Biografi Chairil Anwar , Review Buku : “Bagimu Negeri Menyediakan Api”

Biografi Chairil Anwar yang ditulis dalam sebuah buku terbitan Tempo.

Judul Buku :
Chairil Anwar, Bagimu Negeri Menyediakan Api

Chairil Anwar, bener-bener cerminan seorang ‘bad boy’ di masanya. Something that most people had already known? Hehehe.

Saya cengengesan begitu tahu latar belakang istilah “Bung, Ayo Bung” yang dilontarkan Chairil saat ada teman yang bertanya jargon yang pas untuk poster penyemangat perjuangan yang memasang foto tokoh-tokoh pergerakan. read more

Novel Arus Balik (Pramoedya Ananta Toer) : A Review

Sempat kuberprasangka di awal membaca novel Arus Balik ini, apakah penulis hendak mendiskreditkan Islam?

Berbagai scene yang ditulis, misalnya pembuangan patung-patung gajah yang dianggap “keramat” buat Hindu ke pesisir laut saat tentara muslim Demak menyerbu pesisir Jepara, yang merupakan wilayah Tuban.

Sebagian besar tentara Demak muslim tadinya beragama Hindu. Tergambar mereka enggan melempar patung-patung tersebut.

Pembaca dibuat paham bahwa pemimpin pasukan semata ingin mengobarkan semangat tempur walau terlontar kata-kata semacam, “Sudah percaya Allah, masih takut kepada patung orang kafir?” read more

The Seven Good Years

“Kakak Perempuanku yang Hilang”, salah satu tulisan berkesan dari buku memoar ini.

Penasaran, yes?

Setelah membaca 2-3 kalimat di awal tulisan jadi paham “hilang”nya bagaimana. Kakak perempuan penulis bergabung dengan sekte ultra-ortodoks Yahudi dan tiba-tiba berganti penampilan dan kebiasaan hidup terutama setelah menikah.

Kaum perempuan biasanya menggunakan baju panjang yang menutup kepala hingga mata kaki, yang laki-laki tiba-tiba berjenggot dan “menghilang” dari pergaulan menghabiskan banyak waktu untuk berdoa dan berkumpul dengan “sesama mereka” dst dst.

Langsung merasa relate dengan kisah ini. Teringat fenomena “hijrah” di tanah air yang juga membuat saya juga merasa “kehilangan beberapa teman terdekat” .

the seven good years review buku Indonesia
Perempuan dari kelompok ultra-orthodoks Yahudi sedang membaca ( Gambar : dailymail.co.uk)

 

Mirip banget yah deskripsi “kembali ke agama” ala Yahudi-Ortodoks dengan tradisi “hijrah” edisi muslim terkini, setidaknya di tanah air kita.

The Seven Good Years, kumpulan tulisan seorang penulis Yahudi yang tinggal dan bermukim di Israel.

Bukan kisah-kisah parenting. Melainkan pengalaman-pengalaman ringan yang dihadapinya dalam rentang waktu 7 tahtun pertama kehidupannya setelah memiliki anak laki-laki, Lev.

Dari tulisan Keret, terbayang betapa sebenarnya semua pihak sama menderita dan tersiksanya akibat warisan kebencian yang turun temurun selama ratusan tahun ini .

Sebagai seorang Yahudi, seringkali Keret merasa tertekan dan penuh curiga saat berada di Eropa.

Di sebuah pub, Keret pernah terlibat perkelahian dengan seorang Jerman yang sedang mabuk hanya karena salah dengar. Prasangka buruk Keret mengira laki-laki tersebut sedang menghina orang Yahudi tapi ternyata TIDAK sama sekali.

Sekali lagi, cuma salah dengar.

Keret juga sering bertukar cerita dengan teman sesama Yahudi-nya tentang ketakutan-ketakutan mereka jika kelak dunia akan kembali dipenuhi semangat anti-Semit. Bagaimana mereka akan menabung sebanyak mungkin agar bisa lari ke tempat yang aman dan nyaman.

Bagaimana ritual mereka untuk tetap membuat sang anak nyaman saat bunyi sirine tanda bahaya berbunyi saat mereka lagi mengendara di jalan. Di Israel hal seperti ini sangat umum.

Sirine tanda bahaya bisa tiba-tiba berbunyi dan semua orang harus tiarap dan bom pun jatuh berdentum, entah di mana. Bisa dekat, bisa jauh.

Keret juga merasa sangat tidak nyaman saat berada di taman bermain dan mendapati ibu-ibu saling bertanya, “Apakah anakmu kelak akan jadi tentara?”

