Konflik Rohingya : GOD’S GREAT BIG FAMILY

Konflik Rohingya terus memanas. Ini tulisan tentang Myanmar –> Ditulis tahun 2013 silam, waktu ada event menulis untuk Komunitas ASEAN #10daysForASEAN. 

Tiap hari temanya tentang negara anggota ASEAN.

Myanmar
Myanmar, gambar : 123rf.com

Konflik Rohingya memang terlalu sempit kalau berpikirnya hanya soal agama saja :).

Ada sih faktor agamanya. Tapi tidak berarti di seantero Myanmar mendadak anti Islam gitu kali lah hehehe. Tuh, saya punya teman pakai jilbab yang sekarang lagi bermukim di Myanmar :D.

Tahun 2013 itu menulisnya memang pakai riset kecil-kecilan. Topiknya tentang tanggapan atas Myanmar sebagaii satu-satunya negara ASEAN yang masih menerapkan aturan visa bagi turis sesama ASEAN sekali pun.

Myanmar memang punya sejarah panjang mengenai cengkraman rezim militer terhadap mereka. Belum lama Myanmar menghirup udara ‘kebebasan’ dan masih banyak peer yang harus dihadapi. Mereka juga memilih tidak terlalu terbuka kepada “pihak luar”.

Konflik antar etnis sebenarnya yang lebih terasa di sana. Kebetulannya, etnis ini pun berbeda agama pula. Padahal etnisnya enggak banyak. Secara fisik, etnis mayoritas di Myanmar itu memang miripnya ke etnis Tionghoa. Sementara salah satu etnis minoritas, Rohingya, penampakannya lebih mirip orang-orang Bangladesh, yang juga berbatasan darat dengan Myanmar.

Ribet lah ini urusannya. Karena Bangladesh juga lebih sarat masalah soal kependudukan. Negeri mayoritas muslim ini merupakan negara ke-6 dengan penduduk negara terbanyak. Kondisinya juga ya gitulah :'(. Sengaja sebut-sebut mayoritas muslimnya biar kalian enggak terbakar amarah dan malah ngamuk enggak jelas ke penganut agama Budha.

Apa yang terjadi di internal Myanmar ya jangan langsung bikin sugesti macam-macam lah hehehe. Kita pun tak suka bila ada kekerasan yang mengatasnamakan Islam dan dunia internasional langsung menyerang Islam secara universal. Terus, kenapa sekarang jadi balas dendam dong? Seolah berlomba ingin menunjukkan pada dunia, “Budha juga punya teroris, lho.”

Myanmar, gambar : cosianatour.com
Myanmar, gambar : cosianatour.com

Ya enggak gitulah ya harusnya. COMPASSION. Jangan melakukan hal yang kita tidak suka jika dilakukan terhadap kita, yes? ;). Saat punya kesempatan membalas ya harusnya jadi momen untuk ‘meluruskan’ bukan malah ikutan rusuh. Lingkaran setan dong jadinya hehehe.

Macam kecelakaan pesawat di Perancis tempo hari. Mentang-mentang copilotnya bukan muslim kalian menuntut dia disebut teroris juga? Lah, piye? Katanya enggak suka dibilang teroris? Kok sekarang kepengin supaya si copilot juga dilabel sebagai teroris? Hayooooo…balas dendam ni yeeee hehehe.

Yang terbaik, adalah dukungan untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi. Dan berhenti label-labelan enggak jelas.

Nah solusi untuk Myanmar kalau benar-benar dilihat atas bawah kiri kanan itu memang bikin puyeng. Apalagi mungkin banyak yang kita tidak pahami, tahu pun juga cuma sepotong-sepotong.

Belum lagi banyaknya pihak yang ambil kesempatan, berusaha membakar massa dengan potongan berita sampah. Yang seringnya, beritanya cuma sepihak dan terbukti tidak benar di belakang hari. Apa lacur, linimasa sudah terlanjur bergejolak huhuhu.

Enggak tahu harus ngapain? Ya berdoalah atau berikan yang mampu diberikan. Tapi jangan menuntut macam-macam yang kalian sendiri saja juga tidak paham hehehe. Apalagi kalau hanya untuk nyerang orang yang kalian tidak suka. Ish, dosanya dobel itu. Sudah sok tahu, nyerang orang pula :p. A BIG NO-NO ya teman-teman :).

