To Educate a Woman

Perselisihan kaum feminis di era 50 an juga memperuncing hubungan kaum kapitalis vs komunis. Salah satu daya tarik paham komunisme adalah dukungannya kepada persamaan derajat antara pria dan wanita.

Komunisme memesona bagi sebagian kaum feminis tentang ide “dunia baru” bagi kaum perempuan.

Sekarang ini kayaknya kita cenderung menilai pemikiran berdasarkan apa yang kita alami kini. Kita mencocokkan pola pikir dengan lingkungan/kondisi yang kita jalani sekarang.

Muncul anggapan, ide-ide kaum feminis bertentangan dengan agama. Padahal enggak juga. Misalnya, salah satu perjuangan kaum feminis ini adalah penolakan terhadap obyektifisasi terhadap perempuan. Apa ya padanan KBBI untuk obyektifisasi ini hihihi.

Kaum feminis menolak keras terhadap eksploitasi industri terhadap tubuh perempuan. Mereka benci bener sama yang namanya Kontes Kecantikan bla bla bla. Nah, sejalan kan sebenarnya dengan FPI dkk? Hehehe :p.

Satu sisi saya setuju juga. Sempat searching soal bikini dalam ajang Miss Universe. Oalah, ini ternyata karena memang salah satu sponsor awal acara ini adalah produsen bikini.

Kontes beginian sering berkilah mencari wanita cantik dan pintar. Sementara definisi cantik dan pintar kan sangat luas dan tidak stabil. Persepsi bisa diatur.

Pada akhirnya kontes-kontes beginian menyempitkan makna cantik dan pintar. Cantik adalah tinggi badan segini, ukuran payudara segini, lingkar pinggang seanu, … bla bla bla. Fisik kita diukur-ukur dengan dalih macam-macam. Definisi pintarnya malah enggak jelas melihat dari mananya.

Contoh lain … pameran mobil di tempat umum. Pameran begini biasanya memajang SPG perempuan dengan kostum yang gimanaaa gitu :p.

Sampai seorang teman saya (laki-laki) pernah buat joke, “Coy, ada pameran mobil di onoh. Nonton yuk. Lumayan, lihat pemandangan.” Laki-laki yang mendengar tertawa beramai-ramai.

Lalu beberapa dari mereka memasang foto mobil mewah dengan mbak SPG berpose ya begitulah di samping mobil dengan caption misalnya, “Bagus gak?”

Dari situ nanti komentar-komentarnya bisa bermakna ganda, antara mengomentari mobil atau embak-nya. “Wow mantap Gan, gede ya? Coba dudukin, enak gak? Kalau diraba luarannya mulus ndak?” atau “Berapaan tuh harganya, Gan?” atau “Sempat nyoba sampai ke dalam gak Bos? Luas apa sempit?”

Anehnya, kaum perempuan biasanya menghujat mbak-mbak SPGnya.

Gambar : pixabay.com
Gambar : pixabay.com

 

Seperti soal ada meme mengibaratkan perempuan dengan permen. Meme ini diaminkan oleh banyak perempuan dan dishare ramai-ramai dengan rasa bangga. Situ permen? Kasihan amat -_-.

Ada meme lebih gila lagi, semacam mau bilang “Kalau lo gak mau nutup aurat, terus lo jalan-jalan dilihat sama laki-laki terus lo diperkosa, jangan nangis, ya!”

Lagi-lagi yang share lagi-lagi kaum perempuan. Zzzzz -_-.

Coba pakai analogi lain. Ada orang yang berlibur ke luar kota. Dia lupa mengunci rumahnya. Rumahnya dibobol maling. Tentu saja polisi tetap menyalahkan si maling. Malingnya tetap sebagai orang yang paling bersalah dalam hal ini.

Heloooo … kalau ada uang jatuh di jalan apa itu berarti boleh dicuri? Enggak boleh kaaaaan :p.

Ya sama, perempuan pakai baju terbuka apa itu artinya dia minta diperkosa?

Ada banyak tempat di mana perempuan bebas berpakaian sesukanya tanpa perlu khawatir diapa-apain. Sebaliknya, ada tempat di mana perempuan sudah setengah mati membungkus diri atas bawah kiri kanan tetap saja tak membuat mereka aman bepergian sendiri :(.

Gambar : pixabay.com
Gambar : pixabay.com

 

Namun, sebagai pemilik rumah ya kalau mau pergi, rumahnya dikunci. Walau kita tahu, dikunci pun belum tentu maling enggak berusaha masuk. Di jalan, tas kita kekepin pun, tetap saja bisa dijambret. Apa pun kondisinya, penjambret dan perampok ya tetap penjambret dan perampok! Mereka salah dan harus dihukum, tidak peduli apakah rumah/tas sudah setengah mati kita gembok.

Ya sama! Kasus perkosaan pun begitu.