Ternyata, pembicaraan semacam ini sangat biasa di Israel.

Israel, satu diantara sedikit sekali negara di dunia yang memiliki aturan WAJIB MILITER bagi seluruh warga negara baik laki-laki dan perempuan.

Beberapa tulisan juga membahas mengenai asal usul orang tua Keret yang berasal dari Polandia. Bagaimana kedua orang tuanya terusir dari sana pasca melewati hari-hari yang berat di masa Jerman-Nazi menyerbu ke negara-negara tetangganya termasuk Polandia.

Dari tulisan-tulisan ringan ini juga kita mendapatkan informasi mengenai hari-hari suci umat Yahudi seperti Yom Kippur dan Sabat.

Ada juga catatan ringan mengenai perdebatan Keret, istrinya, anak mereka dan ibu Keret tentang game Angry Birds hehehe.

Keret menyesalkan sikap ayahnya yang dianggapnya terpenjara dengan cerita turun temurun mengenai kebencian. Keret ingin kita semua lebih proaktif menciptakan masa depan yang lebih cerah, alih-alih mengenang masa lalu yang sudah usang.

Keret salah satu penulis Israel yang giat mengkritisi pendudukan Israel di tanah Palestina. Karena keberpihakannya pada perdamaian di tanah konflik Timur Tengah, Keret lumayan bisa diterima di negeri-negeri mayoritas muslim. Pernah diundang ke Bali segala, lho .

We need to read something like this. Melihat dari sisi lain. Banyak miripnya ajaran Yahudi dengan Islam secara agama.

Etgar Keret (gambar : huffingtonpost.com)

 

Misalnya ada kosher, daging/makanan halal versi Yahudi. Kosher ini oleh sebagian ulama Eropa dianggap HALAL pula buat kaum muslim .

Kembali ke tulisan “Kakak Perempuanku yang Hilang”, Keret menunjukkan satu pesan penting. Meski didera ketakutan mengenai perubahan ekstrim yang terjadi bagi orang-orang yang dianggap “hilang”, Keret punya sudut pandang sendiri.

Menurut Keret, “Aku tidak punya Tuhan, tetapi kakakku punya, dan aku mencintainya, jadi aku mencoba untuk menunjukkan hormat.”

Di masa-masa frustrasi saat ditinggal pergi oleh gadis pujaan hatinya, Keret mendatangi kakaknya di pemukiman Ortodoks. Keret memohon kakaknya untuk mendoakan agar gadis tersebut kembali kepada Keret.

Kakaknya bilang tidak bisa, itu bukan doa yang benar. Tapi kakaknya berjanji akan berdoa setiap hari agar kelak Keret bertemu perempuan lain yang akan membuatnya bahagia.

Sepuluh tahun kemudian, itu benar terjadi. Keret percaya, doa kakaknya telah dikabulkan Tuhan.

We can still love and respect each other terutama dengan orang-orang terdekat kita pasca “perubahan”.

Terlepas dari prasangka dan ketakutan (yang mungkin sebagian besar tidak perlu atau karena tidak paham saja), kita masih bisa berkasih sayang dalam perbedaan .

Semoga lebih banyak orang-orang seperti Keret atau siapa pun yang berupaya untuk berbicara lebih kencang mengenai perdamaian dalam permusuhan panjang di konflik Israel-Palestina.

Saling berbagi apa yang dirasakan, apa yang dilewati, dari sudut pandang masing-masing. Surprisingly, banyak persamaan yang bisa didapatkan.

Siapa pun bisa bersuara yang sejalan, seperti saintis Albert Einstein sekali pun yang pernah berujar, “Peace cannot be kept by force; it can only be achieved by understanding.”

Saling memahami adalah koentji ???.

Dear, River …

I didn’t see this coming. Baru membaca di bagian “Sungai Kisah yang Mengalir ke Arahmu” lah kok udah mewek aja. Di tempat umum begitu ya masa mau nangis-nangis. Gengsi amat hahahaha. Padahal itu baru TULISAN PENGANTAR! *panik*.

Sungguh keputusan yang gegabah membawa buku ini buat dibaca santai waktu nemenin anak-anak ke playground di suatu minggu sore yang cerah. Sambil duduk ngeliatin anak-anak main, maksudnya mau duduk-duduk manja sambil baca buku ini aja biar enggak bosen-bosen amat. Karena bapaknya juga nemenin anak-anak maen bola –> this is why, perhaps we need to have another girl in this family! #ehGimana.

Sejujurnya dulu sekalian beli #dearRiver untuk optimasi ongkir aja sih pas beli buku “Berjalan Jauh”. Kedua buku ini penulisnya SAMA.