Pernah nonton film Hotel Rwanda? Tentang suku Hutu dan Tutsi yang mendadak tersulut pertikaian berdarah gara-gara rumor pembunuhan presidennya ya kalau enggak salah. PResidennya suku Hutu. Yang dituduh membunuh adalah pemberontak etnis Tutsi. Langsung deh … perang saudara! Huhuhu.

Awalnya saya bingung itu, secara fisik nyaris tak bisa membedakan yang mana Hutu yang mana Tutsi. Kok sakti amat ya mereka? Hihihihi. Ternyata, selain pergaulan sehari-hari, di kartu tanda pengenal ADA NAMA SUKUnya. Terlihat di salah satu adegan saat si pemeran utama, si Paul, orang Hutu, mau minta tolong apa gitu.

Yang dimintai tolong kayaknya agak curiga sehingga Paul akhirnya harus mengeluarkan semacam kartu yang berisi foto, nama, data pribadi dan dicap dengan tulisan “HUTU”.

Mengerikan bukan? Tiap hari mereka hidup bersama dan bertetangga dan saling berbaur. Istri Paul, Tatiana, itu orang Tutsi. Bayangkan bagaimana pusingnya Paul melindungi istri dan kerabat istrinya dari kebrutalan orang Hutu yang lagi dibakar amarah.

hotel_rwanda_la

Secara warna rambut, warna kulit, dan ciri fisik lainnya, entah apa bedanya. Mungkin bahasanya yang beda. Agama juga kayaknya enggak beda, yang jelas sih enggak dibahas. Cuma karena etnis Tutsi ini ada yang memberontak jadilah seluruh orang Tutsi dianggap bertanggung jawab.

Sedihnya, itu bukan cuma film! Itu diangkat dari kisah nyata! Huhuhuhu.

Sampai sekarang pun, situasi di sebagian wilayah Afrika sangat menyedihkan :(. Beberapa dari mereka ada yang datang ke Irlandia sebagai refugee. Republik Irlandia memang membuka diri terhadap imigran asal negara-negara yang sedang konflik dalam negerinya.

Irlandia jangan disamakan kayak Indonesia lah :D. Penduduk Irlandia itu sedikit bangeeettt. Belum sampai 5 juta orang kalau enggak salah, itu pun sudah termasuk pendatang. Geliat ekonomi Eropa memang jauh lebih lambat daripada Asia salah satunya karena minim penduduk.

Kekuatan ekonomi Republik Irlandia juga jauh di atas Indonesia. Dengan sesama Eropa pun, sudah cukup lumayan. Irlandia juga menjadi bidikan beberapa negara Eropa Timur yang kondisi ekonominya juga di bawah Eropa Barat. Misalnya Polandia. Di sini banyaaaakkk banget orang Polandia yang datang mengadu nasib. Jangan heran kalau melihat rambut pirang yang enggak terlalu lancar bahasa Inggris hihihihi.

Refugee di Irlandia itu dapat fasilitas publik yang sama, lho. Bukan diundang datang untuk jadi pengemis dan ditelantarkan. Nope. Mereka bisa menikmati sekolah gratis dan fasilitas kesehatan :). Pakai kartu khusus *uhuk uhuk*. Negara ini juga terkenal dengan aneka kartu yang lagi diterapkan sama presiden kalian di tanah air yang suka kalian hina-hina itu lhoooooooo :p.

Refugee diberi tunjangan khusus sehingga bisa hidup layak di tengah masyarakat. Ya biar tidak mengacau juga kan? Kalau cuma misalnya boleh datang tapi dicuekin ya ujung-ujungnya kriminalitas deh yang ditakutkan. Belum lagi kalau bentrok dengan penduduk lokal atau pendatang lainnya.

Untuk mendapat status refugee juga banyak persyaratannya. Tidak ujug-ujug datang dan diterima begitu saja.

Negara-negara maju yang metodenya macam Eropa Barat-Kanada-Australia yang ekonominya berbau sosialis itu emang gitu. Sangat mencegah kesenjangan ekonomi sosial. Uniknya, agama Islam justru yang menjejali ayat-ayat alquran dengan perintah memperhatikan orang miskin.