Memangnya situ sudah tertutup rapat pasti enggak bakal diperkosa gitu? Belum cencuuuuuuuu :p. Coba saja cek negara-negara yang menerapkan aturan pakaian tertentu. Bebaskah mereka dari kasus perkosaan? :(. Dalam kasus perkosaan, pelaku perkosaan adalah faktor utama terjadinya pemerkosaan. Mereka pelakunya. Yang diperkosa itu korban.

Jangan malah dibalik. Karena di zaman edan ini, balita perempuan di bawah umur pun bisa diperlakukan tidak senonoh bahkan oleh keluarganya sendiri.

Itulah hal lain yang diperjuangkan oleh kaum feminis. Kenapa kalau ada kejadian pelecehan seksual, perempuan yang kerap disalahkan. Perempuan yang harus menanggung malu. Perempuan begini perempuan yang begitu. Tekanan terbesar justru diderita oleh perempuan. Perbuatan laki-laki malah dianggap wajar -_-.

“Wajar saja dia diperkosa. Siapa suruh pakai rok mini!” –> ajaibnya, ini ucapan dari sesama perempuan sendiri :'(.

Di banyak belahan dunia, orang lalu lalang pakai rok mini tanpa perlu takut disuit-suitin sekali pun. Ada hukum yang melindungi :). Ada penegakan hukum secara disiplin. Ada budaya hukum formal yang menaungi.

Sebuah artikel random di sebuah majalah bercerita tentang sebuah fenomena di beberapa wilayah India, “Kebebasan bagi perempuan sesederhana … bepergian sendiri tanpa takut diperkosa.”

Budaya di sana, kalau ada perempuan diperkosa kalau dia jalan-jalan sendiri berarti si perempuan itu yang salah! -_-.

Dalam banyak hal di masa lalu, perempuan selalu dianggap sebagai “warga kelas dua”. Jangankan di India, di AMerika Serikat pun pasca Perang Dunia II, hal-hal macam di atas masih kejadian.

Info penting lainnya, kaum perempuan pasca 1960 an bisa bebas mengenakan alat kontrasepsi untuk memberi jarak dan membatasi kelahiran itu adalah upaya dari kaum feminis :p. Sebelumnya, dianggap tabu! Oleh negara seliberal US sekali pun! ;).

Perempuan harus membenahi persepsinya sendiri. Nyatanya, kaum perempuan yang “inferior” itu masih ada di sekitar kita di era yang katanya sudah jauh lebih modern ini :(.

Lah, itu kalian yang mengangguk-angguk kalau konon tubuh perempuan itu diumpamakan sebagai permen? Inferior!

Kaum perempuan yang merasa pakaian mini adalah undangan bagi kaum laki-laki untuk memperkosa? Inferior!

Laki-laki dan perempuan, masing-masing punya pertarungannya sendiri. Secara alamiah, laki-laki emang lebih ngeres hahahaha. Dan itu tidak ada hubungannya dengan jenis pakaian yang perempuan gunakan. Apakah seorang perempuan berpakaian terbuka atau tertutup, seorang laki-laki HARUS melawan nafsu ngeresnya itu :D.

Sebaliknya, naturally perempuan lebih suka pamer. Lebih baper. Lebih pengin dipuji, pengin diperhatikan. Lihatlah bagaimana industri fashion dan sejenisnya memanfaatkan kelemahan perempuan yang satu ini.

Lawan! Sebagai perempuan pun kita harus bekerja keras melawan nafsu yang satu ini :D.

Nah, kalau menurut saya itulah fungsinya berhijab. Melindungi diri dari nafsu sendiri. Berhijab = menyederhanakan penampilan :). Tapi soal menyederhanakan penampilan ya tidak harus berhijab. Karena yang pakai hijab dan malah jadi ribet itu juga ada :p.

Kalau nafsu orang lain itu di luar tanggung jawab kita, dong! Laki mah kalau emang dasarnya ngeres, ngobrol apa saja dengan siapa saja bisa lari ke mana-mana hahaha.

Menanggapi soal statement, “Perempuan baik PASTI pakai jilbab”?

Begini ya, sebagai muslim saya meyakini perintah kebaikan itu banyaaaaaakkk banget. Anggaplah contoh misalnya ada 100 perintah. Mengenakan hijab salah satu diantaranya. Tapi jangan berhenti di situ. Masih ada 99 lainnya kan?

Pakai jilbab enggak pakai jilbab, tidak bisa jadi satu-satunya ukuran kebaikan seorang perempuan :). Mengapa jilbab mengemuka dan sering dijadikan acuan? Mungkin karena penilaiannya yang KASAT MATA. Bisa dilihat dengan mudah oleh mata manusia kita:).

Gampang, dilihat dari jarak 10 meter juga sudah kelihatan.

Tapi begini …

Beberapa tahun lalu saya menonton acara Oprah Winfrey tentang seorang perempuan. Profesinya adalah dokter kandungan. Bule, tapi lupa asal negaranya.