Karena terkesan banget dengan “Berjalan Jauh”, makanya cepat-cepat pengin baca #dearRiver ini.

buku parenting

#DearRiver kumpulan tulisan Fauzan Mukrim buat putranya, River. Mirip dengan “Berjalan Jauh” tapi tulisan-tulisannya beda semua. Jadi ini 2 BUKU YANG BERBEDA. #DearRiver ditulis sebelum River lahir.

Selama ini kita sering terjebak dengan mengunci parenthood sebatas motherhood saja. Father-nya gimanaaaaaa?

Beban pendidikan anak, secara sosial, lebih sering dibebankan kepada Ibu. Padahal, peran Bapak/Ayah ya sama pentingnya.

Para suami dan calon ayah pun sebenarnya punya kegelisahan, deg-degan plus takut jugak mau punya anak dst dst dst dengan intensitas yang kurang lebih sama dengan para istri dan calon ibu. Mungkin selama ini para suami dan calon Ayah lebih suka memendamnya dalam hati. Untunglah ada Ayah Fauzan Mukrim yang mau membagikan isi hatinya kepada kita :).

Sudah macam masokis baca buku ini. Baca, nangis, baca, nangis, baca, nangis. Tapi gak kapok-kapok.

Esai “Ketika Kau Sakit” pedihnya dobel. Karena selain bernostalgia dengan paniknya kita di masa-masa anak sakit, Fauzan juga bercerita tentang posisinya sebagai anak. Membahas orang tua juga. Jadi yah, sebel karena gosok-gosok mata terus padahal lagi perawatan pakai eye cream biar kerutannya tidak memburuk. Bagusnya memang buku ini dibaca dengan wajah polos. No skincare at all. Percuma jugak. Pasti luntur semua, Cyiiiiin -_-.

Tidak sedikit pembahasan tentang orang tua karena Fauzan Mukrim banyak berkaca dari orang tuanya sebagai memori untuk bekal membesarkan anak-anaknya kelak. Karena itulah kita tidak boleh ngasal-ngasal, ya, membesarkan anak karena pengaruhnya bisa sampai jauh ke depan sana.

“Ibu Juga Ingin Naik Haji” misalnya. Indah sekali. Luar biasa ibunya, Kak. Kirim salam, ya <3.

Tentang Bapak juga banyak.

Almarhum Bapak saya meninggal waktu saya masih SD. It’s been while. I started to forget things about him or at least never really think about it anymore. Udah lama banget ya rasanya. Sampai kadang ada beberapa yang akhirnya lupa sendiri. Tapi beberapa tulisan ndi #dearRiver makes them all coming back to me … once again.

Saya rindu sekali jadinya sama almarhum Bapak. Walau cuma punya satu foto, saya tidak pernah lupa pada wajahnya yang ganteng hehehe <3.

Tidak sedikit istri yang mengeluh, kalau laki-laki akan atau sudah punya anak, istrinya entah tarok di mana. Tapi Fauzan Mukrim menyelipkan tidak sedikit kisah-kisah tentang sang istri. Romantis plus terharu di tulisan “Enam Tahun dan Dua Tahun.” Kebayang dulu bininya digempur terus pakai esai-esai di masa pedekate *uhuuuyyyy*.

“Pulang Memancing” melayangkan ingatan ke masa-masa bekerja dulu. Bisa-bisanya ni Ayah Fauzan menuliskan pengalaman bermacet-macet ria yang bisa bikin kita …. ya nangis lagi! Hahahahaha. Geblek, ah. Nangis mulu :p.

Banyak kisah-kisah tentang orang-orang lain di luar kerabat dan teman dekat dari penulis. Tentang seorang tamu yang datang ke kantor di suatu hari di tulisan “Tangan dan Jari-jarinya”. Atau tentang Pak Mansyur yang luar biasa di esai “Guru”.

O ya, diksi atau pemilihan katanya bagus banget, euy. Mungkin karena efek profesi wartawan. Sedih tapi enggak dangdut gitu lah hehehe. Gimana ya neranginnya. Baca sendiri aja dah hehehehe.

Gaya menulisnya juga sangat jenaka. Kesel kan, dibikin gila kita jadinya. Nangis-nangis tapi ketawa jugak. Sudah sedih-sedih membayangkan perasaan orang tua kalau anaknya lagi sakit, ada pula kalimat model begini … “Lemas seluruh badanku, Nak. Satu dua lagu yang aku nyanyikan untuk menghiburmu tidak kau gubris. Kau hanya memandangku lemah seolah-olah aku ini peserta Indonesian Idol yang sebentar lagi dieliminasi.”

