Film Dokumenter Netflix : MINIMALISM, Living a Meaningful Life

Tadinya nonton film dokumenter Netflix yang ‘Tiny House Nation’ terus dilanjutin sama MINIMALISM ini. Mungkin di masa pandemi ini dimana ruang gerak cukup terbatas, lebih mudah menghayati tayangan dokumenter model begini?

Give them a try ;).

Joshua dan Ryan, yang tinggal di US, menulis buku “Minimalism : Live a Meaningful Life”. Menceritakan pengalaman mereka melepaskan diri dari godaan dunia dan mengejar kebahagiaan sejati.

Mereka merasa sukses melepaskan diri dan jebakan ‘The American Dream’.

film dokumenter Netflix

Again and again, US ini memang buedaaaaaaaaa banget sama yurop secara umum. Tentu saja KESENJANGAN EKONOMI salah satu faktor utama kenapa orang-orang di US kok keliatannya lebih gragas soal barang-barang ketimbang orang-orang di yurop hehehe. Timur Tengah juga mirip, sih :p.

Percayalah, LINGKUNGAN itu pengaruhnya besaaarrrr. Cukup terasa kesulitannya hidup di Jeddah dulu kalau kita penampilannya dekil. Here’s the story about that hihihihi.

Di US tidak segini-gininya sih. Tapi secara sosial sehari-hari ya pasti terasa. Makanya tuh di US sampai ada yang namanya credit-score. Aneh banget. Makin sering kita nyicil, makin bagus skor kita. Kalau gak salah, kalau gak pernah kredit malah susah dapat pinjaman dari bank. Nah loh :p.

Kalok di yurop, like I always said, kesenjangan tidak terlalu timpang. Kasarnya, kehidupan ekonomi hampir semua kalangan tuh mirip-mirip. Walau yah, karena kredit, banyak yang tergoda juga pengin ini pengin itu banyak sekaliiiiii :p.

Kita mungkin sebenarnya sadar kita tidak terlalu butuh tinggal di rumah gede misalnya. Tapi ya itu, tekanan lingkungan sukar dilawan. Namanya makhluk sosial ye kan.

Teman-teman nyicil rumah segede gaban, kok ya gelisah sendiri. Awkward juga kan kalo bikin acara terus ketempatan giliran terus rumah kita ‘beda sendiri’? Sekali dua kali bisa kuat. Kalau berkali-kali ya baper juga, Sis!

Makanya kadang standar kebahagiaan itu sesimpel –> diterima dalam pergaulan / mendapat pengakuan.

Ini sudah banyak pengalaman dari usia sekolah kok, ya.

Dulu sempat becanda-becanda sama teman di sekolah, how we wish to have a rich boyfriend biar bisa upgrade penampilan dan masuk geng anak gaul hahahaha. Apa ini, apa iniiiii, kecil-kecil udah “mental sugar daddy” 🤣🤣🤣.

Pukulan cukup berat dulu itu, one of my biggest crush (kakak kelas) yang ujug-ujug jadian sama anak perempuan kece-gaul-tajir. Sumpah, sakit hati maksimal! Hahaha.

Nah, sama seperti Joshua dan Ryan yang latar belakangnya ‘keluarga susah’, kadang terjebak hidup materialistis itu salah satu cara balas dendam terhadap masa lalu?

Kita mengejar kebahagiaan dengan mengoleksi hal-hal yang dulu tak bisa kita jangkau. Harta benda misalnya. Makin klop dengan desakan lingkungan tadi.

Misalnya dendam dulu dicuekin karena dekil. Berbekal rasa sakit hati itulah jadinya bertekad kalok punya duit mau tampil sekeren mungkin. Dengan begitu kita jadi merasa lebih bahagia?

It is so wrong :(.

Ternyata, rumusnya enggak gitu. Jangan sampai kita menyandarkan tujuan hidup pada dinding yang salah.

Karena kalau keinginan bersifat materi yang terus-terusan kita ikuti, tidak akan ada habisnya. On and on and on … kayak minum yang manis-manis, boro-boro menghilangkan haus, yang ada malah makin craving, kan? Lah kenapa jadi ceramah pola makan sehat ini lama-lama hahahahaha.

In the end –> “The things you own , end up owning you” – Tyler Durdan

Kedua penulis the minimalist ini mau ngasih tahu kalau kita bisa punya standar kebahagiaan kita sendiri. Dan itu jangan sampai dipengaruhi oleh sesuatu di luar sana yang sukar kita kendalikan (pendapat orang, pertemanan, dsb dsb).

But again, melawan tekanan lingkungan itu perlu kerja keras dan kegigihan luar biasa. Ada baiknya juga, birokrasi harus melibatkan diri. Itulah kenapa di Eropa secara umum lebih “merata” ketimbang di US.

Ada peran pemerintah yang cukup signifikan.

Di film ini disebut betapa iklan dan berbagai tayangan informasi punya peranan besar dalam menentukan gaya hidup banyak orang. Tapi di situlah lingkaran setannya.

Perputaran ekonomi secara umum sangat ditunjang oleh perputaran uang dan barang. Kalok semua jadi minimalist ya mentok kreativitas / perekonomian dunia 😅.

Begitulah mengapa manusia tidak diciptakan seragam. Ironis, ya 😊.

Makanya kehidupan manusia itu kompleks, enggak bisa tiba-tiba dibikin simpel gitu aja.

Tapi saya selalu percaya,

The best feeling in the world is realizing that you’re perfectly happy without the thing you thought you needed” – marxie

Letakkan dunia di tanganmu, bukan di hatimu. Selamat menonton! 🥰