Dokter kandungan ini sudah lama resah dengan kondisi perempuan di salah satu wilayah di Afrika. Perempuan di sana, kalau melahirkan malah disuruh menyepi ke hutan. Melahirkan sendiri di sana karena melahirkan dianggap aib :'(. Setelah melahirkan, tanpa intervensi medis sama sekali, para perempuan ini barulah kembali ke rumahnya.

Ada yang meninggal di hutan bersama bayinya. Ada yang tetap hidup tapi mengalami banyak masalah dengan organ intimnya karena ketidaktahuan mereka akan penanganan medis pasca melahirkan.

Si Dokter kandungan tadi akhirnya menuntaskan kegelisahannya. Dia menjual semua hartanya dan mengajak suaminya pindah ke Afrika. Dia menghabiskan uang hasil penjualan properti tadi untuk membangun klinik sederhana buat perempuan-perempuan afrika yang hendak melahirkan tadi. Memberikan penyuluhan dan pelayanan gratis kepada mereka.

Aih, saya yang sudah lama pakai kerudung ini pun tidak berani berkomentar sedikit pun soal kepalanya yang tidak tertutup sehelai kain pun. What she had done beyond my imagination *love*.

Saya percaya, keimanan itu diukur BERDASARKAN PERBUATAN. Bukan PENGAKUAN. Kalau cuma ngaku-ngaku ya siapa pun juga bisa ngaku ini-itu.

Untunglah, yang ditugasi mengukur perbuatan tiap manusia adalah malaikat bukan sesama manusia :p. Katanya, malaikat tidak punya hawa nafsu seperti kita manusia. Yang berhak mengukur isi hati hanya Tuhan bukan sesama manusia. Kalau sesama manusia yang disuruh menilai, ya suka-suka dia saja dong. Pasti yang masuk surga dia-dia aja beserta gengnya hahahaha.

Saya jangan dianggap menyerang orang berkerudung ya. Saya juga pakai kerudung kok *sodorinPashmina* :D. Pakai kerudung pun ujian yang cukup berat. Bagaimana agar kita tidak jatuh pada jurang kesombongan. Merasa diri lebih tinggi. Jangan sampai seenaknya menilai sesama perempuan yang kepalanya tanpa kerudung :).

Karena sungguh, kebaikan itu punya banyak dimensi. Terlalu banyak dimensi untuk bisa dipahami oleh keterbatasan kita sebagai manusia biasa. Entahlah kalau situ malaikat ya? :p.

Gambar : women2.com
Gambar : women2.com

 

Kaum feminis tidak masalah kok mau pakai pakaian mana pun dan menjalani gaya hidup mana pun. SIapa bilang mereka anti perempuan bercadar? Tidak benar kalau mereka benci dengan profesi ibu rumah tangga. Yang mereka tentang adalah pemaksaannya. Menurut mereka perempuan juga boleh punya keinginan sendiri.

Coba pahami kondisi tahun 50/60 an saat kaum feminis mulai marak, perempuan di masa itu macam mana kehidupannya. Biar kita tidak semena-mena menuduh mereka sesat dan semacamnya hehehe.

Namun, namanya pemikiran/ide, ada saja versi “garis keras”nya :D.

Berhentilah berantem-berantem dan judge-judge enggak jelas. Menganggap bahwa kita bertanggung jawab atas hal-hal yang sebenarnya di luar kuasa kita. Ya iya gitu katanya perempuan bisa bikin suami atau ayahnya masuk neraka. Bikin stres aja dah hehehe. Pemikiran kayak gini yang bikin laki-laki jadi merasa berhak ngancam-ngancam, “Pakai jilbab gak lo? Entar gue masuk neraka nih!” :p.

Gak gitu, ah. Setiap orang kan hanya bertanggung jawab atas keburukan atau kebaikan yang dilakukannya. Kita tidak berhak mengontrol orang lain. Setiap individu bebas dengan pemikirannya masing-masing.

Tugas orang tua/suami/kakak/kerabat/pendamping/teman ya hanya mengingatkan, bukan mengancam apalagi memaksa :D. Mentang-mentang katanya perempuan makhluk yang lemah. Jadi lebih gampang diintimidasi gitu? Situ minta diulek? Hahaha :p.

Ya itulah. Pemahaman atas ke-perempuan-an kita, entah dalam konteks berpakaian dan sebagainya, jadi modal penting sebelum kita melangkah lebih jauh sebagai … seorang Ibu.

Pemahaman itu nanti yang memengaruhi akan seperti apa masa depan generasi dunia kelak. Katanya ibu itu madrasah utama kan, kan, kan? :p.

Kalimat kerennya, “‘You educate a man; you educate a man. You educate a woman; you educate a generation.”

That we improve the way we see ourself and our peers, so perhaps … we are able to heal the (next) world, Mommies :).

Gambar : en.wikipedia.org
Gambar : en.wikipedia.org

***

2 comments
  1. as usual. tulisannya makjleb! Kereeeen mbaaa……

  2. tulisan yang keren banget *as usual* semoga gak bikin idung Jihan kembang kempis hahahaha…

    saya share ya!

Comments are closed.