusannya juga masih menggantung dengan adanya perbedaan pendapat dari pengambil keputusan di sana.
Singapura pun ngotot menginginkan hak atas Batuan Tengah dan Karang Selatan yang mereka anggap sebagai bagian dari Pedra Branca tadi. Sama-sama kepala batu :D.
Siapa yang Salah, Siapa yang Berhak?
Dari segi sejarah dan kekuasaan di masa lalu, di mana Kesultanan Johor adalah bagian mutlak dari Kerajaan Malaysia kini, alibi Malaysia sangat kuat. Tapi, dari segi administratif dan efektifitas, peran Singapura atas Pulau Batu Puteh/Pedra Branca juga sangat patut diperhitungkan.
Lagipula, saya kurang paham, nih, masalah pengambilan keputusan oleh mahkamah internasional :D. Jadi, serahkan urusan itu pada ahlinya saja ;).
Yang jelas, perdebatan ini tidak akan membawa dampak positif bagi cita-cita Komunitas ASEAN 2015. Menuju terbentuknya komunitas yang diharapkan bisa memadu padankan semua negara ASEAN dari segi Keamanan-Ekonomi-Sosial Budaya, pertentangan antar negara anggota hanya akan menjadi “duri dalam daging.”
Bila dua pihak tengah bertikai, hal terbaik yang bisa dilakukan oleh pihak ke-3 adalah … mendamaikan :). Terlebih lagi, posisi Malaysia dan Singapura bisa dibilang sama kuatnya. Kita tak ingin memperuncing suasana dengan menunjukkan keberpihakan, kan? Nanti kayak pertandingan sepak bola. Jangan sampai malah lebih ribut ‘penonton’nya daripada ‘pemain’nya :(.
1. Pastikan dahulu kepada Malaysia dan Singapura untuk menerima apa pun keputusan pihak berwenang. Setelah itu, desak terus pihak yang berwenang untuk mengambil keputusan yang TEGAS secepatnya.
2. Jangan menunjukkan keberpihakan pada siapa pun. Terus genjot semangat perdamaian dan perundingan. Jangan pula sok tahu :D. Kalau ingin berpendapat, sebaiknya netral saja. Karena keduanya punya alasan yang sah dan logis.
3. Jangan pula membiarkan ketegangan terus berlarut-larut. Diam tidak selalu berarti emas. Kalau didiamkan salah-salah malah menjelma menjadi “api dalam sekam.”
4. Mengalihkan perhatian mereka. Sayang sekali kan, energi kedua negeri ‘berpengaruh’ ini sama-sama dihabiskan untuk tarik urat di urusan ini saja. Mengingat keduanya punya potensi ekonomi yang tinggi. Pendapatan perkapita Singapura nomor 1 di ASEAN, sementara Malaysia ada di no.3.
Jangan sampai yang tetek bengek begini malah menghabiskan energi dan melupakan kesamaan tujuan yang lebih besar. Makanya, yang sekitar sebaiknya jangan ikut-ikutan terlalu jauh. Saya ulangi lagi, sebatas mendamaikan, mendesak institusi internasional terkait dan mendorong perundingan saja.
Tantangan masih sangat besar. Komunitas ASEAN 2015 sudah di depan mata. Sejarah telah bercerita, sudah terlalu banyak perselisihan kecil yang memuai menjadi pertempuran raksasa.
Jangan sampai ada yang pihak ketiga yang memanfaatkan kekisruhan yang tidak seharusnya membesar ini. Apa yang terjadi di Timur Tengah di beberapa puluh tahun belakangan ini cukup hadir di layar televisi dan media cetak nasional saja. Jangan sampai terhidang di hadapan mata secara langsung :(.
Seperti pesan negarawan ternama dunia yang satu ini :
“When there is no enemy within, the enemies outside cannot hurt you.”
― Winston Churchill
Seperti kebiasaan kecil saya dulu jika pertengkaran dengan seorang teman mulai usai, sambil senyum malu-malu, kami akan saling mengaitkan jari kelingking Pertanda … perdamaian :).
Kalau orang sulsel bilang, “Janganmi baku bombe’-bombe’!” Hehehe.
Singapura dan Malaysia, saling mengaitkan jari kelingking, yuk ;).
***
View Comments (10)
mmm kalo dah masalah pulau..susah ji.itu kan menyangkut kedaulatan, harga diri senagai bangsa.
Yang penting, berantemnya jangan terlalu lebay lah hehehehe. Kalau cuma sebatas buang muka doang biarinlah :D.
Again, gak bosen lah aku bilang. Aku suka openingnya *idemu itu kakak poniiiii* dan aku suka infonya, dan aku suka solusinya. HAri ke 7 makin mantep deh tulisannya, makin tajem analisanya. Hebat deh Jihan bisa bikin topik begini enak dibaca
Penggemar bola iniiiiii. Issshhh, poni dibawa-bawa terus neh :D
Di tangan anda, masalah sulit terangkai sederhana. Solusi yang di tawarkan juga jitu. saya setuju, perlu mengingat kepentinga yang lebih luas. Sebisa mungkin perang dihindari.
Mak Elisaaaa, ini karena kemampuannya memang menulis yang gampang2 aja hihihihihi. Enggak sanggup kalau disuruh nulis yang susah-susah. Berasa terperangkap di lomba satu ini, cuma ya, kepalang tanggung ya mau udahan :D.
Selalu saja, tulisanmu enak dibaca. Sejarah yg selalu bikin kening berkerut mjd ringan untuk dicerna dlm tulisanmu, kaka poni *ikutan ama yg komen sblmnya* :-P
Ya ini karena yang nulis memang enggak kuat nulis yg susah-susah hehehe. Umpetin poni ahhhhh :P
Terkadang pertarungan politik melupakan, pada akhirnya masyarakatlah yang perlu diorangkan, menjadi insan yang agung dengan kesejahteraan dan kedamaian. Selebihnya politik menjadi bingkai administrasi kepada siapa manusia dilahan tersebut "melaporkan diri 1x24 jam". Semoga perbedaan pendapat tidak menjadikan kita mengecilkan arti kemanusiaan. Terimakasih sudah sharing dan salam kenal ya.
Terima kasih sudah berkunjung ke mari ya, Bang :)