Malah Gandhi (yang Hindu) itu yang mempopulerkan istilah “Poverty is the worst of violence”.

Lantas kenapa yang liberal-sekuler-rheumason-illuminati yang malah nerapin sih? *garukKepalaBerjamaah* hihihi

Jadi ya teman-teman, yang namanya mengurus negara dan berinteraksi dengan negara lain itu tidak bisa bekal emosi doang :). Hanya bekal rasa kasihan doang. Of course, kita tidak boleh mati hatinya. Tapi tidak bisa impulsif juga, kan? :).

Mekanismenya kompleks itu pun tidak semuanya mungkin bisa kita pahami. Sementara kalau kalian marah-marah membabi buta juga tidak akan membawa persoalan ke mana-mana kan? :). Takutnya yaaaa, Konflik Rohingya -nya tidak ketemu solusi, kita di Indonesia yang malah berantem.Rugi 2x. Ini aja masalah Pilpres kagak kelar-kelar berantemnya, Cuy! Hahahahaha.

Sementara kita terus mendoakan dan mengupayakan apa yang kita bisa untuk penyelesaian masalah pengungsi dari konflik  Rohingya, hendaknya kita tidak lupa memetik pelajarannya.

Konflik Rohingya
gambar : www.partnersworld.org.au

Dengan etnis yang minim begitu, Myanmar sungguh sulit untuk hidup damai. Lantas bagaimana dengan Indonesia?

Tiap provinsi biasanya punya lebih dari 1 etnis. Kadang, mayoritas ada lebih dari 1. Sulawesi Selatan misalnya. Ada 2 besar : etnis Makassar dan etnis Bugis. Belum lagi yang lain-lain –> Toraja, Mandar (yang sebagian besar sudah jadi Sulawesi Barat), Enrekang, Duri, dsb. Itu baru satu provinsi :D.

Soal fisik apalagi. Suku Dayak ada ciri khasnya. Orang Batak katanya rahangnya persegi. Orang Timur seperti Maluku dan Papua rata-rata berkulit gelap kontras dengan Sunda yang katanya putih-putih. Orang Bugis pun secara fisik macam-macam. Umumnya berkulit gelap. Tapi ibu saya dan kembarannya itu berkulit kuning langsat beda dengan kakak dan adik kandungnya yang sawo matang :D.

Saya kebagian yang kuning langsatnya walau sebagian besar saudara kandung saya itu sawo matang.

Nikmat TuhanMu mana yang kalian dustakan bisa hidup berdampingan tanpa perlu bunuh-bunuhan sejak lama di Nusantara dengan segitu banyak etnis dan agama :).

Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi SATU. Never lose that spirit ^_^.

Indoensia budaya

Dalam alquran sendiri, Al Hujurat ayat 13 sudah turun ratusan tahun sebelum Michael Jackson membuat dunia terpesona dengan salah satu gubahan indahnya ini :

We can’t go on pretending day by day
That someone, somehow will soon make a change
We are all a part of Gods great big family
And the truth, you know,
Love is all we need

We’re all…God’s great big family #prayForRohingya

Have a nice weekend <3.

4 comments
  1. Ya, Myanmar merasa tidak bersalah krn menganggap Rohingya pendatang ilegal dari Bangladesh, sama seperti negara2 yg menolak pendatang ilegal pada umumnya. Semoga negara2 tujuan pengungsi, apapun agamanya, mau menolong atas dasar kemanusiaan.

    1. Itulah Mak, jadinya ditolak di mana-mana :(. Harusnya memang begitu sih ya, mari saling menolong atas dasar kemanusiaan. Hal lainnya juga, internal harus kuat dulu sih sebelum kepo-kepo terlalu jauh dalam urusan dalam negeri negara lain :).

  2. ga heran.. kalo orang tipe liberal lbh seneng bela org lain drpd sodara sndiri hee..

    1. Lah, ini lagi bahas sejarah kok tahu-tahu mencap orang liberal hihihihi. Yuk, perbanyak membaca ^_^.

Comments are closed.