Inside Out : How a Child Deals With The Emotion(s)

Ini anak bungsu saya, he turned 3 this year.

review film inside out

Itu kenapa ngambek? Karena kami memintanya untuk berfoto tanpa nyengir untuk keperluan pasfoto.

He was my-selfie-buddy since he was born . Kalau difoto, oleh emaknya dia sudah terbiasa diajarin ekspresif dengan cengiran super gantengnya itu lhoooooo hihihihi.

Makanya dia sangat kesal mengapa dia tidak boleh tersenyum sedikit saja.

Sebagai balasannya, dia pasang tampang manyun begitu hahaha.

Ya tapi anak-anak sih gitu, dipeluk sedikit, dibecandai sebentar, dia sudah lupa dan langsung ceria lagi.

Sudah terpikir mau menulis soal ini waktu seorang teman posting soal buku cerita anak-anak yang menurutnya enggak apa-apa ada cerita sedihnya. Anak-anak juga perlu merasa sedih.

Yang langsung saya ingat adalah film INSIDE OUT, salah satu film animasi terbaik menurut saya.

Film Inside Out tidak asal bikin. Film ini berdasarkan teori dan pengamatan oleh pakar psikologi yang menjadi bagian dari tim produksi.

[Spoiler alert !!!]

review film inside out
Gambar : imdb.com

 

Sebenarnya, ada 6 emosi yang dikenali secara universal pada tiap manusia : Happiness, Sadness, Anger, Fear, Disgust, dan Surprise. Tapi Suprise tidak muncul di film INSIDE OUT.

Film ini bercerita tentang Riley, anak perempuan usia 11 tahun yang “struggle” saat harus berpindah tempat tinggal. Meninggalkan teman-teman dan segala macam di tempat yang lama, buat yang gede-gede kayak kita saja bisa baper yes? Apalagi anak-anak.

Yang suaminya suka gatel pindah kerja sana sini mana suaranyaaaaaaa .

Tapi fokus film justru bukan pada Riley. Fokusnya ke Joy (Happiness), Sadness, Anger, Fear, dan Disgust. Kelima tokoh emosi yang ada pada diri Riley.

Joy yang menjadi narator di sepanjang film. Hanya ada Joy yang menemani di hari kelahiran Riley. Sebagai penggambaran bahwa Happiness (Joy), emosi pertama yang dimiliki manusia dan satu-satunya emosi yang ada hingga usia tertentu.

Lalu mulailah Joy memperkenalkan kita kepada Anger, Fear, Disgust, dan tugas mereka masing-masing. Joy cukup lincah menjelaskan peranan ketiga emosi ini, tapi gagal mengenali peran Sadness.

Mereka berlima selalu berkumpul dalam semacam ruang kontrol untuk mengawasi Riley. Sebuah meja yang berisi banyak tombol ada di tengah ruangan yang DIKENDALIKAN SEPENUHNYA oleh Joy.

Secara khusus terlihat Joy ekstra hati-hati terhadap Sadness. Sadness nyenggol bola-bola memori sedikiiiiittt saja, Joy langsung panik.

Kita bisa lihat SADNESS ini memang spesial. Hanya Sadness yang bisa mengubah warna dari bola-bola memori tadi.

Yang unik, bola-bola memori Riley selama ini memiliki satu warna saja yang mewakili satu emosi yang dirasakannya.

Di usia-usia peralihan seperti Riley, digambarkan bagaimana Joy mati-matian berusaha mengendalikan Sadness yang makin hari makin kelihatan pengin tampil.

Anak-anak memang lebih banyak dikuasai kebahagiaan. Itulah mungkin mengapa ada jargon, “Ingin rasanya kembali ke masa kecil.”

Seolah hanya ada kebahagiaan demi kebahagiaan di masa kanak-kanak dulu no matter where we are . Padahal secara emosi ya memang begitulah adanya hehehe.

Makanya, saya termasuk tim yang menolak cerita sedih-sedih buat anak-anak di bawah 10 tahun. Bukan waktunya .

Kenyataan bahwa ada banyak kesedihan yang terjadi di sekitar mereka itu MEMANG BENAR. But emotionally, mereka belum bisa benar-benar terhubung secara “baik dan benar” dengan si SADNESS ini.

Santai saja. Pada masanya nanti, pertarungan emosi PASTI akan terjadi. Di kasus Riley mungkin karena pindah tempat tinggal. Tapi secara umum, masa-masa pra abege ini adalah periode perkembangan emosi yang lumayan pesat yang akan terjadi pada tiap anak.

Klimaks filmnya ya di sini. Hebohnya emosi-emosi dalam diri Riley saat banyak guncangan terjadi pada kenangan masa kecil yang digambarkan dengan core memory bola-bola emas yang terhubung ke pulau-pulau memori utama.

Bagaimana Joy memimpin perjuangan jatuh bangun mempertahankannya.

Akhirnya, satu persatu pulau-pulau kenangan itu MEMANG HARUS RUNTUH. Berganti dengan core memory lain yang lebih berwarna.

Sejak Joy akhirnya bisa melihat dan menerima bahwa SADNESS punya peranan penting agar Riley bisa melewati saat-saat terberatnya, Riley mulai memproduksi bola-bola memori yang multiwarna .

Joy, dalam situasi bagaimana pun, pada waktunya, harus berbagi tombol kendali dengan emosi-emosi yang lainnya.

Kelihatan kan bedanya ruang kontrol emosi antara orang dewasa dan anak-anak via INSIDE OUT. Tombol papan di Riley dikuasai oleh JOY. Sementara di orang dewasa, TIAP EMOSI PUNYA PAPAN PANEL MASING-MASING.

Kalian harus nonton deh film ini .

Katanya sih ada sekuelnya di tahun 2019 nanti. Can’t wait, can’t wait .

Tapi Dear Aimar, kalau bikin pasfoto memang mukanya sebisa mungkin lempeng enggak boleh ada happy-happynya sama sekali ya, Sayaaaaanggggg hihihihi.

Naaaahhh ini baru beneeeerrrrr :D.