“Tertawa  Seperti Pocoyo” juga tulisan model begini. Mewek iya, ngakak iya. Ya makanya bacanya pas lagi sendirian aja hihihi.

Satu lagi, potongan-potongan lirik yang ngawur di “Misheard Lyrics” … bisa dibantai kau sama anak Jaksel, Bang Fauzan, hahahahaha.

Di sebuah seminar parenting yang pernah saya hadiri (pesertanya sebagian besar ibu-ibu), fasilitator bertanya kepada kami, “Ibu-ibuuuu, anak itu banyak meminta atau banyak memberi.”

Tanpa dikomando, jawaban kompak kami bergema di seluruh ruangan, “Memintaaaa…”

Ah, kita, para orang tua, suka terkecoh. Kan ada juga tuh kisah-kisah yang mengatakan kalau orang tua adalah malaikat buat anak-anak mereka. Padahal, merekalah malaikat-malaikat kecil yang dihadirkan di dunia untuk membawa kebahagiaan untuk orang-orang di sekitarnya. Jangankan membayangkan bila Tuhan mengambil kembali titipan terindahnya ini, melihat mereka sakit saja, nyawa rasanya sudah hilang separuh.

“Hadirmu semacam power supply baru dalam kehidupanku. Karena setiap aku melakukan atau memikirkan sesuatu untukmu, Nak, dengan sendirinya aku pun merasa semakin menyayangimu. Apa namanya itu? Accelerated Happiness? Mungkin semacam rasa bahagia jika bisa memberikan benda kepada orang lain, alih-alih bersedih karena benda itu lepas dari tangan kita. Rasa bahagia itu yang tak akan pernah bisa dikalkukasi dengan hukum ekonomi yang mendewakan aset dan kepemilikan.” -Fauzan Mukrim, #dearRiver-

Enggak peduli lagi deh Pakde Agus Amrullah bakal berkoar-koar tentang chauvinisme bla bla bla (hahahaha), I  give 5 out of 5 stars for this book!  <3

Terima kasih Ayah Fauzan yang sudah menulis buku indah ini <3. Ditunggu banget buku #dearRain nya, harus adil dong Ayaaaaahhhhh ;).

Note : bukunya bisa dibeli via River’s Corner, ya.

iqbal aji daryono

Review Buku “OUT OF THE LUNCH BOX” : It’s All About The Third Option

“Iqbal itu cebong apa bukan, sih?” Hahahaha.

Seriiiiiing banget dapat pertanyaan seperti itu dari teman-teman sesama cebbie di jagad maya yang lagi ribut-ributnya jelang 2019 ini.

Anyway, DOES IT MATTER????

Yak, beginilah kondisi sebagian kita yang entah kapan mulainya sering terjebak dengan kubu-kubuan politik. Kalau bukan cebong ya dianggap “kubu sebelah” .

Iqbal Aji Daryono, salah seorang penulis aktif versi media sosial, terutama di Facebook. Memahami Iqbal ini memang agak sukar kalau hanya membaca satu dua tulisannya saja.

“Out of The Lunch Box” ini merupakan buku terbarunya. Berisi kumpulan tulisan-tulisan Iqbal di berbagai media online yang topiknya relatif NON-ALAY dengan topik-topik lumayan serius seputar sosial, politik, dan agama.

Iqbal Aji Daryono

Dulu pernah nerbitin buku “Out of The Truck Box” jugak.

Semuanya sudah pernah dia share di wallnya kok. Tapi ternyata buanyak bangeeeet. Saya saja yang rasanya jarang ketinggalan ikut bertempur di status-statusnya (hahaha) merasa belum pernah membaca sebagian tulisannya.

Jangan takut duluan. Topik serius nan bikin pening kepala apa juga kalau Iqbal yang nulis bisa jadi ringan dan mudah dipahami. Kalimat-kalimatnya sederhana dan tidak ribet. One thing about him yang bikin saya kesal itu karena Iqbal orangnya pinter tapi enggak sok pinter. Kesal karena IRI hahahaha.

Seringnya kan kita-kita yang kalangan medioker ini, pinter enggak tapi udah kek paling tahu sedunia *tutupMuka*.

Tetap saja, saya butuh lebih dari seminggu untuk membaca buku ini. BUKAN karena isinya kurang menarik.

Agak-agak gimana gitu ya membaca tulisan-tulisan Iqbal dalam cetakan buku. Selain karena mungkin kita sudah terbiasa membaca langsung di wall FB-nya Iqbal, ternyata jangan-jangan kita lebih menikmati komen-komennya hahaha.

