Kasus LGBT, Tragedi Reynhard, dan Latar Belakang Pelegalan Pernikahan Sejenis di Negara Maju

Kasus LGBT mencuat lagi dengan kasus Reynhard. Dari awal mencuatnya, sudah bisa ditebak opini massa di tanah air pasti ruwet membedakan ORIENTASI SEKSUAL vs KELAINAN SEKSUAL.

So that you know, pelaku pemerkosaan yang heteroseksual ya juga banyak. Bahwa misalnya pedofilia pun, juga bukan kejahatan khas untuk kasus LGBT doang.

Jika kalian anti LGBT ya itu urusannya lain lagi ;). Your life, your value, your choice 👌.

Yang gini-gini seringkali membawa ruang diskusi meluas sampai pembahasan tentang isu yang sama di negara-negara maju.

Termasuk yang sempat ramai dulu jadi sorotan lagi : PELEGALAN PERNIKAHAN SEJENIS yang dianggap dukungan bagi meningkatnya jumlah kaum LGBT.

Belanda, Belgia, Perancis, Republik Irlandia, Amerika Serikat (tidak semua negara bagian), Argentina, Finlandia, merupakan contoh-contoh negara maju yang melegalkan pernikahan sejenis.

Sayangnya, pada sotoy tentang latar belakang atas pelegalan pernikahan sejenis tersebut. Hingga akhirnya, muncullah tudingan-tudingan semacam, “Mau menghancurkan ajaran agama!” lah dst dst dst.

kasus LGBT
Gambar : statista.com

Pelegalan pernikahan sejenis di negara-negara maju sebenarnya tidak berkaitan sedikit pun dengan agama. Mengingat sebagian besar negara tersebut pada dasarnya memang sekuler.

Pelegalan ini tujuannya bukan terkait hak asasi manusia doang. Tapi untuk mengakomodasi hak seluruh warga negara terkait hak ekonomi, hukum, dan sosial. Contohnya :

Pengurangan pajak bagi pasangan yang sudah menikah secara resmi. Jumlahnya cukup signifikan untuk pembayaran pajak di negara-negara maju yang relatif cukup besar secara umum.

Di Indonesia, lu disuruh bayar pajak aja ngamuk :p.

Kepemilikan properti. Pernikahan yang legal memungkinkan pencantuman nama pasangan sah dalam kepemilikan properti.

Tanggungan asuransi. Asuransi terhadap pasangan hanya bisa diberikan bagi mereka yang tercatat menikah secara legal.

Berkas resmi untuk proses adopsi anak. Salah satu berkas yang diperlukan adalah dokumen pernikahan yang sah. Soal anak juga berkaitan dengan pajak.

Di banyak negara maju, makin banyak anak, PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) akan makin besar. Di Indonesia, selisihnya tipis banget :(. Gak terlalu ngaruh status pernikahan dan jumlah anak.

Hak waris. Pasangan yang sah dari pernikahan yang legal berhak atas hak waris atas harta pasangannya.

Di Indonesia, istri sah saja bisa dicerai dan dibuang begitu saja tanpa ada perlindungan hukum walau dinikahi secara sah :(. Beda cuuuyyyyy ama negara yang proses hukumnya jauh lebih disiplin.

Hal-hal di atas mungkin agak sulit dipahami oleh banyak orang di Indonesia. Boro-boro soal kepemilikan properti, Indonesia masih banyak berurusan dengan pemukiman liar yang membuat pemerintah pening tujuh keliling.

Masalah pajak di negara kita juga belum sedisipliln di negara-negara maju. Masih banyak celah untuk mangkir dari kewajiban membayar pajak yang belum tersentuh hukum secara legal.

Belum lagi masalah-masalah korupsi yang merajalela di biroraksi dari atas sampai bawah.

Belum terbayang memikirkan soal adopsi. Anak-anak jalanan masih leluasa berkeliaran tanpa sanggup dipelihara dan dilindungi oleh negara.

Sementara di negara-negara maju tadi, mereka sudah selesai dengan permasalahan-permasalahan mendasar terkait kesejahteraan warganya secara umum.

Perlindungan terhadap seluruh warga negara sudah dilakukan sampai ke level-level yang mungkin masih belum terjamah di negara-negara berkembang.

Tingkat korupsi di negara model begini biasanya sudah sangat rendah. Negara-negara maju yang memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi ini tidak lepas dari kedisiplinan sistem yang menjamin pengelolaan pajak dari warga negaranya.

Maka dari itu, seluruh pembayar pajak berhak mendapat HAK YANG SAMA secara ekonomi, hukum, dan sosial. Termasuk kaum minoritas, misalnya kaum LGBT tadi.

Karena itulah, mengapa negara perlu melegalkan pernikahan sejenis untuk menjamin semua hak tersebut. Tidak ada hubungannya dengan agama apalagi mengurusi urusan ranjang warga negaranya.

Hal ini perlu diketahui oleh baik pihak yang pro LGBT maupun yang kontra di Indonesia. Memahami kondisi budaya dan sosial di negara lain agar diskusinya tidak hilang arah.

Bisa dimengerti jika pihak yang kontra LGBT sebagian besar mengacu kepada alasan agama atau kesehatan. Namun, jangan sekonyong-konyong menuduh pemerintahan negara maju ingin menghancurkan agama atau tidak peduli urusan kesehatan dsb.

Dapat dipahami bila pihak yang pro LGBT menginginkan perbaikan dan keadilan atas nama hak asasi manusia dan seterusnya.

Tapi jangan tiba-tiba menyodorkan ide-ide serupa yang sudah berjalan dengan baik di negara-negara maju dan mendiskreditkan pemerintahan dan masyarakat di Indonesia yang dianggap gagal melindungi kaum minoritas di tanah air.

Soalnya di Indonesia, hak-hak yang mayoritas pun banyak yang masih awut-awutan. Jadi bersabarlah sedikit wahai kakak-kakak SJW hehehehe.

Gambar : lovin.ie

Edukasi soal hak minoritas (apalagi isu LGBT) memang masih panjaaaaaaaaaang ceritanya. Ditambah lagi dengan kasus Reynhard di UK pijetKening. Kasak kusuknya jadi makin liar banget :(.

We really shouldn’t judge others for often we don’t know the whole story.