Kalau di medsos, bisa lebih interaktif, komunikasi dari berbagai arah, karena siapa saja dan kapan saja bisa berantem … eh berkomentar . Bisa tuker-tukeran argumen. Bisa langsung mengamuk saat itu juga kalau tidak setuju hahahaha.

Iqbal aji daryono penulis
Foto : shiramedia.com

 

Nah, kalau baca buku jadinya gini. Baca satu esai, gemes sendiri tapi bingung mau ngomel ke siapa. Jadi kadang butuh waktu buat misuh-misuh sendiri sebelum lanjut ke esai berikutnya.

Selain itu juga, walau bahasanya santai, kesannya tetap dalam jadi ada waktu buat menghela napas juga padahal kayak diajak becanda aja sama yang nulis .

Nah, terkait dari kubu-kubuan yang saya sebut di awal tadi, mungkin itu yang pengin diluruskan oleh Iqbal. Semacam menawarkan “pilihan ketiga” –> inti dari opini-opininya dalam OOTLB.

Pilihan ketiga ini mungkin semacam perspektif yang beda dari 2 hal yang sudah terlanjur nancep dalam pikiran kita. TIDAK CUMA SOAL CEBONG-CEBONGAN lho ya. Spektrumnya lebih luas ini yang dibahas dalam buku.

Tulisan “Buya Syafii dalam Kepungan Masyarakat Hitam Putih” menjadi tulisan pembuka yang mayan tektok untuk menyindir kalian-kalian yang dikit-dikit “Pasti lo pendukung anu!” atau “Dasar lu hater” dst dst dst. Termasuk gue pastinya hahahaha.

Pilihan ketiga, bisa juga berarti perspektif yang lebih lengkap jadi tidak melulu harus “pro banget-banget” atau “anti abis-abisan”. Iqbal sering berusaha untuk “Gini lhoooo duduk persoalan sebenarnya, yuk kita lihat detailnya sama-sama yuuuuk …”

Tulisan “Membaca Langkah Marketing Anies Baswedan” menjelaskan secara runut dan logis tentang APA yang sebenarnya terjadi. Sesuatu yang ternyata biasa-biasa saja kok ya dalam langkah-langkah politik standar .

Ah ya, gaya bahasa dalam buku tidak dibikin baku, tetap dalam bahasa Fesbuk yang santai penuh haha-hihi. EYD-nya juga entah ke mana ha-ha-ha –> contoh penulisan “hahaha” yang benar .

Opini-opininya oke punya walau menurut saya, beberapa agak terburu-buru ya kesimpulannya. Ada beberapa hal yang masih bisa didiskusikan di tulisan “Lah, Kalian Mau Rekonsiliasi, Apa Mau Perang Lagi?”. Gemes, gemes, gemes, pengin protes! Tapi ini kan mau review yak bukan mau ngajak berantem hahahaha.

Apalagi tulisan-tulisan semacam “Program Darmawisata untuk Aktivis Antirokok” ituuuuu ck ck ck -_-.

Tenang sih, tidak semuanya setegang itu kok isinya. “Empat Percakapan Tentang Topi Sinterklas” itu bikin ngikik polllll . “Cerita Pelipur Lara Untuk Para Haters Malaysia” juga semacam esai ringan yang lumayan rileks .

Total ada 40 esai dalam buku ini.

Iqbal ini terbukti cukup open minded, kok . Tengok aja di wallnya itu tempat berkumpulnya pro rokok dan anti rokok. Ada cebbie level kronis, ada pendukung fanatik toko sebelah. Ada yang jilbab gede ada yang jilbab tapi skinny jeans (hihihi) semuanya bisa diajak becanda sama Iqbal .

iqbal aji daryono

Jangan takut bakal membaca opini aneh-aneh. Dirasa aneh-aneh pun ya terus kenapa? Tenang saja, membaca sesuatu yang berbeda dengan keyakinan kita tidak ujug-ujug bikin kita jadi kurang beriman atau semacamnya lah hehehe. It won’t make you less confident as well .

“There is nothing wrong with listening. You can listen to people; you can hear people’s concerns. You can keep an open mind and still be perfectly strong.” Bill de Blasio

Bukunya diterbitkan oleh penerbit Shiramedia. bisa didapatkan dari toko buku Togamas terdekat atau beli online, misalnya saya belinya kemarin dari toko buku online yang ini –> Erin Cipta, Buku, dan Madu.

Jadi, sebenarnya … Iqbal itu cebong apa bukan, nih? Hahahaha, go ask him yourself  … –> Iqbal Aji Daryono

Selamat membaca .